Sukses

Cerita Gus Baha Sangat Menyesal jadi Kiai Besar, Alasannya Kocak tapi Menohok

Gus Baha ungkap penyesalam mendalam menjadi seorang kiai gede atau kiai besar

Liputan6.com, Cilacap - Kiai nyentrik yang merupakan murid kebanggaan Mbah Moen yakni KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) membahas penyesalan ketika menjadi seorang kiai gede.

Secara sederhana, kiai gede kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya kiai besar, yakni seorang kiai yang tingkat popularitasnya telah diketahui oleh masyarakat luas.

Menurut ulama yang berpenampilan sederhana ini, menjadi kiai gede bukan merupakan suatu kebanggaan, melainkan jika ditelisik lebih mendalam terkandung penyesalan.

Gus Baha menerangkan hal ini dengan bahasa yang santai dan kocak, namun di balik itu semua kita tidak mengingkari bahwa yang dikemukakan Gus Baha ini memang benar adanya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Begini Penyesalan Gus Baha jadi Kiai Besar

Gus Baha menerangkan bahwa penyesalan menjadi kiai gede itu hanya satu yakni saat kiai-kiai kecil yang tinggal di desa-desa dan tempat pedalaman mampu membangun masjid.

Sementara kiai gede seperti dirinya justru malah dikasih uang saku dari kas masjid yang didirikan para kiai kecil ini.

“Jadi kiai gede paling menyesal itu hanya satu, kiai-kiai kecil itu di daerah-daerah tertinggal itu mendirikan masjid,” katanya sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Short @Pengaosangusbaha, Selasa (01/10/2024).

“Kiai gede seperti saya ini kalau diundang di masjid justru dikasih uang saku dari kas masjid,” sambungnya.

Gus Baha mengatakan hal inilah yang membuat dirinya sangat menyesal. Kiai kecil mampu mendirikan masjid, dirinya hanya bisa demikian.

“Itu saya menyesal beneran. Kiai kecil, melarat menjadi muassis (pendiri masjid), yang kiai gede seperti saya justru disangoni dengan kas masjid,”.

3 dari 3 halaman

Sekilas tentang Hakikat Kiai Besar dan Kiai Kecil

Menukil NU Online, terkadang ada fenomena seorang kiai, karena ia hanya mengelola mushala kecil reot dilabeli sebagai kiai kecil. Sedangkan kiai yang menjabat secara struktural di ormas besar distempel sebagai kiai besar yang top, hanya gara-gara jabatan yang ia sandang.

Ternyata di akhirat yang besar hanya jadi kulit saja. Sedang yang kiai kecil tadi malah bisa kasih syafa’at. “Sayangnya, kiai atau ulama di akhirat diperbolehkan dendam. Sehingga ia tidak mau kasih syafaat kepada orang yang menganggapnya sebagai kecil di dunia. Padahal ia menjadi orang besar di mata Allah.” Demikian penjelasan Gus Baha’.

Makanya, lanjut Gus Baha’, jangan suka melabeli ulama sebagai kiai kecil, tapi ia besar menurut Allah. Dan seperti ini banyak terjadi.

رُبَّ أَشْعَثَ، مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ

Artinya: "Banyak orang yang rambutnya semrawut, (compang-samping), ditolak masuk ke pintu-pintu masyarakat (karena dianggap remeh), namun orang itu jika bersumpah atas nama Allah, pasti Allah mengabulkan permintaannya.” (HR Muslim: 2622)

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul