Liputan6.com, Jakarta - Pertengahan tahun 1999, kelompok Forum Demokrasi (Fordem) mengadakan rapat untuk mengganti KH Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur, sebagai pimpinan Fordem.
Anggota Fordem mengeluh karena merasa Gus Dur tidak fokus pada organisasi dan lebih memprioritaskan partainya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Singkat cerita, sebelum diminta untuk mundur, Gus Dur terlebih dahulu menyatakan niatnya untuk mundur dari posisinya.
Advertisement
Hal ini terjadi setelah Gus Dur menerima isyarat yang mengindikasikan bahwa posisinya di Fordem tidak lagi aman.
"Lagi pula, kemarin saya didatangi Mbah Hasyim (KH Hasyim Asy'ari) yang memberitahu bahwa bulan Oktober ini saya akan jadi presiden, jadi tidak bisa terus di Fordem," kata Gus Dur seperti yang dikutip dari akun YouTube @karomahislam.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Pernyataan Gus Dur Diragukan, tapi Jadi Kenyataan
Sontak pernyataan tersebut mengundang tawa di kalangan anggota Fordem. Meski banyak yang tertawa, ada juga yang menganggap serius ungkapan Gus Dur.
Namun, tak sedikit pula yang berpikir bahwa pernyataannya itu mencerminkan kondisi mentalnya yang sedang terganggu. Pada saat itu, nama Gus Dur sendiri belum muncul sebagai calon presiden.
Menariknya, meskipun sempat dianggap tidak serius, apa yang diungkapkan Gus Dur ternyata terbukti.
Pada bulan Oktober 1999, Gus Dur resmi dilantik sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia. Kisah ini menunjukkan bagaimana prediksi Gus Dur menjadi kenyataan, meski saat itu banyak yang meragukan.
KH Abdurrahman Wahid lahir di Jombang pada 7 September 1940. Selama hidupnya, ia dikenal sebagai tokoh yang berperan penting dalam sejarah politik Indonesia, serta sebagai salah satu ulama terkemuka. Gus Dur meninggal dunia di Jakarta pada 30 Desember 2009, pada usia 69 tahun.
Sepanjang karier politiknya, Gus Dur dikenal dengan pemikiran progresif dan kebijakannya yang sering kali kontroversial.
Meskipun masa jabatannya hanya berlangsung selama sekitar dua tahun, ia meninggalkan warisan yang mendalam bagi bangsa ini.
Advertisement
Sosok yang Menginspirasi
Keberanian Gus Dur dalam mengungkapkan pendapatnya dan keyakinan akan takdirnya menunjukkan karakter uniknya sebagai pemimpin.
Bahkan dalam situasi yang sulit, ia tetap bisa melihat ke depan dengan optimisme yang tinggi.
Kisah pertemuan Gus Dur dengan Mbah Hasyim ini juga menggambarkan betapa pentingnya hubungan antara generasi ulama yang lebih tua dengan pemimpin muda, meski beda alam.
Mbah Hasyim, sebagai salah satu tokoh kunci Nahdlatul Ulama, memberikan dorongan yang tidak ternilai bagi Gus Dur dalam menjalani langkah politiknya.
Gus Dur tak hanya dikenal sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai sosok yang mencintai masyarakat. Ia sering kali terjun langsung ke lapangan, mendengarkan aspirasi rakyat, dan berupaya untuk menerjemahkan suara mereka ke dalam kebijakan yang berdampak.
Setelah meninggalkan Fordem, Gus Dur terus berkarya dan berjuang untuk kemajuan bangsa. Ia mampu menyatukan berbagai elemen masyarakat, termasuk yang berbeda pandangan politik, untuk bersatu demi Indonesia yang lebih baik.
Cerita ini bukan hanya menjadi bagian dari sejarah Gus Dur, tetapi juga menggambarkan perjalanan politik Indonesia yang terus berkembang. Dengan karisma dan kepemimpinannya, Gus Dur menjadi simbol bagi banyak orang yang menginginkan perubahan.
Gus Dur meninggalkan kita dengan banyak kenangan dan inspirasi. Kisahnya sepatutnya menjadi pelajaran bagi generasi mendatang tentang pentingnya keyakinan dan keberanian untuk bermimpi besar, meskipun terkadang dianggap tidak mungkin oleh orang lain.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul