Liputan6.com, Jakarta - Ghibah, atau membicarakan keburukan orang lain di belakang mereka, merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudara sendiri, sebuah tindakan yang sangat tercela (QS. Al-Hujurat: 12).
Larangan ini berlaku karena ghibah merusak kehormatan dan hubungan antar sesama, serta menimbulkan fitnah dan permusuhan. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga lidah dan berkata baik atau diam jika tidak ada hal yang baik untuk disampaikan.
Selain berdampak negatif pada orang yang dibicarakan, ghibah juga merugikan diri sendiri karena mengurangi pahala dan dapat menyebabkan dosa besar.
Advertisement
Dalam ceramah yang disampaikan oleh Ustadz Hanan Attaki dan dikutip dari kanal YouTube @Almuinu, ia membahas tentang konsep ghibah dalam Islam.
Ghibah, yang dalam bahasa umum diartikan sebagai menggunjing atau membicarakan keburukan orang lain, dikenal luas sebagai perbuatan yang dilarang dalam agama. Namun, Ustadz Hanan Attaki menjelaskan bahwa ada kondisi tertentu di mana ghibah diperbolehkan.
Menurut Ustadz Hanan Attaki, ghibah yang diperbolehkan adalah ketika ada kemungkaran yang membahayakan orang lain.
"Ada ghibah yang dibolehkan, yaitu ketika ghibah itu terkait dengan kemungkaran yang bisa membahayakan orang lain," jelasnya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Apa Tujuan Ghibah Diperbolehkan
Hal ini bertujuan untuk melindungi individu atau kelompok dari bahaya yang mungkin timbul akibat perbuatan orang yang dibicarakan.
Salah satu contoh ghibah yang dibolehkan adalah membicarakan keburukan seseorang yang sifatnya merugikan banyak pihak, seperti perusahaan atau teman-teman di sekitarnya.
Dalam hal ini, ghibah dimaksudkan untuk mengingatkan atau memberikan peringatan kepada orang lain agar tidak menjadi korban dari tindakan tersebut.
Ustadz Hanan Attaki menegaskan, dalam kondisi ini, ghibah dibolehkan selama tidak berlebihan. "Ghibah itu boleh selama tidak berlebihan," ujar Ustadz Hanan.
Berlebihan yang dimaksud adalah ketika pembicaraan keburukan seseorang melampaui batas atau mengarah kepada hal-hal yang tidak relevan dengan kemungkaran yang dibicarakan.
Ia juga menjelaskan bahwa batasan ghibah yang diperbolehkan adalah hanya diucapkan kepada orang-orang yang memang membutuhkan informasi tersebut.
"Porsinya hanya untuk orang yang mendengarnya dan memang membutuhkan," ungkap Ustadz Hanan. Dengan kata lain, pembicaraan ini tidak disebarluaskan ke orang yang tidak berkepentingan.
Ghibah yang diperbolehkan ini juga memiliki tujuan positif, yaitu untuk mencegah kemungkaran dan melindungi orang lain dari dampak negatif.
Advertisement
Ghibah untuk Kebaikan
Dalam Islam, menjaga keamanan dan kesejahteraan umat merupakan salah satu tujuan yang diutamakan, sehingga ghibah dalam konteks ini dapat dipandang sebagai bentuk peringatan.
Namun, Ustadz Hanan Attaki menekankan bahwa meskipun ghibah dibolehkan dalam situasi tertentu, umat Islam harus tetap berhati-hati dan menjaga niat.
Tujuan utama ghibah yang diperbolehkan adalah untuk kebaikan, bukan untuk menjatuhkan atau merendahkan seseorang. Oleh karena itu, niat dan tujuan ghibah harus selalu jelas dan berlandaskan pada kemaslahatan.
Lebih lanjut, Ustadz Hanan Attaki memberikan contoh nyata situasi di mana ghibah bisa diperbolehkan. Misalnya, jika ada seseorang di tempat kerja yang melakukan tindakan yang merugikan perusahaan atau rekan kerja, membicarakan hal tersebut kepada atasan untuk mencari solusi dianggap sebagai ghibah yang diperbolehkan.
Selain itu, dalam lingkup pertemanan, jika ada teman yang memiliki kebiasaan buruk yang bisa membahayakan teman-teman lain, memperingatkan orang-orang di sekitarnya agar waspada juga dianggap sebagai ghibah yang dibolehkan.
"Jika kemungkaran tersebut mengancam keamanan atau kesejahteraan orang lain, maka kita wajib memperingatkan," jelas Ustadz Hanan.
Ustadz Hanan Attaki juga mengingatkan bahwa meskipun ghibah dibolehkan dalam situasi tertentu, tetap ada batasan yang harus dijaga.
Tidak semua hal buruk tentang seseorang perlu dibicarakan, hanya hal-hal yang benar-benar relevan dan penting yang perlu diungkapkan.
Sebagai penutup, Ustadz Hanan Attaki menekankan pentingnya untuk selalu bijaksana dalam menggunakan ghibah, meskipun dalam konteks yang dibolehkan.
Ia mengingatkan agar umat Islam tidak sembarangan menggunakan kesempatan ini untuk membicarakan keburukan orang lain tanpa alasan yang kuat dan bermanfaat bagi banyak orang.
Dalam ceramah tersebut, Ustadz Hanan Attaki memberikan pemahaman baru tentang ghibah yang sering kali dianggap sebagai perbuatan tercela dalam segala keadaan.
Namun, melalui penjelasan ini, umat Islam diajak untuk lebih memahami situasi-situasi tertentu di mana ghibah menjadi sebuah hal yang diperbolehkan untuk menjaga kemaslahatan bersama.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul