Liputan6.com, Cilacap - Dua ulama tersohor yang hidup di abad yang berbeda yakni Imam al-Ghazali dan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani berhasil menggabungkan dua disiplin keilmuwan.
Baca Juga
Advertisement
Sang Hujjatul Islam Imam Ghazali berhasil menggabungkan syariat dan tarekat secara teoritis, sementara Syaikh Abdul Qadir al-Jilani berhasil memadukan ajaran syariat dan sufisme secara praktis aplikatif.
Keluasan ilmu keduanya tidak diragukan lagi. Julukan agung pun tersemat bagi keduanya. Imam al-Ghazali mendapatkan julukan Hujjatul Islam (pembela Islam), sementara Syaikh Abdul Qadir al-Jilani mendapatkan gelar sulthanul awliya (rajanya para wali).
Meski demikian, semasa hidupnya keduanya tak luput dari ujian berupa cacian atau hinaan bahkan dianggap kafir orang-orang sekelilingnya. Simak kisahnya berikut ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Caci Maki Ahli Batin dan Dzahir
Menukil syaichona.net, dari zaman ke zaman pasti dijumpai orang-orang yang menentang dan menganggap sesat ajaran sufistik Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (W. 561 H) dan Imam al-Ghozali (W. 505 H), bahkan ada di antara mereka yang tidak segan mencaci-maki dengan bahasa yang kotor dan berani mengkafirkan duanya.
Seakan mereka merasa lebih banyak hafalan al-Qur’an dan hadits serta lebih hebat keilmuannya dibanding Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Imam al-Ghazali.
Terkait hal ini al-Habib Abdullah bin Alawiy bin Muhamad al-Haddad (W. 1132 H) dalam catatan kalam beliau yang diberi nama Tatsbitu al-Fuad menyampaikan:
ما رأيت مثل رجلين، أحدهما من أهل الباطن، والآخر من أهل الظاهر، يغبطهما أهل الباطن وأهل الظاهر، وهما الشيخ عبدالقادر والإمام الغزالي، نَسَبوا للشيخ عبدالقادر كتباً فيها أمور منكرة، واعترضوا على الإمام الغزالي وقالوا: لا تجوز مطالعة كتبه، حسداً منهم وعدوانا، وكانا في أماكن متسعة، تحصل فيها المنافسة والمباهاة، ولكن من مات لا عاد تذكره إلا بخير لأمور، أولها: إن النبي صلَّى الله عليه و آله وسلَّم قال: لا تذكروا مساويء موتاكم، واذكروا محاسنهم، والثاني: إنه رجع إلى الله، ومجازاته إنما هي عليه سبحانه، وهو كافيه، والثالث: إنك إذا خصصت أحداً بالإعتراض ربما تَجَرَّأَ أحد على الإنكار على أحد من أهل العلم لإنكارك على الأول، بل ينبغي إذا بلغك عن أحد ما تنكر، أن تقول كما قال النبي صلَّى الله عليه و آله وسلَّم: ما بال أقوام يفعلون كذا وكذا. وتقدم قوله: اثنان يغار منهما أهل الباطن، ويحسدهما أهل الظاهر، لأنهم إذا طعنوهما بمسلة طَعَنَاهم برمح: الشيخ عبدالقادر والإمام الغزالي.
“Aku tidak pernah menemukan padanan seseorang seperti dua orang laki-laki—salah satunya ahli batin dan yang lain ahli dhahir—yang membuat ahli batin dan ahli dhahir cemburu pada keduanya. Mereka berdua adalah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Imam al-Ghozali. Mereka orang-orang itu berani menyandarkan beberapa kitab yang berisi hal-hal yang mungkar kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan menentang habis-habisan pendapat Imam al-Ghozali sembari dengan sombongnya mengatakan: “Dilarang membaca atau mengkaji kitab-kitab karya Imam al-Ghozali”. Karena dengki dan sebagai bentuk perlawanan mereka. Padahal keduanya memiliki kemampuan ilmu yang luas dan memadai, yang mampu mengalahkan lawan-lawannya dan dibanggakan semua orang tetapi orang yang telah mati tidak akan kembali dikenang kecuali dengan hal-hal yang baik."
Advertisement
Larangan Mencaci Maki
Menukil NU Online, Islam sangat melarang perbuatan caci maki, sebab ini bukan karakter seorang mukmin.
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
“Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan orang yang keji, dan bukan pula orang yang kotor omongannya”.
Manusia yang suka mencela, mengutuk, mengejek dan berkata keji, bukanlah tipe manusia beriman. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukanlah pencela, pengecam dan pengutuk.
Sabda beliau:
إنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
“Sesunguhnya aku tidak diutus sebagai tukang melaknat, tetapi aku diutus hanyalah sebagai rahmat.”
Beliau pun bersabda:
سِبَابُ المسْلِمِ فُسُوْقٌ
“Mencaci maki seorang Muslim adalah suatu kefasikan”.
Dalam riwayat lain disebutkan:
اَلْمُسْتَبَّانِ شَيْطَانَانِ يَتَهَاتَرَانِ وَيَتَكَاذَبَانِ
“Dua orang yang saling memaki adalah seperti dua setan yang saling menjatuhkan dan mendustakan lawannya”.
قَالَ جَابرٌ بن سليْم رَضيَ اللهُ عَنْه : قُلْتُ: اعْهَدْ إِلَيَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: «لَا تَسُبَّنَّ أَحَدًا» قَالَ: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا، وَلَا عَبْدًا، وَلَا بَعِيرًا، وَلَا شَاةً، رواه أبو داود
Jabir Bin Salim –radhiyallahu ‘anhu– bercerita, “Aku berkata, “Buatlah ikatan perjanjian denganku Ya Rasulallah!” beliau lalu menjawab, “Janganlah sekali-kali engkau memaki orang lain”. Kata Jabir, “Sejak itulah aku tidak pernah memaki seorang pun, baik ia berstatus orang merdeka atau hamba sahaya, termasuk tidak memaki unta dan kambing”. (HR Abu Dawud).
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul