Liputan6.com, Jakarta - Ustadz Das'ad Latif adalah dai kondang yang berasal dari Sulawesi Selatan. Dia dikenal dengan gaya ceramahnya yang ringan dan santai serta mudah dipahami oleh semua kalangan. Di samping sebagai pendakwah, Ustadz Das'ad Latif juga menjadi dosen di Universitas Hasanuddin Makassar.
Ustadz Das’ad termasuk dai yang sukses. Namun banyak yang belum tahu bagaimana perjuangannya hingga menjadi pendakwah yang dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Dalam YouTube Das'ad Latif, ia mengisahkan perjuangannya yang penuh haru saat mencari ilmu, perjuangan yang tidak semua orang mampu untuk melewatinya.
Advertisement
Baca Juga
Ia bercerita. Berawal dari lulus sekolah dasar, Ustadz Das’ad ingin melanjutkan pendidikannya di salah satu sekolah pesantren yang tergolong besar di daerahnya. Lalu mengutarakan keinginannya itu ke ayahnya. Namun sang ayah tidak menyanggupi karena saat itu biaya masuk sekolah pesantren lebih mahal daripada sekolah umum.
Karena ayahnya tidak bisa memenuhi keinginannya, akhirnya pria yang kini menjadi dai kondang itu masuk SMP yang lokasinya lebih dekat dengan rumah. Selesai menempuh pendidikan SMP, ia mencoba melupakan impiannya masuk ke sekolah pesantren dengan melanjutkan ke SMA di Makassar.
“Tamat SMA saya (ingin) kuliah di Unhas (Universitas Hasanuddin). (Tapi) tamat SMA ayah saya tidak mau kalau saya sekolah umum. Saya lulus di Sosial Politik (Sospol). Bapak saya bilang, ‘Apa itu sosial politik? Sekolah tukang tipu.’ Bapak saya taunya politik itu tukang tipu,” cerita Ustadz Das’ad sambil menahan air mata, dikutip Rabu (21/8/2024).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kuliah Sarjana di 2 Universitas Sekaligus
Ayah Ustadz Das’ad ingin anaknya kuliah mengambil jurusan Islam ketimbang lulus dari Prodi Sospol. Pada akhirnya, Ustadz Das’ad daftar ke IAIN Alaudin (kini UIN Alaudin). Awalnya dia berniat mengambil jurusan pendidikan agama agar menjadi guru agama.
“Takdir Allah, waktu itu belum pakai komputer orang daftar, pakai pensil. Yang saya lingkari peradilan agama. Jauh sekali kan, pendidikan agama dengan peradilan agama. Pendidikan agama di (Fakultas) Tarbiyah, peradilan agama di (Fakultas) Syariah. Lulus saya, wah kewalahan,” kata Ustadz Das’ad.
Sebetulnya, ketika ia mendaftar ke IAIN Alaudin, statusnya menjadi mahasiswa Unhas. Jadi, Ustadz Das’ad kuliah di dua perguruan tinggi, tapi yang Unhas dirahasiakan ke orang tuanya.
"Saya rahasiakan kalau saya kuliah rangkap, (tapi) ketahuan juga. Marah bapak saya. (Kata ayahnya), mana bisa kau sekolah dua? Satu saja orang setengah mati, apalagi dua tempat kuliahmu, nggak mungkin! Saya bilang, kasih saya waktu, dengan izin Allah, bisa selesai dua-duanya," cerita Ustadz Das'ad.
Advertisement
Telat Lulus Sarjana, Hampir Kena DO
Di Unhas, ia menyelesaikan kuliahnya selama 3 tahun 8 bulan, bahkan masuk golongan wisudawan terbaik, tapi di IAIN ia menyelesaikan kuliahnya selama 7 tahun dengan IP (Indeks Prestasi) 2,1.
“Dosen saya waktu itu, pembimbing saya namanya Ibu Nur Huda Nur. Dia bilang, capek sudah aku melihat mukamu. Tujuh tahun kuliah. Teman saya sudah selesai, saya masih babak belur, saya sudah mau di DO (drop out) waktu itu," kenang Ustadz Das'ad.
Ustadz Das’ad sudah mendapat surat DO dari Dekan Fakultas Syariah. Dekan tersebut seketika kaget karena yang bakal di-DO adalah seorang mahasiswa yang sering menulis di Harian Fajar.
“Saya selalu menulis rubrik opini. Di situ tertulis, penulis adalah mahasiswa pascasarjana Unhas. Saya bilang, iya saya (mahasiswa) pascasarjana di Unhas, S2. (Kata dekan) bagaimana caranya kan belum selesai? Saya bilang, saya sudah selesai di Unhas. Sebenarnya saya bukan gob***, cuma waktu saya kurang karena saya kuliah juga di Unhas,” kata Ustadz Das’ad.
Mendengar cerita itu, dekan tersebut terharu. Akhirnya dekan memberikan waktu untuk menyelesaikan hampir 20 mata kuliah yang tertinggal. Dia memberi waktu empat bulan untuk menyelesaikannya.
“Alhamdulillah selesai juga. Selesai S2 ambil lagi S3, diangkat jadi dosen, Alhamdulillah dengan izin Allah tanpa sekolah di pesantren bisa menjadi penceramah," ucap Ustadz Das'ad.
Pesan untuk Para Santri
Ustadz Das'ad kemudian mengingatkan kepada santri yang sekolah di pesantren agar selalu bersyukur kepada Allah dan memanfaatkan kesempatan itu semaksimal mungkin, raih cita-cita yang mulia di hadapan Allah SWT.
"Setiap saya melihat adik-adik sekolah di pondok, saya terharu, kalian harus bersyukur, tidak semua orang diberi nikmat oleh Allah seperti kalian," Ustadz Das'ad mengingatkan.
Advertisement