Sukses

Cerita Gus Baha Marah saat Jadi Imam Tahlil, Anak Orang yang Meninggal Malah Lakukan Ini

Gus Baha marah besar saat diirnya didapuk sebagia imam tahlil. Lalu apa penyebabnya sehingga beliau murka?

Liputan6.com, Cilacap - Ulama zuhud asal kota Rembang, Jawa TengahKH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha membeberkan pengalaman menjengkelkan saat dirinya didapuk menjadi imam tahlil.

Gus Baha mengisahkan hal yang membuatnya marah besar ini kepada para jemaahnya di sela-sela tausiyahnya. Beliau menceritakan pengalamannya dalam suatu acara tahlilan atau yasinan.

Saat acara dimulai, justru yang punya hajat, yakni anaknya tidak ikut membaca tahlil atau yasin. Bukannya ikut berdzikir dan berdoa, dirinya justru sibuk keluar masuk.

Hal inilah yang membuat santri Mbah Moen ini murka.

“Zaman akhir mulai agak ngawur, kalau ada acara (maksudnya yasinan atau tahlilan dls—pen) orang lain suruh membaca, anaknya sibuk keluar masuk tidak ikut membaca, itu keliru, saya jamin itu keliru,” tegas Gus Baha dikutip tayangan YouTube @alqalbumutayyam, Sabtu (10/08/2024).

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Marah Saat Orang Lain Baca Tahlil, sementara Anak si Mayit Tidak

Gus Baha mengisahkan saat dirinya menjadi imam saat yasinan atau tahlilan di rumah tetangganya. Kebetulan saat itu, anaknya justru tidak ikut dalam lantunan tahlil untuk mendoakan orang tuanya.

Anaknya sibuk sendiri. Hal inilah yang membuat Gus Baha sangat marah.

Bukan hanya marah, Gus Baha mengaku jika hal ini terjadi, maka ia akan keluar dan pergi. 

“Saya sering kalau mimpin di rumah, kalau yasinan di tetangga-tetangga saya, kok anaknya (maksudnya anaknya orang yang meninggal—pen) tidak ikut membaca, saya keluar,” ujarnya.

“Orang bapakmu kok malah orang lain yang suruh baca,” sambungnya

Kemarahan Gus Baha ini bukan tanpa dasar, sebab menurutnya doa yang paling maqbul berdasarkan hadis Nabi SAW justru doa anak-anaknya.

“Jadi menurut saya itu yang jelas, sampai saya bilang begini: yang ada riwayatnya itu idza maatabnu adaama in qata’a amaluhu illa min tsalatsin, sadaqatin jaariyatin, awa ngilmin yuntafa’u bihi, aw waalidin sholihin yad’u lah,” terangnya.

“Itu tidak ada di hadis aw kiyaiyin sholihin yad’u lah, yang ada itu aw waladin sholilhin yad’u lah,” sambungnya sembari berkelakar.

3 dari 3 halaman

Doa Anak untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal Dunia

Menukil NU Online, seseorang dituntut untuk terus berbakti kepada kedua orang tua meski telah tiada. Yang bisa dilakukan dengan menghadiahkan berupa doa dan permohonan ampunan kepada Allah untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal. Hal itu sebagaimana keterangan Syekh M Nawawi Banten berikut ini:

 هَدَايَا الْأَحْيَاءِ لِلْأَمْوَاتِ الدُّعَاءُ وَالْإِسْتِغْفَارُ 

Artinya: Hadiah orang-orang yang masih hidup kepada orang-orang yang telah meninggal dunia adalah doa dan permohonan ampunan kepada Allah (istighfar) untuk mereka. (Lihat: Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr: tt], halaman: 281). 

Adapun berikut ini adalah sejumlah lafal yang dapat dibaca seseorang untuk mendoakan kedua orang tuanya:

 رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا 

Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā rabbayānī shaghīrā. 

Artinya: Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil. 

Adapun berikut ini adalah doa permohonan ampunan yang diajukan kepada Allah untuk umat Islam secara umum dan khususnya kepada kedua orang tua, guru, mereka yang berjasa, dan mereka yang memiliki hak tertentu atas diri kita yang belum sempat terselesaikan karena beberapa hal. 

 اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْاَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا، خُصُوْصًا إِلَى آبَاءِنَا وَاُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَأَسَاتِذَتِنَا وَمُعَلِّمِيْنَا وَلِمَنْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا وَلِأَصْحَابِ الحُقُوْقِ عَلَيْنَا

Allāhummaghfir lil muslimīna wal muslimāt, wal mukminīna wal mukmināt, al-ahyā’i minhum wal amwāt, min masyāriqil ardhi ilā maghāribihā, barrihā wa bahrihā, khushūshan ilā ābā’inā, wa ummahātinā, wa ajdādinā, wa jaddārinā, wa asātidzatinā, wa mu‘allimīnā, wa li man ahsana ilainā, wa li ashhābil huquqi ‘alaynā. 

Artinya: Ya Allah, ampunilah mukminin, mukminat, muslimin, muslimat, yang masih hidup, yang telah wafat, yang tersebar dari timur hingga barat, di darat dan di laut, khususnya bapak, ibu, kakek, nenek, ustadz, guru, mereka yang telah berbuat baik terhadap kami, dan mereka yang masih memiliki hak terhadap kami. 

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul