Liputan6.com, Jakarta - Nasab berasal dari bahasa Arab yaitu 'al-nasb' yang artinya menghubungkan kekerabatan, keturunan atau menyebutkan keturunan. Nasab adalah pertalian keluarga yang didasarkan pada hubungan darah melalui pernikahan yang sah.
Nasab adalah bagian dasar yang penting dalam membangun kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu agar nasab terjaga, nikah disyariatkan untuk menjaga kemurnian nasab.
Advertisement
Baca Juga
Dengan adanya status atau nasab ini maka akan menimbulkan hubungan hak dan kewajiban. Yaitu kewajiban orang tua terhadap anak, atau pun kewajiban anak terhadap orangtua ketika sudah dewasa.
Lantas, bagaimana dengan nasab anak lahir di luar nikah yang tidak sah menurut ketentuan agama? Berikut ulasannya merangkum dari laman merdeka.com.
Saksikan Video Pilihan ini:
Syarat Anak dapat Dinasabkan kepada Orangtua
Secara istilah, anak yang sah adalah anak yang lahir dari pernikahan yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Sahnya seorang anak akan menentukan hubungan nasab dengan seorang laki-laki yang menjadi ayahnya.
Nasab hanya dapat terjadi dan diperoleh dengan tiga cara, yaitu melalui pernikahan yang sah, melalui pernikahan yang fasid, dan melalui hubungan badan secara syubhat, mengutip Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa al-Adillatuh.
Menurut Muhammad Abu Zahrah, seorang anak dapat dikatakan sah dan dapat dinasabkan kepada orangtuanya harus memenuhi tiga syarat, yaitu minimal kelahiran anak enam bulan dari pernikahan, adanya hubungan seksual, dan merupakan akibat perkawinan yang sah.
Dalam terminologi fikih, tidak ditemukan istilah “anak di luar nikah”. Ulama fikih menggunakan istilah anak yang dilahirkan di luar perkawinan dengan anak zina. Anak zina adalah anak yang dilahirkan sebagai akibat dari hubungan tidak halal.
Advertisement
Nasab Anak di Luar Nikah dalam Perspektif Hukum Islam
Hubungan tidak halal yaitu hubungan badan antara dua orang yang tidak terikat tali perkawinan dan tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Anak di luar nikah dapat dibagi menjadi dua macam.
Pertama, anak yang dibuahi tidak dalam pernikahan yang sah, namun dilahirkan dalam pernikahan yang sah. Menurut imam Malik dan Syafi’i, anak yang lahir setelah enam bulan dari pernikahan ibu dan ayahnya, anak itu dinasabkan kepada ayahnya.
Jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, maka anak itu dinasabkan kepada ibunya. Berbeda dengan pendapat imam Abu Hanifah bahwa anak di luar nikah tetap dinasabkan kepada ayahnya sebagai anak yang sah.
Kedua, anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah. Status anak di luar nikah dalam kategori kedua disamakan statusnya dengan anak zina dan anak li’an. Mengutip Amir Syarifuddin dalam buku Meretas Kebekuan Ijtihad, anak yang lahir dalam kategori ini memiliki akibat hukum:
- Tidak memiliki hubungan nasab dengan ayahnya, melainkan mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Ayahnya tidak ada kewajiban memberi nafkah kepada anak tersebut, namun secara biologis adalah anaknya. Jadi hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum.
- Tidak saling mewarisi harta dengan ayahnya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab mendapat warisan.
- Ayah tidak dapat menjadi wali bagi anak di luar nikah. Apabila anak di luar nikah kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh ayah biologisnya.