Sukses

Gus Baha Berpesan Jangan Terlena Kenikmatan Dunia, Akibatnya Bisa Begini

Menjaga keseimbangan ini berarti tidak hanya fokus pada pencapaian materi dan kesenangan duniawi, tetapi juga memperhatikan amal ibadah, etika, dan tujuan akhirat.

Liputan6.com, Jakarta - Keseimbangan antara dunia dan akhirat sangat penting dalam kehidupan seorang muslim, karena memberikan arah yang jelas dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Menjaga keseimbangan ini berarti tidak hanya fokus pada pencapaian materi dan kenikmatan dunia, tetapi juga memerhatikan amal ibadah, etika, dan tujuan akhirat.

Dengan demikian, seorang muslim dapat mencapai kesuksesan di dunia sambil mempersiapkan diri untuk kehidupan yang abadi di akhirat, menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh berkah.

Dalam sebuah ceramah yang diunggah di kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, mengungkapkan pandangannya tentang pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.

Gus Baha menekankan bahwa terlalu sering kita menghabiskan waktu dan energi untuk mengejar kenikmatan duniawi, tanpa mempertimbangkan kehidupan setelah mati.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Gus Baha Contohkan Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW

Dalam video tersebut, Gus Baha mengkritik sikap sebagian komunitas yang terlalu fokus pada kenikmatan dunia. "Bahwa banyak orang yang mengabaikan tanggung jawab spiritualnya demi mengejar kesenangan sementara di dunia," katanya.

Gus Baha menekankan bahwa hal ini bisa berdampak negatif pada kehidupan akhirat seseorang.

Gus Baha mengingatkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengalami keadaan yang sangat sederhana. Dalam penjelasannya, Gus Baha menuturkan bahwa selama tiga hari berturut-turut, Nabi Muhammad hanya makan kurma dan air putih.

"Beliau bahkan tidak memakan roti selama periode tersebut. Ini menunjukkan betapa sederhananya kehidupan yang dijalani oleh Rasulullah, meskipun beliau adalah seorang pemimpin dan teladan umat," ujarnya.

Selama masa tersebut, sahabat Nabi yang baik hati menyembelih seekor kambing sebagai bentuk perhatian. Namun, ketika daging kambing tersebut dihidangkan kepada Nabi, beliau hanya makan setengah piring.

Hal ini menunjukkan sikap sederhana Nabi yang tidak mengutamakan kenikmatan duniawi berlebihan.

Ketika ditanya oleh sahabatnya mengenai alasannya berhenti makan setelah hanya memakan setengah piring, Rasulullah menjelaskan bahwa beliau tidak merasa perlu makan lebih banyak.

Beliau menunjukkan kepatuhan dan kesederhanaan dalam gaya hidupnya, bahkan ketika memiliki kesempatan untuk menikmati lebih banyak makanan.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Baha juga menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW sering kali membaca ayat Al-Qur'an yang menekankan pentingnya tanggung jawab atas kenikmatan dunia.

 

3 dari 3 halaman

Pelajaran yang Bisa Diambil

Beliau mengutip ayat: "ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ" (Summa latusalunna yaumaiżin 'anin-na'īm), yang berarti "Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)."

Ayat tersebut mengingatkan umat Islam bahwa segala kenikmatan dan kesenangan duniawi tidak boleh membuat mereka lalai dari tanggung jawab spiritual.

Kita akan ditanya tentang bagaimana kita memanfaatkan nikmat yang diberikan Allah di dunia ketika kita menghadapi hari akhir.

Gus Baha menekankan bahwa penting bagi umat Islam untuk memiliki keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan spiritual.

Gus Baha mengajak semua orang untuk tidak hanya fokus pada kesenangan duniawi, tetapi juga harus memikirkan kehidupan setelah mati dan bagaimana cara memanfaatkan nikmat dunia dengan cara yang benar.

Pernyataan Gus Baha ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi banyak orang untuk lebih bijaksana dalam menikmati kenikmatan dunia. Dengan mengingat kehidupan sederhana Nabi Muhammad, umat Islam diharapkan dapat lebih bersyukur dan tidak terlalu terobsesi dengan kesenangan duniawi.

Gus Baha juga mengingatkan agar umat Islam tidak terlena dengan kenikmatan dunia yang bersifat sementara. Ia mengajak setiap individu untuk merenungkan hakikat kehidupan dan bagaimana mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang kekal.

Sebagai penutup, Gus Baha berharap agar umat Islam dapat mengambil pelajaran dari hidup Rasulullah dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, diharapkan kita semua bisa lebih sadar dan bijaksana dalam mengejar kenikmatan duniawi tanpa melupakan tanggung jawab akhirat.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul