Sukses

Status Nasab Anak Hasil Kawin Kontrak, Apakah kepada Ayahnya?

Bagaimana status nasab anak hasil nikah mut'ah atau kawin kontrak?

Liputan6.com, Cilacap - Kawin kontrak dalam Islam disebut dengan nikah mut’ah. Kawin kontrak ialah pernikahan yang status perkawinannya diberikan ketentuan waktu dan disebutkan sewaktu akad nikah.

Nikah mut’ah dengan mensyaratkan durasi waktu pernikahan ini merupakan hal yang bathil yang sangat bertentangan dengan konsep nikah dalam Islam yang tidak diberikan batas mengenai ketentuan waktunya.

Haramnya nikah mut’ah menjadi kesepakatan 4 ulama mazhab yakni mazhab Hanbali, Maliki, Syafi’i dan Hanafi.

Dalam kaitannya dengan keharaman kawin kontrak tersebut, muncul permasalahan. Salah satunya status nasab anak hasil nikah mut’ah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Nasab Anak Hasil Kawin Kontrak

Menukil NU Online, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari dalm kitab Fathul Mu’in berpendapat, ketika nikah mut’ah terlanjur terlaksana, maka terdapat konsekuensi tertentu. Ia menjelaskan

وَيَلْزَمُهُ فِىْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ الْمَهْرُ وَالنَّسَبُ وَالْعِدَّةُ

Artinya, “Dan diwajibkan (ditetapkan) dalam nikah mut’ah, yakni: mahar, nasab dan iddah”. (Zainuddin bin Abdil Aziz Al-Malibari), Fathul Mu'in, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017], halaman 126).

Sebagai penjelasan di atas, Syekh Abu Bakar bin Utsman Ad-Dimyathi dalam I'anatut Thalibin menjelaskan:

وَقَوْلُهُ وَالنَّسَبُ أَيْ لَوْ حَمِلَتْ مِنْهُ وَأَتَتْ بِمَوْلِدٍ فَإِنَّهُ يُنْسَبُ اِلَيْهِ

Artinya, “Yang dimaksud dengan kata “nasab” pada ucapan (teksFathul Mu’in) adalah andaikan sang istri hamil dan melahirkan anak dari hasil kawin kontrak tersebut, maka anak tersebut dinasabkan pada si suami (ayah si anak)”. (Abu Bakar bin Utsman Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz III, halaman 481).

Dari keterangan tersebut di atas jelas sekali, nasab seorang anak hasil dari nikah kontrak tetap bernasab pada si suami (ayah si anak).

3 dari 3 halaman

Menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974

Lain halnya dengan hukum positif yang ada di negara kita. Hukum positif di negara kita menyatakan bahwa kawin kontrak tidak masuk dalam kategori perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 2, dan Kompilasi Hukum Islam (Pasal 2, 5 dan 6).

Imbasnya, anak hasil kawin kontrak tidak termasuk sebagai anak sah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 42. Konsekuensinya, anak tersebut tetap dianggap sebagai anak di luar nikah yang nasabnya diarahkan kepada ibunya.

Dengan demikian, ia tidak bisa mendapatkan waris dari ayah biologisnya dan jika ia perempuan, maka ayah biologisnya tidak dapat menjadi wali nikahnya. Karena itu, hemat penulis perlu dibuatkan rumusan perundangan khusus dalam hukum positif terkait status nasab anak hasil kawin kontrak sesuai penjelasan fiqih di atas, agar status nasab tetap diarahkan kepada ayah biologis, meskipun pernikahan kontrak dihukumi tidak sah. Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul