Liputan6.com, Jakarta - Ketika Indonesia pertama kali merdeka, salah satu ancaman terbesar yang dihadapi bangsa ini adalah penyebaran paham ateisme.
Dalam sebuah pengajiannya, yang dikutip dari YouTube kanal @Menikmatihalal, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, mengungkapkan betapa seriusnya ancaman ini.
"Dulu ketika negara ini berdiri, semua tokoh agama bersepakat untuk menentang ateisme," ujarnya.
Advertisement
Menurut Gus Baha, pada masa itu, berbagai organisasi keagamaan, termasuk NU dan Perindo, bersatu padu dalam melawan paham ateis. Mereka menyadari betul bahaya yang dapat ditimbulkan oleh orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan.
"Bayangkan jika ada orang yang tidak bertuhan, misalnya mengajak berzina atau bahkan membunuh tanpa rasa takut akan dosa. Itu sangat mengerikan," katanya.
Gus Baha menekankan bahwa kepercayaan kepada Tuhan bukan hanya soal ritual ibadah, tetapi juga menjadi sistem moral yang menjaga tatanan sosial.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Kondisi Orang Percaya Tuhan Menurut Gus Baha
Orang yang bertuhan, menurutnya, memiliki banyak lapisan kontrol dalam dirinya, dari rasa takut kepada Tuhan hingga tekanan sosial. "Kalau tidak ada rasa takut kepada Tuhan, mungkin mereka hanya takut kepada polisi, itu pun kalau ketahuan," ujar Gus Baha dengan nada tegas.
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, lanjut Gus Baha, para tokoh agama memahami bahwa keimanan adalah fondasi yang kuat bagi bangsa.
Tanpa keimanan, masyarakat akan kehilangan arah dan moralitas, yang bisa berujung pada kehancuran sosial. "Itulah mengapa kita bersepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama," jelasnya.
Gus Baha juga menceritakan bagaimana para ulama pada masa itu bekerja keras untuk menyebarkan pemahaman keagamaan di kalangan masyarakat. Mereka ingin memastikan bahwa kepercayaan kepada Tuhan menjadi bagian integral dari kehidupan setiap warga negara.
"Ulama-ulama kita dulu itu betul-betul berjuang agar rakyat Indonesia ini tetap dalam koridor keimanan yang benar," kenangnya.
Ia juga menyoroti bagaimana peran agama dalam menjaga stabilitas moral di tengah masyarakat. Menurut Gus Baha, ketika seseorang takut kepada Tuhan, maka ia akan berpikir dua kali sebelum melakukan perbuatan yang merugikan orang lain.
Advertisement
Keimanan yang Mempersatukan
"Ini yang membuat masyarakat kita waktu itu tetap kondusif meskipun dalam kondisi yang serba sulit," kata dia.
Tidak hanya itu, Gus Baha juga menyinggung pentingnya pendidikan agama bagi generasi muda. "Jika anak-anak kita tidak diajarkan tentang Tuhan, maka akan sulit bagi mereka untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Itu yang membuat kita dulu sepakat untuk menentang paham ateis," ujarnya.
Gus Baha pun menyadari bahwa tantangan serupa masih ada hingga saat ini, meskipun dalam bentuk yang berbeda. "Sekarang mungkin bentuknya bukan lagi ateisme murni, tapi ada banyak paham yang mencoba menggoyahkan keimanan kita," katanya dengan penuh kekhawatiran.
Namun demikian, Gus Baha tetap optimis bahwa dengan kerja sama antara pemerintah dan tokoh agama, Indonesia akan mampu menghadapi tantangan ini. Ia menekankan pentingnya terus memperkuat nilai-nilai keagamaan di tengah masyarakat.
"Selama kita berpegang teguh pada agama, Insya Allah kita akan tetap kuat," ujarnya.
Gus Baha juga mengajak semua pihak untuk selalu waspada terhadap ancaman yang dapat merusak keimanan bangsa. "Mari kita terus menjaga keimanan kita dan generasi kita, karena ini adalah kunci untuk mempertahankan negeri ini," pungkasnya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa keimanan bukan hanya soal pribadi, tetapi juga merupakan kekuatan yang menjaga bangsa ini tetap berdiri kokoh. "Inilah yang harus kita pertahankan sebagai warisan para pendiri bangsa," tutup Gus Baha.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul