Sukses

Kisah Bung Karno Sowan ke Mbah Kholil Bangkalan sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, Didoakan hingga Kepalanya Diusap

Soekarno termasuk tokoh bangsa yang punya hubungan baik dengan para ulama atau kiai, salah satunya Syaikhona Kholil Bangkalan atau Mbah Kholil.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada Jumat, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta (sekarang Jalan Proklamasi No 1). Presiden Soekarno (Bung Karno) membacakan teks proklamasi kemerdekaan RI yang didampingi Mohammad Hatta.

Kini, setiap tanggal 17 Agustus masyarakat Indonesia dengan meriah dan penuh antusias memperingati hari kemerdekaan. Tahun ini, menjadi peringatan yang ke-79 setelah Indonesia merdeka.

Di balik kemerdekaan, ada banyak kisah perjuangan pahlawan yang rela berkorban demi bangsa. Keberanian mereka melawan para penjajah patut diteladani oleh generasi sekarang.

Dalam perjuangannya, tokoh-tokoh bangsa tidak berjalan sendiri. Mereka membutuhkan kalangan tokoh agama. 

Soekarno termasuk tokoh bangsa yang punya hubungan baik dengan para ulama atau kiai, salah satunya Syaikhona Kholil Bangkalan atau Mbah Kholil. 

Dalam suatu kisah, Bung Karno sowan ke Mbah Kholil dan ia didoakan hingga diusap kepalanya. Kunjungan Soekarno ke ulama Madura itu terjadi sebelum menjadi presiden pertama dan Indonesia belum merdeka. Simak kisahnya, dinukil dari laman Lirboyo.net.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Isyarat Soekarno jadi Orang Istimewa

Saat sowan tersebut, Bung Karno didoakan dan diusap kepalanya oleh Mbah Kholil. Usapan itu menjadi isyarat Mbah Kholil bahwa Bung Karno akan menjadi orang istimewa suatu hari nanti.

Pada waktu itu, apabila Mbah Kholil mengatakan atau melakukan sesuatu yang mengandung sebuah makna biasanya terdapat isyarat tertentu.

Ternyata benar, Bung Karno di kemudian hari menjadi salah satu pahlawan yang berperan besar dalam kemerdekaan Indonesia hingga akhirnya diangkat sebagai presiden pertama.

Kisah ini dikuatkan oleh pemerhati sejarah sekaligus penulis Jombang, Wiji Mulyo Maradianto atau akrab disapa Dian Sukarno. Ia menjelaskan, ketika Bung Karno dan KH Wahid Hasyim bertamu ke Mbah Kholil di Bangkalan, Mbah Kholil mengusap kepala Bung Karno dan menepuk pundak KH Wahid Hasyim.

“Dalam bahasa isyarat itu diartikan sebagai Bung Karno menjadi Presiden RI dan KH Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama RI waktu itu,” jelas Dian Sukarno penulis buku Candradimuka ‘Trilogi Spiritualitas Bung Karno’. Beliau mendapat cerita ini dari Gus Zaki.

3 dari 3 halaman

Didoakan Mbah Kholil

Dalam cerita lain, cucu Mbah Kholil mengatakan bahwa saat kakeknya masih hidup pernah didatangi oleh Bung Karno. Maksud kedatangan Bung Karno untuk meminta doa ke Mbah Kholil agar orangtuanya diberi kesehatan setelah sakit yang cukup lama.

Saat itu belum ada jembatan Suramadu, sehingga harus menaiki kapal untuk menyeberang Selat Madura. Sesampainya, Bung Karno mengutarakan maksud dan tujuannya.

"Mbah Kholil akhirnya ambilkan sebotol air, dibacakan doa. Lalu Bung Karno disuruh membawanya dan disuruh membuangkan air itu di tengah-tengah perjalannya melewati lautan," kata Kiai Zubair yang juga Pengasuh Pesantren Nurul Kholil, dikutip dari merdeka.com.

Bung Karno menuruti perintah Mbah Kholil, membuang airnya yang diperkirakan saat itu jam dua siang. Setibanya di rumah, orangtua Bung Karno telah meninggal.

"Dan beliau diberitahu juga, kalau orang tuanya meninggal jam dua. Berarti, tepat saat Bung Karno membuang air ke laut itu," tuturnya.

Dari kisah tersebut dapat diketahui bahwa seorang Soekarno memiliki hubungan yang baik dengan para ulama. Sinergitas itu bukan hanya kepada Mbah Kholil saja, tapi juga dengan banyak tokoh-tokoh kiai lainnya.

Termasuk juga adalah Hadratus Syekh KH Hasyim Asyari, KH. Mahrus Ali, dan KH Abdul Wahab Hasbullah.