Sukses

Kisah Menyentuh Abu Qasim al-Junaidi Mengalah kepada Keturunan Nabi walau Menanggung Malu, Diangkat jadi Wali

Kisah seorang pegulat tangguh yang diangkat menjadi waliyullah karena mengalah kepada keturunan Nabi SAW walau harus menanggung malu

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu wali yang namanya tersohor ialah Abu Qasim al-Junaidi. Sebelum dirinya diangkat menjadi seorang wali, ia adalah seorang pegulat tangguh yang tak terkalahkan di Baghdad.

Semua orang-orang Baghdad sangat gentar saat mendengar nama Abul Qasim. Beliau juga sangat ditakuti lawan-lawannya. Ketika beradu gulat dengan Abul Qasim dipastikan semuanya kalah mengenaskan.

Saking tangguhnya, sang raja pada waktu itu pun kagum kepadanya hingga membuat sayembara. Isi sayembara itu yakni siapa saja yang dapat mengalahkan Abul Qasim maka akan diberikan hadiah yang sangat banyak.

Sayembara itu akhirnya terdengar oleh seseorang yang sudah tua dan berniat mengikuti sayembara itu dengan harapan bisa mengalahkan Abul Qasim dan mendapatkan hadiah dari raja.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Lelaki Tua Berani Menghadapi Abu Qasim al-Junaidi

Menukil NU Online, lelaki tua itu adalah seorang keturunan Rasulullah Muhammad sallallahu 'alaihi wasalam yang hidupnya begitu memprihatinkan.

Sudah beberapa hari terakhir, keluarganya tak makan. Usianya juga sudah cukup tua, kira-kira 65 tahun. Namun, hal itu tak menciutkan nyalinya untuk mengikuti sayembara melawan Abul Qasim. Karena ia memiliki cara tersendiri.

Hari pertarungan telah tiba. Hingga saat itu, anehnya tidak ada seorang pun yang berani mendaftar melawan Abul Qasim. Maklum, seluruh penduduk kota sudah mengerti kehebatan Abul Qasim dalam bergulat.

Mereka lebih memilih nyawa mereka daripada harus mati konyol demi memimpikan hadiah sayembara dari raja. Berbeda dengan lelaki dzurriyah rasul itu, ia tak gentar sama sekali. Demi keluarga yang sudah beberapa hari tak makan, ia rela mengorbankan nyawanya.

3 dari 4 halaman

Abu Qasim Mengalah pada Lelaki Tua

Hari pertarungan telah tiba. Hingga saat itu, anehnya tidak ada seorang pun yang berani mendaftar melawan Abul Qasim. Maklum, seluruh penduduk kota sudah mengerti kehebatan Abul Qasim dalam bergulat.

Mereka lebih memilih nyawa mereka daripada harus mati konyol demi memimpikan hadiah sayembara dari raja. Berbeda dengan lelaki dzurriyah rasul itu, ia tak gentar sama sekali.

Demi keluarga yang sudah beberapa hari tak makan, ia rela mengorbankan nyawanya. Saat ia mulai beradu pandang dengan Abul Qasim, saat melakukan penghormatan salam sebelum bertarung ia berbisik kepada Abul Qasim:

"Wahai Abul Qasim, aku tahu bahwa engkau adalah pegulat terhebat di kota ini. dan aku pun yakin bahwa aku tak akan mampu mengalahkanmu. Namun, tahukah engkau mengapa aku berani bertarung denganmu. Aku adalah cucu Rasulullah, namun kelurgaku sedang tertimpa kesusahan.

Sudah beberapa hari terakhir aku dan kelurgaku tak mampu makan. Maka dari itu, aku memohon kepadamu agar engkau bersedia berlagak kalah hingga akhirnya hadiah sayembara itu ku dapat dan kelurgaku dapat makan.”

Mendengarnya, Abul Qasim begitu prihatin. Ternyata ada juga keturunan Rasulullah yang seperti itu. Akhirnya, dengan niatan memuliakan anak-cucu Rasulullah, ia turuti permohonan lelaki itu.

Dan benar, lelaki tersebut sukses memenangkan sayembara dan kemudian membawa pulang hadiahnya untuk keluarga.

4 dari 4 halaman

Abul Qasim Diangkat Menjadi Wali

Sedang Abul Qasim harus menanggung malu bahwa pegulat terhebat di kota itu telah dikalahkan hanya dengan pukulan lelaki tua usia 65 tahun.

Tapi hal itu tak membuat hati Abul Qasim kecewa sedikit pun. Ia justru bersyukur sudah dapat membantu cucu Nabi.

Meskipun orang-orang sekota menghujatnya karena memang tidak tahu dan Abul Qasim pun merasa hal ini tidak perlu diberitahukan. Hingga suatu malam yang indah, Abul Qasim bermimpi ditemui oleh seorang lelaki yang ketampanannya tak dapat tergambarkan oleh kata-kata.

Ia begitu penuh dengan cahaya. Namun, keteduhan wajahnya dan kewibawaannya tak membuat mata silau melihat pancaran cahaya dari dalam manusia terbaik sepanjang masa.

Ya, ternyata ia adalah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaih wasallam. Dalam mimpinya itu, sang rasul berkata pada Abul Qasim bahwa mulai malam itu ia diangkat oleh Allah derajatnya menjadi waliyullah, kekasih Alah.

Bukan karena kekuatannya, melainkan karena ia telah rela menolong dzurriyah rasul, anak-cucu keturunan sang utusan terkasih Allah, Muhammad sallallahu 'alaihi wasalam.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul