Liputan6.com, Jakarta - Mayarakat Indonesia beramai-ramai turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi sebagai respons terhadap seruan 'Peringatan Darurat'.
Kabarnya aksi ini dipicu sebagai bentuk protes atas polemik revisi UU Pilkada di parlemen. Hal ini kemudian dikecam sebagai tindakan inkonstitusional terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.
Sebagaimana yang kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Salah satu produk dari sistem demokrasi adalah legalnya demonstrasi.
Advertisement
Baca Juga
Namun, tindakan demonstrasi ini juga menuai beragam pendapat di kalangan ulama. Ada yang menyatakan haram, ada yang halal, dan sebagainya.
Lantas, bagaimanakah hukum demonstrasi dalam Islam? Begini penjelasannya menurut Gus Baha dikutip dari laman NU Online.
Â
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Demonstrasi dalam Islam
Gus Baha menjelaskan bahwa demonstrasi memiliki makna pokok berupa memperlihatkan. Dalam Islam sendiri hukum demonstrasi itu sangat fleksibel. Bisa boleh dan bisa berujung pada keharaman.
"Demonstrasi itu kan makna pokoknya itu memperlihatkan. Sehingga kan dalam Islam itu fleksibel. Asal itu tidak merugikan orang lain, tidak anarkis, tidak madharat bagi kelompok lain tentu boleh," jelas Gus Baha.
Kiai asli Kragan Rembang, Jawa Tengah ini melanjutkan, dalam negara demokrasi, warga negaranya sebaiknya menyuarakan aspirasinya. Jika tidak menyampaikan aspirasinya, itu malah bisa berujung pada kesalahan dalam bernegara.
"Bahkan kalau kita tidak menyuarakan, tentunya dengan cara-cara yang Islami ya, itu kita malah disalahkan, karena berarti kita tidak ikut bertanggung jawab terhadap proses bernegara. Tapi harus disuarakan secara konstitusional dan secara baik," tukasnya.
Advertisement
Perlu Kontrol untuk Segala Jenis Kekuatan
Mengutip surah Al-Baqarah ayat 251, Gus Baha menyatakan segala jenis kekuatan itu hendaknya ada yang mengontrolnya, dan bentuknya bisa bermacam-macam.
"Karena begini ya, di Al-Qur'an ada ayat 'wa laula daf'ullahin naasa ba'dlohum biba'dlin lafasadatil ardl (QS. Al-Baqarah: 251)'. Jadi kekuatan apapun itu harus dikontrol. Tentu kontrol itu macam-macam. Tapi saya ulangi lagi, jangan anarkis, jangan melakukan sesuatu yang kontra produktif," tegasnya.
Mengenai perbedaan pendapat tentang hukum melakukan demonstrasi, kiai yang juga Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengatakan bahwa perbedaan itu sudah biasa dalam fiqih.
"Kalau demo yang diharamkan oleh sebagian ulama itu adalah demo yang anarkis, sedangkan yang diperbolehkan itu maknanya yang tertib. Itu biasa di hukum fiqih," ungkapnya. "Artinya kalau demonstrasi itu dengan makna mengutarakan pendapat, dengan cara yang dijamin konstitusi, itu kan normal-normal saja dan tidak ada masalah. jadi saya rasa seperti itu," pungkasnya.