Sukses

Sindiran Buya Yahya untuk Ustadz yang Suka Memaki, Bisa jadi Biasa Dicaci Istrinya

Buya Yahya sindir ustadz yang sering caci maki: mungkin di rumah dimaki istri.

Liputan6.com, Jakarta - Buya Yahya menyindir para ustadz yang sering mencaci maki di podium dengan mengatakan bahwa kebiasaan tersebut bisa jadi juga terjadi di rumah mereka, seperti dicaci maki oleh istri mereka.

Ia menegaskan bahwa sering mencaci maki di depan umum mungkin mencerminkan kebiasaan yang sama dalam kehidupan pribadi mereka.

Sindiran ini bertujuan untuk mengingatkan bahwa akhlak baik seharusnya diterapkan secara konsisten, baik di hadapan publik maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pemilik nama lengkap KH Yahya Zainul Ma'arif menyampaikan kritik tajam terhadap fenomena ustadz yang sering mencaci maki di atas mimbar, karena kegelisahannya.

Buya Yahya menekankan bahwa sikap kasar dan suka mencaci bukanlah sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang ustadz atau pemimpin agama.

Dalam ceramah yang diunggah di kanal YouTube @Risalahkata yang dikutip pada Minggu (01/09), Buya Yahya menyampaikan bahwa seorang ustadz yang terbiasa mencaci maki di mimbar, kemungkinan besar juga biasa dicaci maki oleh istrinya di rumah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Pentingnya Punya Hati Lembut

"Punya hati yang lembut itu penting. Apakah ada yang bahagia kalau suami suka mencaci maki? Kalau ustadz yang biasa ribut di mimbar, kalau ada yang mengintip rumah tangganya, biasa caci maki itu, cuma gak ketahuan saja," ujarnya.

Buya Yahya menambahkan bahwa hobi mencaci maki adalah sesuatu yang telah diajarkan oleh iblis melalui berbagai kegiatan sehari-hari. "Caci maki ini sudah diajarkan oleh iblis melalui bermacam-macam kegiatan. Hari ini kita sudah biasa diajari caci maki," katanya.

Ia mencontohkan bagaimana pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota, bahkan kepala desa sering diwarnai dengan caci maki dan perpecahan.

Menurut Buya Yahya, kebiasaan mencaci maki ini bukan hanya terjadi dalam urusan politik, tetapi juga merambah ke kehidupan beragama.

"Pemilihan ketua masjid, berantem juga. Ini umat Nabi Muhammad yang aneh ini," tambahnya dengan nada prihatin.

Ia menyayangkan bagaimana urusan yang seharusnya menjadi sarana mempererat silaturahmi justru menjadi ajang permusuhan.

Lebih lanjut, Buya Yahya menegaskan bahwa tidak ada ajaran agama yang membenarkan sikap mencaci maki, apalagi menjadikannya sebagai sebuah ilmu yang harus disebarkan.

 

3 dari 3 halaman

Tidak Ada Ajaran Caci Maki

"Mana ada caci maki diajarkan? Mulai kapan caci maki menjadi ilmu yang harus disebarkan?" tanya Buya Yahya, mengajak jamaah untuk merenung.

Ia menekankan bahwa menanamkan kebencian dan permusuhan antar-kelompok bukanlah tugas seorang Muslim. "Menanamkan kebencian, kadang kelompok harus bermusuhan dengan kelompok ini, na'udzubillah," ujarnya.

Buya Yahya mengingatkan bahwa tugas utama seorang Muslim adalah mempertemukan hati, bukan memecah belahnya.

Buya Yahya juga menyoroti fenomena di mana sebagian orang, termasuk para pemuka agama, terjebak dalam kebiasaan buruk ini.

"Anda harus keluar dari wilayah yang mencelakakan itu," tegasnya, mengingatkan bahwa seorang Muslim harus senantiasa berupaya menjauhkan diri dari perilaku yang dapat menjerumuskan ke dalam dosa.

Buya Yahya berharap agar para ustadz dan pemimpin agama lebih bijak dalam menyampaikan dakwah, dan senantiasa menjaga kelembutan hati dalam menghadapi jamaahnya.

"Tugas Anda adalah mempertemukan hati, bukan memecah belah hati," pungkasnya.

Buya Yahya juga mengajak umat Islam untuk selalu berusaha memiliki hati yang lembut, serta menjadikan agama sebagai sarana untuk menyatukan, bukan memecah belah.

"Kita semua harus menjadi agen perdamaian, bukan agen perpecahan," tutupnya, memberikan pesan yang kuat bagi umat Islam agar senantiasa menjaga akhlak dalam setiap aspek kehidupan.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Â