Sukses

Firasat KH Mahrus Ali Lirboyo soal Perilaku Unik Gus Miek yang Jarang Ngaji dan Suka Menaruh Kitab di Genting

Kisah Gus Miek mondok di Lirboyo, perilaku unik dan pandangan batiniah Kiai Mahrus Ali Lirboyo

Liputan6.com, Jakarta - KH Mahrus Ali, salah satu ulama besar dari Pondok Pesantren Lirboyo, dikenal memiliki pandangan batiniah yang tajam. Pandangan batiniah ini melebihi penglihatan lahiriah, yang hanya mampu melihat hal-hal fisik seperti warna dan bentuk.

Dengan pandangan batiniah, KH Mahrus Ali dapat melihat dan merasakan hal-hal yang berada di luar jangkauan mata fisik, termasuk peristiwa-peristiwa yang belum terjadi.

Syahdan, menjelang Ramadhan tiba, KH Mahrus Ali Lirboyo mengunjungi Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri. Kedatangannya kali ini memiliki tujuan khusus, yaitu menjemput Gus Miek, putra Kiai Jazuli, agar dipondokkan di Pesantren Lirboyo.

Dikutip dari kanal YouTube @karomahislam pada Sabtu (24/08/3034), Kiai Mahrus Ali memiliki firasat bahwa Gus Miek memiliki sesuatu yang istimewa, yang hanya bisa dilihat melalui mata batiniah.

Gus Miek mondok di Lirboyo sebanyak dua kali pada tahun yang sama, kira-kira terjadi pada tahun 1953. Namun, setiap kali mondok, Gus Miek hanya bertahan sebentar.

Kali pertama, Gus Miek hanya berada di pondok selama 16 hari sebelum akhirnya pulang dan tidak kembali ke Lirboyo. Meski demikian, dalam waktu singkat itu, perilaku Gus Miek di pondok ternyata cukup unik dan berbeda dari santri lainnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kebiasaan Gus Miek di Pondok Pesantren

Salah satu kebiasaan Gus Miek yang mencolok adalah sering menghindari guru-gurunya. Ketika waktu mengaji tiba, Gus Miek lebih sering tidur atau bahkan meletakkan kitabnya di atas genting.

Kebiasaan lain yang membuat heran adalah kecenderungan Gus Miek untuk lebih sering bepergian daripada tinggal di pondok. Semua ini membuat Gus Miek berbeda dari santri lain yang umumnya tekun dalam belajar.

Perilaku Gus Miek yang unik ini tidak hanya menimbulkan tanda tanya di kalangan para santri, tetapi juga di antara para pengasuh pondok.

Namun, Kiai Mahrus Ali, dengan pandangan batiniah yang tajam, tampaknya sudah memahami bahwa Gus Miek adalah sosok yang istimewa.

Ia mungkin melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain, sesuatu yang menjelaskan perilaku Gus Miek di pondok.

Kisah ini menjadi bukti bahwa hanya seorang Wali Allah yang bisa mengenali Wali Allah lainnya. Kiai Mahrus Ali, dengan pandangan batiniah yang tajam, mampu menembus sisi lain dari Gus Miek yang tidak terlihat oleh mata fisik.

3 dari 3 halaman

Kiai Mahrus Ali Sadar Perjalanan Spiritual Gus Miek

Kiai Mahrus Ali mungkin menyadari bahwa Gus Miek memiliki perjalanan spiritual yang berbeda, yang tidak bisa diukur dengan parameter-parameter yang biasa digunakan untuk menilai santri pada umumnya.

Meski Gus Miek tidak lama mondok di Lirboyo, kehadirannya tetap meninggalkan kesan mendalam, terutama bagi Kiai Mahrus Ali.

Pandangan batiniah Kiai Mahrus Ali tidak hanya menjadi sebuah keistimewaan, tetapi juga sebuah anugerah dari Allah SWT. Dengan pandangan ini, Kiai Mahrus Ali mampu melihat masa depan, merasakan peristiwa yang belum terjadi, dan mengenali kekuatan spiritual yang tersembunyi dalam diri seseorang.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa tidak semua hal dapat diukur dengan pandangan fisik semata. Ada dimensi lain yang hanya bisa dilihat dan dirasakan dengan mata batiniah, yang lebih tajam dan lebih dalam.

Pandangan batiniah ini bukan hanya tentang kemampuan untuk melihat yang tidak terlihat, tetapi juga tentang kebijaksanaan dalam memahami hal-hal yang lebih besar daripada yang tampak di permukaan.

Peristiwa ini juga menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa setiap individu memiliki jalan spiritualnya sendiri. Apa yang tampak aneh atau tidak biasa di mata manusia, mungkin memiliki makna yang lebih dalam di hadapan Allah SWT.

Seperti halnya Gus Miek, yang meskipun perilakunya di pondok berbeda dari santri lain, ternyata memiliki kedekatan spiritual yang sangat istimewa.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul