Sukses

Kisah Malaikat Munkar dan Nakir Mati Kutu saat Bertanya ke Rabiah al-Adawiyah, Diceritakan Gus Baha

Rabiah al-Adawiyah tiba-tiba menangis mendengar pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir

Liputan6.com, Cilacap - Kiai nyentrik yang merupakan ulama ahli Al-Qur’an asal kota yang berjuluk The Cola of Java, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) membeberkan kisah unik seputar Rabiah al-Adawiyah dan Malaikat Munkar dan Nakir.

Gus Baha mengisahkan Rabiah al-Adawiyah menangis gara-gara pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.

“Saat ditanya malaikat Munkar dan Nakir justru ia (Rabiah al-Adawiyah--pen) menangis,” tutur Gus Baha mengawali kisahnya sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Short @alqalbumutayyam89, Jumat (30/08/2024).

“Munkar Nakir bingung,” sambungnya menerangkan tingkah kedua malaikat itu.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Menangis Bukan karena Takut

Menangisnya Sang waliyullah perempuan yang lekat dengan dunia tasawuf ini bukan sebab takut menghadapi pertanyaan-pertanyaan kedua malaikat ini.

Namun yang menyebabkan beliau menangis justru karena kedua malaikat ini menanyakan sesuatu yang sudah sangat jelas yakni pertanyaan tentang siapa Tuhanmu?

“Ketika menangis Rabiah al-Adawiyah berkata: “Gusti hamba-Mu itu kok tidak diajarkan. Masa iya Engkau Dzat yang Paling Jelas kok ditanyakan, Siapa Tuhanmu?” terang Gus Baha.

“Hendaknya Engkau ajari dia,” kata Rabiah al-Adawiyah sebagaimana dituturkan Gus Baha.

Rabi'ah al-Adawiyah sangat menyayangkan ada hamba Allah yakni kedua malaikat ini yang memberikan pertanyaan yang sudah sangat jelas jawabannya. Hal ini tentu saja membuat Rabi'ah sangat sedih hingga tak kuasa menahan air matanya.

“Allah disuruh mengajari Malaikat Munkar dan Nakir sebab menanyakan Dzat yang sudah jelas,” jelas Gus Baha.

“Jadi menangis dia, “Gusti, kok ada hamba-Mu yang seperti ini?” sambungnya.

“Hal yang sudah jelas kok ditanyakan. Bikin mati kutu malaikat, begitulah wali,” tandasnya.

3 dari 3 halaman

Sekilas tentang Rabiah al-Adawiyah

Merangkum NU Online, Rabiah al-Adawiyah diperkirakan lahir pada 713-717 M atau 95-99 H di Kota Basrah. Ia adalah ibu dari para sufi besar setelahnya. Pandangan-pandangan spiritualnya terus hidup di kalangan sufi selanjutnya. Ulama yang menaruh hormat kepadanya antara lain adalah Sufyan At-Tsauri, Al-Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Syaqiq Al-Balkhi.

Rabiatul Adawiyah ahli ibadah perempuan yang kerap menangis dan bersedih karena ingat akan kekurangan-kekurangan dirinya di hadapan Allah. Jika mendengar keterangan perihal neraka, Rabiah jatuh tak sadarkan diri untuk beberapa saat. Rabiatul Adawiyah dapat dikategorikan sebagai khawashul khawash dalam tingkatan Imam Al-Ghazali atau superistimewa, tingkat tertinggi setelah tingkat orang kebanyakan (awam) dan tingkat orang istimewa (khawash).

Kalau kebanyakan orang beristighfar atau meminta ampunan Allah atas dosa, Rabiah beristighfar untuk ibadah yang tidak sempurna. Rabiah menganggap ibadahnya penuh kekurangan baik secara lahiriyah-formal maupun batin-spiritual karena masih tercampur niat-niat yang kurang tulus dan segala penyakit batin yang menyertai ibadah tersebut.

Memasuki usia ke-80, fisiknya melemah. Tubuhnya begitu kurus sehingga hampir-hampir jatuh ketika berjalan. Tempat sujud Rabiah persis seperti tempat genangan air. Tempat sujudnya selalu basah dengan air mata.

Rabiah wafat sekitar tahun 801 M atau 185 H. Ia wafat pada usia 83 tahun. Rabiah ingin memastikan kafan pembungkus jenazahnya berasal dari harta yang jelas. Oleh karena itu, ia telah menyiapkan jauh-jauh hari kain kafan yang kelak membungkus jenazahnya. Ia semasa hidup meletakkan kain kafan itu di depannya, tepatnya di tempat sujudnya. 

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul