Sukses

Gus Baha Ungkap Nabi Adam Khilaf Gara-Gara Sangat Menghormati Allah, Kok Bisa?

Penyebab Nabi Adam As melanggar larangan Allah SWT bukan sebab kelalaiannya, namun justru karena sangat menghormati Allah SWT.

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu kisah yang sangat populer dan termaktub dalam Al-Qur’an ialah perihal Adam AS dan istrinya Siti Hawa melanggar larangan Allah SWT, yakni memakan buah khuldi.

Menurut Gus Baha penyebab dirinya lengah dan tergoda oleh Setan, sebab ada hal yang mendasar baginya hingga menyebabkan ia melakukan maksiat kepada Allah.

Meski demikian, menurut Gus Baha, maksiat atau khilaf yang dilakukan oleh Adam bukanlah terkategori maksiat yang menyebabkan dirinya hina.

Sebaliknya, justru menurut kiai asal Rembang ini maksiat Nabi Adam terkategori sebagai maksiatu al-mu’adzim, yakni maksiatnya orang yang sangat menghormati Allah.

“Maksiatu Adam itu maksiatu muadimin, maksiatnya orang yang sangat menghormati Allah. Jadi kalau kamu ingin jadi wali itu, pertama kamu harus berstatus al-madzim al-musabbih,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube @SudarnoPranoto, Sabtu (24/08/2024).

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Adam Tak Menyangka Iblis Bersumpah Atas Nama Allah tapi Bohong

Menerangkan perihal maksiat al-muadzam yang dilakukan oleh Adam AS dan istrinya disebabkan setan menggunakan kata qasam atau sumpah yang mengatasnamakan Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman Allah: 

وَقَاسَمَهُمَآ اِنِّيْ لَكُمَا لَمِنَ النّٰصِحِيْنَۙ 

Artinya: "Ia (setan) bersumpah kepada keduanya, "Sesungguhnya aku ini bagi kamu berdua benar-benar termasuk para pemberi nasihat." (QS Al A'raf: 21)

Atas dasar inilah, maka Nabi Adam tidak bisa membayangkan jikalau ada orang yang bersumpah atas nama Allah tapi berbohong. Sehingga pada akhirnya ia terbujuk rayu setan yang sebelumnya di tidak pernah tertarik dengan rayuan setan.

"Ternyata kata kuncinya begini kata tafsir Ibnu Katsir. Ini waqosamahuma inni lakumaa minan nasihiin, saya ini kan muridnya Mbah Maimoen, muridnya bapak, saya kan enggak kebayang orang pakai namanya Allah kemudian dusta," terangnya.

"Jadi Nabi Adam dirayu setan, kayak apa itu enggak pernah tertarik,enggak pernah tertarik tapi akhirnya setan bilang demi Allah bahwa saya menyuruh kamu makan buah khudi itu wallahi, terus Allah sudah merevisi larangan itu sekarang sudah bilang boleh,” sambungnya.

“Nah karena pakai wallahi, terus Allah bilang Adam sudah dinasehati kok tidak nurut, alasan apa?” terang Gus Baha.

“Demi kehormatanmu Ya Allah  saya tidak pernah mengira, hamba-Mu ada makhluk kemudian mencatut nama-Mu kok berbohong,” paparnya.

3 dari 3 halaman

Hikmah Kesalahan Adam Makan Buah Khuldi

Menukil NU Online, dari kekhilafan Adam dan istrinya Hawa, bisa dipetik hikmahnya sebagai berikut,

Pertama, berbuat salah adalah tabiat manusia. Terjerumusnya Adam dan Hawa dalam menerjang larangan Allah dengan memakan buah Khuldi adalah bukti bahwa kesalahan sudah menjadi tabiat manusia. Kesalahan itu tidak lepas dari godaan setan sebagaimana Adam dan Hawa dijerumuskan Iblis.

Kedua, sifat manusia menyukai jabatan dan keabadian. Kesalahan yang diberbuat Adam dan Hawa adalah karena godaan Iblis dengan iming-iming jabatan menjadi malaikat dan keabadian di surga. Jangan heran, jika sampai hari ini perebutan kursi jabatan menjadi hal lumrah. Selain itu, manusia juga menyukai keabadian. Buktinya, banyak manusia yang lebih memilih berumur panjang daripada umur pendek.

Ketiga, kesalahan Adam dan Hawa mendorong manusia untuk selalu bertawakal kepada Allah swt. Setelah tahu bahwa manusia tidak bisa lepas dari godaan setan untuk terjerumus dalam lembah maksiat, maka jalan satu-satunya adalah tetap bertawakal kepada Allah swt dan meminta perlindungan-Nya.

Keempat, menyegerakan diri untuk bertaubat. Begitu Adam dan Hawa sadar bahwa dirinya berdosa, segera mereka mengakui kesalahan dan meminta ampunan kepada Allah swt. Ini menjadi pelajaran bahwa ketika seseorang telah melalukan kesalahan, hendaknya ia segera bertaubat, meminta ampunan kepada Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw pernah bersabda, bahwa setiap manusia berpotensi salah, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul