Liputan6.com, Jakarta - Jumat merupakan hari yang mulia dalam Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
"Sebaik-baik hari di mana matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan dan pada hari itu dia dimasukkan ke dalam Surga. Pada hari itu dia diusir dari Surga. Dan hari Kiamat juga tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat" (HR. Muslim).
Ada banyak amalan sunnah yang dapat dikerjakan pada hari Jumat. Di antara banyaknya kesunnahan tersebut salah satunya adalah berangkat sholat Jumat lebih awal.
Advertisement
Baca Juga
Rasulullah SAW juga menganjurkan agar jamaah dapat berangkat menuju tempat sholat Jumat seawal mungkin. Anjuran ini berkaitan erat dengan prinsip agama yaitu bergegas dan berlomba-lomba dalam kebaikan tanpa menunda-nunda.
Terdapat 5 tingkatan orang berangkat sholat Jumat yang disebutkan oleh Nabi. Semakin awal berangkat, semakin tinggi pula pahala yang didapatkan. Berikut ulasannya mengutip dari laman NU Online.
Saksikan Video Pilihan ini:
5 Tingkatan Orang Berangkat Awal Sholat Jumat
Pertama, kelompok yang berangkat di jam pertama. Kelompok ini pahalanya seperti orang yang bersedekah unta.
Kedua, kelompok yang berangkat di jam kedua. Kelompok ini mendapat pahala layaknya orang yang bersedekah sapi.
Ketiga, kelompok yang berangkat di jam ketiga, kelompok ini mendapat pahala layaknya orang yang bersedekah seekor kambing yang bertanduk subur.
Keempat, kelompok yang berangkat di jam keempat, kelompok ini mendapat pahala seperti orang yang bersedekah seekor ayam jago.
Kelima, kelompok yang berangkat di jam kelima. kelompok ini mendapat pahala seperti orang yang bersedekah satu butir telur.
Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda:
“Barangsiapa yang mandi layaknya mandi janabah pada hari Jumat lalu ia berangkat di jam pertama, maka ia seperti bersedekah seekor unta. Barangsiapa berangkat di waktu yang kedua maka ia seperti bersedekah seekor sapi. Barangsiapa berangkat di waktu ketiga maka ia seperti bersedekah seekor domba yang bertanduk. Barangsiapa berangkat di waktu keempat, maka ia seperti bersedekah seekor ayam, dan barangsiapa berangkat di waktu kelima maka ia seperti bersedekah sebutir telur, maka ketika Imam keluar, hadirlah para malaikat seraya mendengarkan dzikir” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat Imam Nasai, kelompok yang datang di jam kelima mendapat pahala sedekah burung ushfur (emprit), dan jam keenam pahala sedekah telur.
Mengomentari hadis di atas, Syekh Mahfuzh al-Tarmasi mengutip ucapan al-Imam al-Nawawi sebagai berikut:
“Imam al-Nawawi berkata dalam hadits ini mengandung motivasi untuk berangkat awal dalam sholat Jumat dan derajat manusia dalam memperoleh keutamaan dalam Jumat ataupun yang lainnya sesuai dengan amaliyah mereka, dan hal ini termasuk dalam firman Allah subhanahu wata’ala “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa” (al-Syekh Muhammad Mahfuzh bin Abdillah al-Turmusi, Hasyiyah al-Turmusi, Dar al-Manhaj, juz 4 hal. 305).
Dari setiap kelompok di atas, pahalanya juga berbeda-beda. Misalnya di jam pertama, rentang waktunya misalnya 1 jam, semua yang berangkat Jumatan pada rentang waktu tersebut mendapat pahala sedekah unta, namun yang berangkat lebih awal dari mereka mendapat unta besar, yang di pertengahan mendapat unta sedang, yang di penghujung waktu tersebut mendapat unta lebih kecil” (Syekh Zakariyya al-Anshari, Fath al-Wahhab, juz 2, hal. 44).
Advertisement
Pendapat Ulama Lainnya
Ulama berbeda pendapat mengenai batas awal pembagian waktu sebagimana dalam hadits di atas. Menurut pendapat yang kuat di kalangan ashab Syafi’iyyah (murid Imam Syafi’i) dimulai sejak terbitnya fajar. Sementara menurut Imam al-Mawardi dimulai sejak terbitnya matahari. Syekh Zainuddin al-Iraqi mengutip dari ayahnya bahwa meski menurut pendapat yang kuat keutamaan berangkat Jumatan dimulai sejak terbitnya fajar, namun bukan termasuk amaliyyah kaum muslimin baik periode awal atau akhir. Menurutnya, berangkat Jumatan sejak subuh mengakibatkan batalnya wudhu dan tidak fokus dalam ibadah Jumat.
Syekh Zainuddin al-Iraqi menegaskan:
“Ashab kita berbeda pendapat dalam permulaan keutamaan berangkat Jumatan tersebut, terbitnya fajar atau matahari. Pendapat al-Ashah menurut mereka adalah terbitnya fajar. Berkata ayahku; namun bukan termasuk amaliyyah di beberapa masa Islam, dulu dan sekarang, pagi-pagi berangkat Jumatan sejak terbitnya fajar, hal tersebut panjang sekali waktunya, dapat menyebabkan batalnya bersuci dan melangkai pundak-pundak”.
“Imam al-Mawardi membenarkan bahwa bergegas berangkat Jumatan dimulai sejak terbitnya matahari, supaya waktu sebelum itu yaitu sejak terbitnya fajar adalah waktu mandi dan bersiap-siap. Al-Imam Ibnu Rif’ah berkata; Pendapat ini yang ditunjukan oleh ucapan Imam al-Syafi’i; mencukupi bagi seseorang mandi Jumat bila dilakukan setelah fajar” (Syekh Zainuddin Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi, Tharhu al-Tatsrib fi Syarh al-Taqrib, juz 3, hal. 171).
Anjuran berangkat Jumat awal tidak berlaku bagi khatib, baginya yang dianjurkan adalah mengakhirkan berangkat Jumatan setelah jamaah kumpul. Hal ini karena mengiikuti perilaku Nabi dan Khulafa al-Rasyidin. Syekh Zakariyya al-Anhsari berkata:
“Adapun Imam, disunnahkan baginya mengakhirkan keberangkatan sampai waktu khutbah, karena mengikuti Nabi dan para khalifahnya”. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Fath al-Wahhab, juz 2, hal. 45).
Dari semua uraian di atas sangat jelas bahwa jumatan lebih awal merupakan sebuah kesunnahan dan derajat orang akan berbeda sesuai kedatangannya, semakin awal, maka semakin ia memanen pahala.