Liputan6.com, Jakarta - Maulud dan Maulid adalah dua istilah yang sering digunakan dalam konteks perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi mereka memiliki perbedaan dalam penggunaan dan konteksnya.
Maulid adalah istilah yang umum digunakan dalam bahasa Arab untuk merujuk pada perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi Islam, Maulid biasanya diperingati pada tanggal 12 Rabi'ul Awal, bulan ketiga dalam kalender Hijriyah.
Perayaan Maulid melibatkan berbagai kegiatan, seperti ceramah, pembacaan puisi, dan doa bersama, untuk menghormati dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad.
Advertisement
Maulud, di sisi lain, adalah bentuk yang lebih spesifik dalam penggunaan bahasa Indonesia. Istilah ini sering kali digunakan dalam konteks budaya dan tradisi lokal di Indonesia.
Meskipun fungsinya serupa dengan Maulid, yaitu untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, cara pelaksanaannya dapat berbeda dan lebih dipengaruhi oleh tradisi setempat.
Perbedaan utama antara Maulid dan Maulud terletak pada penggunaan istilah dan konteks budaya. Maulid lebih banyak digunakan dalam konteks internasional dan bahasa Arab, sedangkan Maulud lebih sering ditemukan dalam konteks lokal di Indonesia. Meskipun begitu, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menghormati dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Mempelajari Sirah Nabi Muhammad SAW Layaknya Membakar Kayu
Mengutip Bincangsyariah.com, Prof Quraish Shihab mengatakan, mempelajari sirah Nabi Muhammad SAW itu seperti membakar kayu. Kenapa kayu? Ada kayu yang Anda bakar asapnya menyesakkan hidup, tapi ada kayu yang Anda bakar aromanya sangat harum. Demikian jika Anda bicara tentang tokoh lain bisa jadi menyesakkan, tapi kalau kita bicara tentang Nabi Muhammad aromanya sangat harum.
Kita sering mendengar bahwa uraian itu dimulai pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi. Kata Quraish Shihab ini tidak benar. Sebab, sejak masa sahabat membicarakan nabi sudah terjadi, bahkan sebelum kelahirannya sudah dibicarakan, bahwa akan ada sosok yang bernama “Muhammad”, terlepas atau tidak rayakan namanya.
Secara khusus, umat Islam mulai membicarakan dan membahas tentang maulid sejak mereka mempelajari al-Qur’an. Misalnya di dalam al-Qur’an ada ayat yang berbicara tentang peperangan nabi dan lainnya.
Tentu saja, kata Quraish Shihab ini masuk maulid. Dengan kata lain, tidak benar kalau dikatakan baru mulai pada masa Shalahuddin. Boleh jadi, resmi negara baru dimulai waktu itu.
Sekurang-kurangnya, ada tiga sumber yang kita bisa memperoleh mengenai informasi menyangkut maulid. Pertama dari al-Qur’an. Kita tahu dari al-Qur’an bahwa nabi itu yatim. Kedua, nabi sendiri (nabi yang menceritakan sendiri).
Misalnya, nabi yang menceriterakan bahwa saya itu dulu pengembala. Nabi dulu pernah ditanya kenapa kamu puasa hari Senin? Karena saya lahir senin. Ketiga, sumber riwayat selain yang bersumber dari nabi, atau analisa-analisa yang dikemukakan berkaitan dengan nabi.
Dahulu kala tidak banyak hiburan dan sekarang banyak hiburan. Salah satu hiburannya orang dulu adalah mendengar dongeng atau cerita. Itu sebabnya, dalam masyarakat lahir apa yang dinamai tukang cerita “qashashshiin”.
Advertisement
Begini Penjelasan tentang Maulud dan Maulid
Demikian juga masyarakat dulu tidak sekritis masyarakat sekarang. Hal-hal yang luar biasa sangat menyenangkan untuk diceritakan. Misalnya, Syekh Muhammad Abduh, ada riwayat tentang arti Surat Al-Kautsar ayat 1. Allah SWT berfirman:
اِنَّاۤ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ
Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.” (QS. Al-Kausar [108]: 1).
Ada riwayat mengatakan bahwa kautsar itu sungai di surga. Ia punya pasir berlian. Kata Syekh Muhammad “Saya tidak percaya ini.” Lalu mereka memprotes. “Hei ini sudah banyak yang cerita.” Syekh Muhammad menjawab, “Iya banyak, karena mereka keasyikan mendengarnya, tapi tidak teliti.” Sama, misalnya ada cerita bahwa di Pondok ini ada sosok hantu, dan itu tersebar ke mana-mana. Padahal itu semuanya bohong.
Dengan demikian, Quraish Shihab menjelaskan perbedaan antara “maulid” dan “maulud”. “Maulud” mengacu pada seseorang yang dilahirkan, yaitu anak, sementara “maulid” merujuk pada tempat atau waktu kelahiran. Kata “maulud” dapat digunakan untuk merujuk kepada sosok Nabi Muhammad, sedangkan “maulid” berkaitan dengan peristiwa atau informasi seputar kelahiran Nabi.
Lebih lanjut, pembahasan mengenai perjalanan hidup Nabi Muhammad sering disebut “sirah”. Menurut Quraish Shihab, jika yang dibahas adalah sosok Nabi, maka itu disebut “maulud”, tetapi jika yang dibahas adalah segala hal tentang perjalanan hidupnya, itu adalah “maulid”.
Prof Quraish juga menegaskan bahwa pembicaraan tentang Maulid Nabi sudah dimulai sejak masa sahabat, bahkan sebelum Nabi lahir, bukan baru pada zaman Shalahuddin Al-Ayyubi.
Jadi, maulud adalah yang menjadi anak. Sosoknya adalah maulud. Dengan demikian, kata Quraish Shihab, kita bisa berbicara tentang maulud secara tidak langsung kita berbicara tentang sosok Nabi Muhammad SAW.
Penulis: Nugroho Purbo / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul