Sukses

Jangan Takut jadi Generasi Sandwich, Buya Yahya Ungkap Kuncinya

Generasi sandwich merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seseorang dewasa harus menanggung hidup tiga generasi sekaligus.

Liputan6.com, Jakarta - Generasi sandwich merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seorang dewasa harus menanggung hidup tiga generasi sekaligus; orang tua, dirinya sendiri, dan anak-anaknya.

Kondisi ini dianalogikan seperti sebuah sandwich, di mana roti yang berada di atas dan di bawah melambangkan orang tua dan anak-anak, sedangkan isi sandwich seperti daging, mayonnaise, dan saus, melambangkan diri sendiri yang terjepit di antara dua tanggung jawab besar.

Fenomena ini sering menimbulkan tekanan emosional dan finansial bagi individu yang harus memikul beban hidup dua generasi selain dirinya sendiri.

KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang akrab dikenal sebagai Buya Yahya menekankan pentingnya iman dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, termasuk dalam konteks pernikahan dan tanggung jawab terhadap keluarga.

Dikutip dari kanal YouTube @buyayahyaofficial Sabtu (17/08), Buya Yahya memberikan pandangannya mengenai kekhawatiran yang sering kali muncul di masyarakat terkait fenomena generasi sandwich.

Buya Yahya menjelaskan bahwa tidak perlu takut jika dalam pernikahan seseorang harus menanggung beban finansial untuk anak dan orang tua sekaligus.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kuncinya Berserah Diri kepada Allah SWT

Menurutnya, ini justru menjadi kesempatan bagi seorang muslim untuk beramal dan mendapatkan pahala. "Kalau saya misalnya tiba-tiba punya anak lalu saya biayai anak saya, ibu saya saya biayai, Bukankah yang memberikan kekuatan saya adalah Allah? Saya beruntung dong saya bisa punya amal di saat saya menolong ibunda saya, Ayahanda saya," ujar Buya Yahya.

Ia juga mengingatkan bahwa dalam Islam, berbakti kepada orang tua adalah sebuah ibadah yang besar pahalanya. Seorang anak yang mampu menghormati dan membiayai orang tuanya, menurut Buya Yahya, telah melakukan sebuah amal yang sangat bernilai di sisi Allah.

"Kalau seorang anak bisa menghormati ibundanya, membiayai ibundanya, kan dia ngerti itu Bakti surga pahanya kan mudah senang," tambahnya.

Buya Yahya menegaskan bahwa semua masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab finansial dalam keluarga dapat diatasi dengan keimanan.

"Kenapa pusing lah kok mau berbakti kok bingung punya anak, takut karena dimakan sama anak, dimakan ibunya. Takut kan gak ada iman itu semuanya," tegasnya.

3 dari 3 halaman

Mau Generasi Apapun yang Penting Iman

Lebih lanjut, Buya Yahya menyatakan bahwa rasa takut untuk berbakti atau memiliki anak adalah cerminan dari kurangnya iman. Baginya, seorang muslim yang memiliki iman kuat tidak akan merasa takut, karena ia yakin bahwa Allah-lah yang akan memberikan kekuatan dan rezeki untuk menanggung beban tersebut.

Ia juga menekankan bahwa tidak ada dosa jika seseorang memang tidak mampu secara finansial. Menurutnya, yang penting adalah keimanan dan niat untuk berbakti. "Dan kalau seandainya kita tidak mampu, tidak dosa kok. Selesai dengan keimanan, Kenapa harus takut?" tuturnya.

Ceramah ini memberikan pesan mendalam bahwa dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam hal pernikahan dan tanggung jawab terhadap keluarga, iman harus selalu menjadi pegangan utama. Buya Yahya berharap agar umat Islam tidak mudah khawatir atau takut dalam menghadapi tantangan hidup.

Buya Yahya juga mengajak umat Islam untuk selalu bersyukur dan melihat setiap tantangan sebagai kesempatan untuk beramal. Dengan demikian, setiap kesulitan yang dihadapi dapat diubah menjadi ladang pahala yang akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dalam penutup ceramahnya, Buya Yahya mengingatkan kembali pentingnya iman dalam mengatasi rasa takut dan khawatir. Ia menegaskan bahwa selama seseorang memiliki iman, tidak ada alasan untuk merasa takut atau bingung dalam menjalani hidup.

Pesan dari Buya Yahya ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa iman adalah kunci utama dalam menghadapi setiap tantangan hidup, termasuk dalam pernikahan dan tanggung jawab keluarga.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Â