Sukses

Sudah Tahu Penyebab Kikir? Naudzubillah, Ini Penjelasan Gus Baha

Pandangan bahwa hidup ini akan lama mendorong seseorang untuk menumpuk kekayaan tanpa batas. Mereka khawatir bahwa mereka akan kekurangan di masa depan.

Liputan6.com, Jakarta - Kikir atau pelit adalah sifat enggan berbagi atau memberikan apa yang dimiliki, terutama ketika orang lain sangat membutuhkan.

Seseorang yang kikir cenderung lebih mementingkan harta benda dan kekayaannya tanpa mempertimbangkan kewajiban sosial atau moral untuk membantu sesama.

Dalam salah satu video yang dikutip di kanal YouTube @MimipChannel, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, menjelaskan bahwa sikap kikir pada seseorang sering kali muncul karena kesalahan dalam cara berpikir.

Menurutnya, banyak orang menjadi kikir karena merasa bahwa hidup ini akan berlangsung lama dan uang adalah hal yang paling penting.

Gus Baha menjelaskan bahwa mindset atau cara berpikir seseorang memiliki pengaruh besar terhadap perilakunya.

“Orang menjadi kikir karena menganggap hidup ini akan berlangsung lama, dan uang itu sangat penting. Padahal, kedua anggapan ini perlu kita pertanyakan kembali,” ujarnya.

Menurut Gus Baha, pandangan bahwa hidup ini akan lama mendorong seseorang untuk menumpuk kekayaan tanpa batas. Mereka khawatir bahwa mereka akan kekurangan di masa depan.

“Saat seseorang merasa hidup akan berlangsung lama, mereka cenderung fokus pada pengumpulan harta, seolah-olah mereka akan hidup selamanya,” tambahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pentingnya Mindset Berbagi

Ia juga menyoroti anggapan tentang pentingnya uang yang kerap kali membuat seseorang enggan untuk berbagi.

“Uang memang penting, tapi jika kita terlalu memprioritaskan uang dalam hidup, kita bisa menjadi terlalu pelit. Uang bukanlah segalanya, ada hal-hal lain yang lebih berharga, seperti kebaikan dan sedekah,” jelas Gus Baha.

Lebih lanjut, Gus Baha menekankan pentingnya memiliki mindset yang benar tentang hidup dan rezeki. Dia mengajak agar umat Islam lebih bersyukur dan tidak terlalu khawatir tentang masa depan.

“Rezeki sudah diatur oleh Allah. Jika kita percaya akan hal itu, maka kita tidak akan menjadi kikir dan akan lebih mudah berbagi dengan orang lain,” katanya.

Kebalikan dari kikir adalah dermawan. Seseorang yang dermawan memiliki sifat suka memberi, berbagi, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Orang dermawan memandang harta sebagai amanah yang perlu dimanfaatkan untuk kebaikan bersama, bukan hanya untuk kepentingan pribadi.

Sementara mengutip Muhammadiyah.or.id, banyak hadis dan ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang sifat dan keutamaan-keutamaan kedermawanan, serta akibat dari kekikiran. Mari kita cermati salah satu hadits berikut:

السَّخِيُّ قَرِيْبٌ مِنَ اللهِ، قَرِيْبٌ مِنَ النَّاسِ، قَرِيْبٌ مِنَ الْجَنَّةِ بَعِيْدٌ مِنَ النَّارِ، وَالْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ، بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ، بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ، قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ، وَالْجَاهِلُ السَّخِيُّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ عَابِدٍ بِخَيْلٍ. – رواه الترمذى

“Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang dermawan lebih disukai Allah daripada ahli ibadah yang kikir” [HR. Tirmidzi].

Hadits tersebut membedakan keistimewaan para dermawan dan keburukan orang-orang yang kikir. Perbedaan ini berhubungan langsung dengan kedudukan mereka di hadapan Allah SWT, beserta konsekuensi kehidupannya masing-masing, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak.

Secara tersirat, hadits tersebut mengandung perintah kepada kita untuk menjadi dermawan dan menjauhi kekikiran.

Masih mengenai perintah serta keutamaan lain dari berderma. Di dalam suatu hadis disebutkan:

ذُبُّوْا عَنْ اَعْرَاضِكُمْ بِأَمْوَالِكُمْ. – رواه الخطيب

“Lindungilah kehormatan kalian dengan harta benda kalian” [HR. al-Khathib].

Kedermawanan ternyata juga merupakan upaya menjaga kehormatan diri. Kehormatan diri memang harus dijaga, termasuk dari kemungkinan adanya harta haram yang kita belanjakan.

 

3 dari 3 halaman

Awas Harta Benda jadi Haram

Harta menjadi haram apabila di dalam harta yang kita peroleh terdapat hak orang lain, tetapi semua dibelanjakan untuk kepentingan diri dan keluarga. Harta haram inilah yang menodai dan merusak kehormatan seorang muslim. Hubungan kedermawanan dengan menjaga kehormatan diri seseorang sesungguhnya terletak pada sikap kasih sayang yang ditunjukkan dengan keikhlasan berbagi dengan orang lain.

Orang yang menjaga kehormatan diri tidak mungkin berkata: “masak setelah susah payah mengumpulkan harta, aku harus membaginya dengan orang lain. Enak saja…”

Berbeda dengan orang yang memahami pentingnya makna kehormatan diri. Dia akan berkata: “tidak mungkin aku bersikap kikir dan memakan harta yang bukan hakku. Tidak mungkin! Malah, aku harus menunjukkan kepedulian dan berbagi kepada sesama, terutama kepada orang-orang lemah, karena mereka adalah saudaraku seiman.”

Pernyataan orang yang memahami pentingnya makna kehormatan diri di atas sesungguhnya sejalan dengan firman Allah SWT dan hadis Rasulullah SAW. Dalam QS. al-Hujurat ayat 10, Allah berfirman “sesungguhnya kaum mukminin itu adalah bersaudara.”

Sedangkan, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda: “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim)….”

Banyak orang kikir karena mereka takut hartanya berkurang. Tidak sedikit di antara mereka yang bahkan takut berderma karena akan menjadi miskin. Padahal anggapan ini sebenarnya bersumber dari bisikan dan tipu daya setan. Allah SWT berfirman:

ٱلشَّيۡطَـٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُڪُم بِٱلۡفَحۡشَآءِ‌ۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةً۬ مِّنۡهُ وَفَضۡلاً۬‌ۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬

“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui” [QS. al-Baqarah: 268].

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.