Sukses

Genangan Air di Makam Tiba-Tiba Surut saat Jenazah KH Sahal Mahfudz hendak Dikuburkan, Kisah Karomah Wali

Sebagai ulama ahli fikih, KH Sahal Mahfudz diyanini banyak orang sebagai seorang waliyullah yang memiliki karomah.

Liputan6.com, Cilacap - Siapa yang tak mengenal KH. Sahal Mahfudz, sosok ulama kharismatik asal Pati, Jawa Tengah yang kondang sebagai ulama yang mumpuni dalam ilmu fikih.

Kepiawaiannya dalam masalah hukum Islam menjadikan beliau memiliki jabatan penting seperti pernah menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2000-2014 dan Rais ‘Aam PBNU periode 1999-2014.

Namun yang jarang diungkap ialah seputar kisah karomahnya. Padahal banyak orang yang meyakini beliau merupakan salah seorang waliyullah.

Berikut ini kisah karomah KH. Sahal Mahfudz yang berdasarkan riwayat disaksikan oleh banyak orang sebagaimana dikutip dari laman laduni.id.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Air Tiba-tiba Surut Dipemakamannya

Kiai Sahal wafat pada 24 Januari 2014 pada pukul 01.05 WIB dini hari di kediamannya, komplek Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen, Pati, Jawa Tengah dalam usia 78 tahun.

Beliau adalah seorang yang alim, salah satu karomah beliau adalah saat beliau wafat. Kisah ini diceritakan oleh KH. Mu’adz Thohir, pengasuh Pondok Pesantren Raudloh Al-Thohiriyyah Kajen, Margoyoso, Pati.

Kala itu, di saat makam beliau dalam proses penggalian, tiba-tiba saja banyak air yang keluar dari bawah tanah membanjiri liang lahat.

Salah satu penggali kubur lalu melaporkan kejadian aneh tersebut ke Mbah Mu’adz. Mendengar kejadian aneh yang terjadi pada makam Kiai Sahal, Mbah Mu’adz kemudian melaporkan ke Mbah Nafi’ Abdillah.

“Bagaimana? Aku punya papan jati berukuran 60 senti, ada dua buah,” kata Mbah Mu’adz.

Maksud hati, Mbah Mu’adz ingin membuatkan peti untuk Kiai Sahal karena kondisi makam yang dibanjiri air setinggi dada orang dewasa. Segala usaha telah dilakukan, bahkan pompa air sudah disiapkan, namun air tak kunjung surut.

Mbah Nafi’ lalu menenangkan Mbah Mu’adz dengan berkata, “Lha, ya memang (Kiai) Sahal itu sukanya begitu.”

Ketika jenazah tiba di lokasi pemakaman dan hendak dimasukkan ke liang lahat, sebuah kejadian aneh terjadi. Air yang membanjiri liang lahat Kiai Sahal tiba-tiba saja surut dan menghilang dengan cepat, seketika orang-orang berteriak takbir dan tasbih.

3 dari 3 halaman

Sekilas tentang KH. Sahal Mahfudz

Menukil laman resmi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Pati, Sahal Mahfudh dilahirkan pada 17 Desember 1937 di desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Beliau merupakan Anak ketiga dari enam bersaudara yang tumbuh besar di pusaran keluarga pesantren yang selama beberapa generasi memiliki tradisi "melahirkan" ulama. Kiai Sahal adalah putra K.H. Mahfud Salam, adik sepupu salah satu pendiri NU K.H. M. Bisri Syansuri.

Lahir di lingkungan santri membuat Sahal kecil terbiasa dengan didikan ala pesantren yang mengedepankan disiplin penguasaan ilmu-ilmu agama. KH. Sahal Mahfudz dididik oleh ayahnya yaitu KH. Mahfudz dan memiliki jalur nasab dengan Syekh Ahmad Mutamakkin, namun KH. Sahal Mahfudz sangat dipengaruhi oleh kekyainan pamannya sendiri, K.H. Abdullah Salam. Syekh Ahmad Mutamakkin sendiri termasuk salah seorang pejuang Islam yang gigih, seorang ahli hukum Islam (faqih) yang disegani, seorang guru besar agama dan lebih dari itu oleh pengikutnya dianggap sebagai salah seorang waliyullah. 

Setelah belajar di bawah asuhan kedua orang tuanya, Sahal muda beringsut ngangsu kawruh pada Kiai Muhajir di Pesantren Bendo, Kediri. Ia kemudian hijrah ke Sarang, Rembang, ngaji di bawah asuhan Kiai Zubair.

Setelah menuntaskan dahaga keilmuannya di Sarang, Sahal melanjutkan petualangan intelektual ke Saudi Arabia. Di sana, ia bertemu langsung dengan Syaikh Yasin bin Isa Al-Fadani, ulama kharismatik yang menjadi guru bagi banyak kiai dari Indonesia.

Tidak seperti ulama-ulama pesantren yang kebanyakan berdakwah melalui ceramah dan pengajian, Kiai Sahal adalah sosok yang memilih tulisan sebagai wahana untuk menguarkan gagasan sekaligus sebagai media perjuangan. Ia memilih "jalan sunyi".

Pada sebuah kolomnya berhulu “Kiai Pencari Mutiara” yang termuat dalam Melawan Melalui Lelucon (2007), Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengatakan bahwa Kiai Sahal adalah sosok yang jago dalam bidang fikih sejak usia muda. Kiai Sahal kerap—kalau tidak dikatakan selalu—menjadi rujukan tempat bertanya yang acap kali menjelma sosok pemecah kebuntuan dalam forum-forum pembahasan masalah fikih (bahtsul masail) di lingkungan NU dan pesantren (hlm. 86).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul