Liputan6.com, Jakarta - Sunan Kalijaga, merupakan waliyullah yang tergabung dalam anggota dewan Walisongo. Memiliki nama Raden Said dan pada masa muda berjuluk Brandal Lokajaya.
Beliau dikenal sebagai wali yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Selain menjadi Ulama ia juga menjadi penasihat keraton, seniman, dan arsitek yang ulung.
Sunan Kalijaga dikenal dengan kebijaksanaannya dalam menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa, memiliki banyak cerita yang hingga kini terus dibicarakan.
Advertisement
Salah satu kisah menarik yang sering diceritakan adalah keahliannya dalam seni budaya Jawa dan kejadian luar biasa yang dialaminya di Cirebon.
Sunan Kalijaga telah mendalami berbagai ilmu agama Islam sejak kecil. Hal ini tidak terlepas dari ajaran sang ayah, Adipati Tuban, yang juga seorang Muslim.
Tidak hanya mendalami ajaran Islam, Sunan Kalijaga juga mempelajari adat istiadat Jawa hingga menjadi ahli dalam berbagai bentuk kesenian tradisional.
Seperti yang dikutip dari kanal YouTube @Ceritaislami836 pada Minggu (25/8/2024), Sunan Kalijaga dikenal mahir dalam memainkan gamelan, melakonkan wayang, menciptakan kidung, hingga menguasai seni tari.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Dua Masjid Peninggalan Sunan Kalijaga
Keahliannya dalam kesenian ini membuatnya menjadi tokoh yang sangat dihormati dan mampu mendekatkan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa melalui budaya lokal.
Sunan Kalijaga juga tercatat sebagai tokoh yang berperan penting dalam pembangunan beberapa masjid besar di Jawa. Ia adalah sosok yang merancang Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak, dua masjid yang menjadi pusat penyebaran Islam di Tanah Jawa pada masanya.
Karya arsitektur ini menunjukkan kecintaannya pada Islam dan kemampuannya untuk memadukan unsur budaya lokal dengan ajaran agama.
Selain keahliannya dalam seni dan arsitektur, Sunan Kalijaga juga dikenal dengan kisah luar biasa yang terjadi di Cirebon.
Dikisahkan, suatu ketika Sunan Kalijaga menyamar menjadi seorang santri tua yang dikenal dengan nama Kiai Marbot. Saat berada di Cirebon, ia diminta menjadi imam sholat Jumat oleh Panembahan Ratu, penguasa setempat.
Namun, saat diminta menjadi imam, Kiai Marbot justru terdiam seperti patung dan tidak melakukan apapun. Tingkahnya ini membuat Panembahan Ratu marah dan menganggapnya telah menistakan agama.
Â
Advertisement
Kiai Marbot Dapat Hukuman Dilempat Bara Api
Sebagai hukuman, Panembahan Ratu memerintahkan agar Kiai Marbot dilemparkan ke atas bara api yang besar.
Ajaibnya, dengan izin Allah Ta'ala, tubuh Kiai Marbot tidak terbakar sedikitpun. Bara api yang seharusnya mematikan justru tidak mempan membakar tubuhnya.
Peristiwa ini mengejutkan semua orang yang menyaksikan dan menimbulkan rasa penasaran di kalangan mereka.
Setelah diselidiki lebih lanjut, terungkap bahwa Kiai Marbot tersebut tidak lain adalah Sunan Kalijaga yang sedang menyamar.
Penyamaran dan peristiwa ini semakin menguatkan keyakinan masyarakat Cirebon akan kewalian Sunan Kalijaga dan kekuatan spiritualnya yang luar biasa.
Kisah kebal api ini tidak hanya menunjukkan kekuatan iman Sunan Kalijaga, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa Allah SWT melindungi hamba-hamba-Nya yang saleh.
Peristiwa ini kemudian menjadi legenda yang diwariskan dari generasi ke generasi di Cirebon dan daerah-daerah lainnya di Jawa.
Selain itu, cerita ini juga menjadi salah satu dari banyak kisah yang mengukuhkan posisi Sunan Kalijaga sebagai salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Keahliannya dalam mengintegrasikan seni budaya Jawa dengan ajaran Islam membuatnya dihormati tidak hanya sebagai ulama, tetapi juga sebagai budayawan.
Hingga kini, jejak Sunan Kalijaga masih dapat dilihat dalam berbagai aspek budaya Jawa, termasuk dalam seni pertunjukan dan tradisi masyarakat.
Warisannya dalam menyebarkan Islam dengan cara yang lembut dan bijaksana terus dikenang dan dihormati oleh masyarakat luas.
Wallahu a'lam, hanya Allah yang Maha Mengetahui segala rahasia di balik peristiwa ini. Namun, kisah Sunan Kalijaga tetap menjadi inspirasi bagi umat Islam di Indonesia, menunjukkan bagaimana kekuatan iman dan kebijaksanaan dapat menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul