Sukses

4 Posisi Anak bagi Orangtua Menurut Al-Qur'an, Seperti Apa?

Anak menurut al-qur'an dapat menjadi penenang hati, perhiasan, hingga menjadi ujian bahkan musuh bagi orangtuanya. Keempat tipikal tersebut merupakan gambaran bagaimana orangtua dalam mendidik anak sejak kecil.

Liputan6.com, Jakarta - Anak adalah sumber kebahagiaan orangtua. Anak merupakan amanah terbesar dan anugerah terindah dari Allah SWT bagi para hamba-Nya.

Anak tentunya juga menjadi bagian penting dalam masyarakat nantinya, sebab ketika dewasa ia akan menjadi generasi penerus yang akan membawa perubahan di masa yang akan datang. 

Oleh karena itu, orangtua memiliki peranan dalam mendidik dan membimbing anak. Karena anak akan menjadi tanggung jawab orangtua hingga saat di akhirat kelak. 

Anak menjadi penenang dan perhiasan bagi orangtuanya. Namun di samping itu, anak juga bisa menjadi fitnah atau ujian, bahkan menjadi musuh bagi para orangtuanya. 

Dilansir dari laman NU Online, Al-Qur’an telah menjelaskan 4 posisi anak bagi orangtua. Penasaran seperti apa penjelasannya? Berikut ulasan selengkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 5 halaman

1. Anak sebagai Penenang Hati

Pertama, anak sebagai penenang hati, penyejuk jiwa, dan pemimpin orang-orang yang bertakwa. Tipikal ini menjadi yang terbaik dan tertinggi dari seorang anak. Hal itu sebagaimana terungkap dalam doa Al-Qur’an berikut ini.

رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً    

Artinya: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. al-Furqan: 74).   

Para ulama tafsir menyebutkan, maksud qurrata a’yun dalam ayat di atas adalah anak-anak yang saleh, taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, bermanfaat bagi sesama. Tak heran jika anak yang memiliki perangai ini menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa, menjadi kebanggaan dan pembela bagi para orang tua di dunia dan akhirat.

Namun, tipikal anak ini tidak lahir begitu saja. Dibutuhkan perjuangan keras dari orang tua untuk mengasuh, membina, dan mendidiknya, bahkan sudah pasti membiayainya. Tak kalah penting adalah doa, baik dari orang tua maupun dari orang-orang yang saleh (Tafsir Muqatil ibn Sulaiman, [Beirut: Daru Ihya at-Turats], 1424 H, jilid 3, hal. 242).   

3 dari 5 halaman

2. Anak sebagai Perhiasan Dunia

Kedua, anak sebagai perhiasan dunia. Hal itu sebagaimana yang diungkap ayat berikut:

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ   

Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS. Al-Kahfi: 46).   

Dalam ayat ini, anak diposisikan sebagai perhiasan dan kekayaan dunia bagi orang tuanya. Layaknya perhiasan dan kekayaan, anak diperlakukan, dijaga, bahkan disayang sebaik-baiknya oleh para orang tua. Kaitan dengan tipikal ini, anak disejajarkan dengan perhiasan dan kekayaan dunia yang lainnya, sebagaimana yang diisyaratkan dalam ayat yang lain.  

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (QS. Ali ‘Imran: 14).   

Namun, kecintaan yang berlebihan membuat para orang tua terlena dan seringkali mengabaikan hal-hal yang membahayakan sang anak itu sendiri. Mereka lupa, jika perlakuan yang diberikannya justru akan merusak masa depan anak kesayangannya. Karena itu, dalam ayat lain, Allah mengingatkan agar kekayaan dan keturunan tidak sampai melalaikan para hamba-Nya. 

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi (QS. Al-Munafiqun: 9).   

4 dari 5 halaman

3. Anak sebagai Ujian

Ketiga, anak sebagai fitnah atau ujian, sebagaimana yang diungkap dalam ayat:

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ   

Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. At-Taghabun: 15).   

Mungkin ini pula yang dimaksud anak sebagai amanah atau titipan yang diharus dijaga dengan sebaik-baiknya. Dipenuhi hak-haknya, disayang, dirawat, dididik agar memiliki masa depan yang cerah dan membahagiakan orang tuanya. Ingatlah Allah memiliki balasan yang besar bagi mereka yang menjaga amanat ini. Maka janganlah sia-siakan jiwa dan raga anak, jangan bunuh mereka karena takut miskin. Demikian yang diamanatkan dalam Al-Qur’an.

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (QS Al-Isra’: 31).   

5 dari 5 halaman

4. Anak menjadi Musuh

Keempat, anak menjadi musuh. Hal itu diungkap dalam ayat berikut:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْواجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ   

Artinya: Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS At-Taghabun: 14).   

Sebagian mufasir menjelaskan, maksud sebagai musuh di sini adalah menjadi pihak yang menghalang-halangi jalan Allah, merintangi jalan ketaatan kepada-Nya. Maka hati-hatilah agar tidak dijerumuskan oleh mereka. Ini pula yang terjadi pada sejumlah sahabat yang ingin berhijrah mengikuti Rasulullah saw, namun dihalang-halangi oleh anak-istri mereka (Tafsir at-Thabari, Terbitan Muassasah ar-Risalah, 1420 H, Cet. Pertama, jilid 23, hal. 423).

Namun, mufasir lain mengemukakan, maksud sebagai musuh di sini adalah musuh seperti yang terjadi pada hari kiamat, di mana antara orang tua dan anak, antara seseorang dengan kerabatnya tidak hanya dipisahkan, tetapi juga bermusuhan, bahkan saling gugat dan menyudutkan, akibat hak masing-masing tidak dipenuhi, kezaliman di antara mereka sewaktu di dunia, dan seterusnya. 

Hal itu berdasarkan ayat lain yang menyatakan: Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tidak bermanfaat bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mumtahanah: 3).   

Demikian empat tipikal anak yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Keempat tersebut merupakan gambaran bagaimana kita mendidik anak-anak tersebut sejak kecil. Jika mendidiknya secara baik, maka akan melahirkan karakter yang baik. Sebaliknya, jika mendidik dengan cara yang salah, maka akan melahirkan karakter yang buruk. 

Semoga kita semua senantiasa dikaruniai keturunan yang saleh dan salehah, sehingga bisa menjadikan perhiasan bagi kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak.