Sukses

3 Ayat Al-Qur'an yang Mengisyaratkan tentang Pentingnya Nasionalisme dan Cinta Tanah Air

Kumpulan ayat Al-Qur'an yang berisi ajakan untuk cinta tanah air dan menumbuhkan sikap nasionalisme sebagai warga negara yang baik.

Liputan6.com, Jakarta - Perayaan hari kemerdekaan hendaknya tidak hanya untuk bersenang-senang namun harus dimaknai dengan memperteguh jiwa nasionalisme. Nasionalisme dalam diri manusia merupakan hal yang sifatnya alamiah.

Selain untuk mengenang kembali jasa dan perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, momen proklamasi juga merupakan wujud dari cinta tanah air.

Islam selama ini telah mengajarkan umatnya untuk cinta tanah air. Jika ditelusuri, banyak ayat Al-Qur'an maupun hadis yang dimaknai sejumlah ulama sebagai ajaran untuk cinta tanah air.

Sikap ini tidak dilarang oleh agama, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran serta nilai-nilai Islam. Mengutip dari laman NU Online, berikut adalah 3 ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang pentingnya nasionalisme dalam konteks kebangsaan.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 4 halaman

1. QS Al-Qashash ayat 85

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

Artinya: "Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85).

Ada perbedaan pandangan di antara para mufassir dalam menafsirkan kata "ma'ad". Ada yang menafsirkan kata tersebut dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Makkah.

Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan bahwa ayat tersebut menyimpan petunjuk atau isyarat bahwa “Cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah saw (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah swt mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah). Sahabat Umar ra berkata, “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442).

3 dari 4 halaman

2. QS An-Nisa ayat 66

Ayat lain yang menjadi dalil nasionalisme menurut ulama yaitu Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat 66.

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِم أَنِ اقْتُلُوْا أَنْفُسَكم أَوِ أخرُجُوا مِن دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوْه إِلَّا قليلٌ منهم

Artinya: “Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ‘Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..." (QS. An-Nisa': 66).

Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan, bahwa ayat tersebut mengandung isyarat akan nasionalisme dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air.” (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal. 144).

Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan bahwa di dalam firman Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu”, terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta tanah air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Sebab, Allah swt menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding dengan bunuh diri.

Kedua hal tersebut, kata Syekh Wahbah, sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342).

4 dari 4 halaman

3. QS At-Taubah ayat 122

Ayat Al-Qur’an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS. At-Taubah ayat 122.

وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya: "Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya" (QS. At-Taubah: 122)

Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan ‘cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30).