Liputan6.com, Jakarta - Dalam ajaran Islam, disunnahkan membaca doa dan dzikir setelah sholat. Istiqamah dalam mengamalkan dzikir merupakan sebuah perintah yang sangat dianjurkan oleh syara’, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Jin ayat 16:
“Dan bahwasannya jika mereka tetap berjalan lurus (istiqamah) di atas jalan itu, maka sungguh kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).”
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi, terkadang seseorang yang hendak membaca dzikir setelah sholat, waktunya berbenturan dengan kesibukan yang dijalankannya, seperti deadline tugas atau pun kerjaan lainnya.
Hal tersebut dapat membuat seseorang menjadi tidak bisa berdzikir secara sempurna karena merasa tergesa-gesa. Lantas, dalam keadaan demikian, manakah yang harus ia pilih?
Apakah melanjutkan dzikir yang biasa dibacanya sampai selesai, atau beralih dan bergegas menuju kesibukan yang harus segera dituntaskan? Berikut penjelasannya merangkum dari laman NU Online.
Saksikan Video Pilihan ini:
Anjuran Dzikir Setelah Sholat
Konsep yang berlaku dalam dzikir adalah bahwa melaksanakan dzikir memang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu-waktu tertentu sekiranya seseorang bisa istiqamah untuk membacanya—setelah sholat, misalnya. Namun dzikir ini menjadi boleh untuk di-qadha ketika waktu yang biasa digunakan untuk membaca dzikir ternyata berbenturan dengan aktivitas lain yang dipandang lebih penting untuk dilakukan.
Hal ini dikarenakan pada aktivitas-aktivitas tertentu terkadang hanya bisa dilaksanakan pada saat itu saja dan ketika ditunda hasilnya menjadi tidak sempurna. Berbeda halnya dengan dzikir yang masih terdapat opsi untuk dilaksanakan di waktu yang lain dengan cara qadha’, yaitu membaca dzikir di waktu yang lain ketika dipandang aktivitasnya sudah lengang.
Aktivitas yang dapat membuat dzikir menjadi dianjurkan untuk di qadha’ misalnya seperti menerima tamu, bertemu dengan orang shalih, bertemu dengan keluarga serta aktivitas-aktivitas lain yang dipandang maslahatnya lebih besar untuk dilakukan seketika itu juga (setelah sholat) dibandingkan melanjutkan dzikir yang biasa ia baca setelah sholat.
Hal ini seperti yang ditegaskan dalam kitab al-Futuhat ar-Rabbaniyyat ala al-Adzkar an-Nawawiyyat:
“Pasal menjelaskan tentang keadaan yang baru datang bagi orang yang berdzikir. Disunnahkan bagi orang yang berdzikir untuk memutus dzikirnya dengan sebab datangnya keadaan-keadaan tertentu lalu kembali melanjutkan dzikirnya setelah selesainya. Keadaan-keadaan itu seperti ketika ada orang salam maka ia dianjurkan mendahulukan menjawab salam lalu kembali melanjutkan dzikir.
Advertisement
Dzikir bagi Orang yang Terburu-buru
“Begitu juga ketika mendengar orang yang bersin maka ia mesti membaca Yarhamukallah terlebih dahulu lalu melanjutkan dzikirnya, ketika mendengar orang yang khutbah, ketika mendengar orang yang azan maka ia menjawab azan dan iqamah terlebih dahulu lalu melanjutkan dzikirnya, ketika melihat perkara munkar maka ia hilangkan terlebih dahulu kemungkaran tersebut atau melihat terdapat perkara yang bagus (Amar Makruf) maka ia tunjukkan jalan menuju perkara yang bagus ini, atau ada orang yang minta petunjuk maka jawablah pertanyaannya lalu kembalilah melanjutkan dzikir. Begitu juga ketika dalam keadaan ngantuk berat atau hal yang sama dan dalam keadaan-keadaan yang menyerupai semua kondisi-kondisi di atas.”
“Maksud dari keadaan-keadaan yang menyerupai kondisi-kondisi di atas adalah setiap perbuatan penting yang baru datang sedangkan melaksanakan perbuatan ini akan mencegah untuk melanjutkan dzikir-dzikir yang penting. Adakalanya karena perbuatan ini akan hilang seiring berjalannya waktu atau karena besarnya dari faidah perbuatan ini dan banyaknya kemaslahatan yang terdapat di dalamnya seperti perbuatan amar ma'ruf nahi munkar dan perbuatan-perbuatan yang sama. Hal ini (memutus dzikir) berdasarkan bahwa sesungguhnya tujuan dzikir adalah membangun hati dengan menyebut Allah yang maha pengasih. Sedangkan menjalankan perintah-perintah-Nya merupakan sebagian dari maqam ini.”
“Maka ketika keutamaan syara’ lebih mendahulukan melaksanakan sholat, hendaknya ia melakukan shalat dan ketika keutamaan syara’ lebih mendahulukan berkumpul dengan para ulama’, orang-orang shalih, para tamu, keluarga dan memenuhi kebutuhan orang muslim dan mengobati hati orang yang putus asa atau hal yang sesamanya maka hendaknya ia melaksanakan hal yang lebih diutamakan di atas dan meninggalkan kebiasaan (wirid)-nya.” (Muhammad bin ‘Alan, al-Futuhat ar-Rabbaniyyat ala al-Adzkar an-Nawawiyyat, Hal. 154-155)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa bagi orang yang terburu-buru untuk melaksanakan aktivitas lain yang dipandang lebih penting, maka setelah melaksanakan sholat, ia dianjurkan untuk langsung melanjutkan aktivitasnya dan meninggalkan dzikir yang biasa ia baca, dengan niatan nantinya ketika kesibukannya telah mulai lengang maka ia mengqadha bacaan dzikir yang biasa ia baca setelah sholat, sehingga ia tetap bisa istiqamah membaca dzikir setelah sholat, meskipun di waktu yang berbeda. Wallahu a’lam.