Sukses

Pesan Menohok Gus Baha bagi yang sok Banggakan Garis Keturunan, Besok di Kuburan Nasab Tidak Penting

Gus Baha menjelaskan bahwa di alam kubur, pertanyaan malaikat tidak akan berfokus pada siapa bapak seseorang, melainkan siapa nabi yang mereka ikuti. Begini Jawabanya.

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3iA) Narukan Rembang, kembali memberikan ceramah yang menggugah hati banyak pendengarnya.

Dalam ceramah tersebut, Gus Baha menyentuh tema mengenai makna sejati kehidupan setelah mati dan pentingnya hubungan spiritual dengan Allah SWT dibandingkan dengan status sosial dan keturunan.

Ceramah tersebut dikutip dari kanal YouTube @kalamufid, di mana Gus Baha menekankan bahwa garis keturunan atau nasab seseorang tidak akan memiliki arti ketika seseorang telah berpindah ke alam kubur.

"Dulu yang namanya dzuriah, sampean tenang saja, nasab sampean gak kalah dengan kita. Tapi nanti setelah di kuburan itu, gus-gus itu enggak penting semua," ucap Gus Baha, mengingatkan bahwa yang paling penting adalah hubungan dengan Allah, bukan nasab.

Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa di alam kubur, pertanyaan malaikat tidak akan berfokus pada siapa bapak seseorang, melainkan siapa nabi yang mereka ikuti.

"Kalau ditanya bapak kamu siapa, jawabannya nabi siapa? Ibrahim," ungkap Gus Baha.

Ia ingin menyampaikan bahwa dalam kehidupan setelah mati, setiap orang akan merujuk pada keteladanan Nabi Ibrahim sebagai bapak spiritual, bukan pada status keturunan di dunia.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kita Sudah Diberi Kunci Surga

Dalam ceramah tersebut, Gus Baha menekankan bahwa yang paling penting adalah menjadi pemuja Allah yang serius dan mendalam, bukan sekadar melakukan ibadah secara rutin tanpa pemahaman yang kuat.

"Saya ini pemuja Allah yang serius," tegasnya, seraya menyebutkan bahwa pemahaman agama yang mendalam harus diiringi dengan rasa takut dan kecintaan yang tulus kepada Allah.

Gus Baha juga menggambarkan bagaimana ia sering menangis ketika membaca kitab-kitab agama, terutama saat membaca kalimat tauhid seperti "Lailahaillallah".

Menurutnya, kunci surga sudah ada di tangan umat Islam dengan kalimat tersebut, dan seseorang yang memegang kunci surga seharusnya tidak layak masuk neraka.

"Wong kunci kok dikasihkan kita ini, masuk neraka enggak pantes, gak bawa kuncinya kok masuk," jelasnya, menggambarkan betapa pentingnya memegang kunci surga dalam bentuk tauhid yang benar.

Ia juga mengingatkan bahwa umat Islam sudah diberikan kunci surga, yaitu kalimat tauhid, yang seharusnya menjamin tempat di surga.

3 dari 3 halaman

Aneh Kalau Kita sampai Masuk Neraka, Kita Gak Tahu Kuncinya

Namun, jika seseorang masih tersesat hingga masuk neraka, hal itu dianggap sebagai sesuatu yang sangat aneh. "Aneh kalau kamu masuk neraka itu, aneh. Coba kita pegang kunci surga apa kunci neraka?" tanya Gus Baha, seolah memotivasi umat untuk lebih serius dalam menjaga keimanan dan amalan mereka.

Gus Baha menekankan bahwa kalimat tauhid tidak hanya diucapkan sebagai rutinitas, tetapi harus benar-benar dimaknai dalam hati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ia mengajak umat Islam untuk lebih dalam lagi memahami makna dari kalimat tauhid tersebut, agar bisa benar-benar menjadi bekal untuk kehidupan setelah mati. "Lailahaillallah, itu kunci surga," ungkapnya.

Dalam penjelasannya, Gus Baha juga menyebutkan bahwa meskipun seseorang mungkin merasa kurang alim atau kurang saleh, selama mereka masih memuja Allah dengan sepenuh hati dan berusaha menjadi lebih baik, itu sudah merupakan langkah yang sangat penting.

"Saya ini pemuja Allah, tapi kadang kurang alim," ujarnya dengan nada yang penuh kejujuran, menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, namun niat yang tulus sangat dihargai oleh Allah.

Ia juga mendorong umat Islam untuk tidak hanya fokus pada penampilan lahiriah dalam beribadah, tetapi juga memperkuat hubungan batin dengan Allah.

Menurut Gus Baha, yang paling penting adalah menjadi hamba yang benar-benar memuja Allah dengan ikhlas dan tulus, tanpa memedulikan status atau penilaian manusia.

Dalam ceramahnya, Gus Baha memberikan contoh dari kisah para nabi yang selalu mengajarkan umatnya untuk memusatkan perhatian pada ibadah yang benar kepada Allah, bukan kepada status sosial atau keturunan.

Menurutnya, ketaatan kepada Allah dan pengamalan tauhid jauh lebih penting daripada status duniawi, karena di akhirat nanti semua status akan hilang dan hanya amal serta keimanan yang akan dihitung.

Gus Baha juga mengingatkan umat untuk tidak sombong dengan status keturunan atau gelar yang dimiliki di dunia. Sebab, di akhirat nanti, yang paling berharga adalah hubungan spiritual dengan Allah.

"Nanti di kuburan, yang ditanya bukan bapak kamu siapa, tapi siapa nabi yang kamu ikuti," ujarnya, menegaskan kembali pentingnya ikatan spiritual daripada nasab.

Ceramah Gus Baha ini memberikan perspektif baru tentang pentingnya keimanan dan hubungan langsung dengan Allah di atas segalanya.

Dengan gaya ceramah yang sederhana namun mendalam, ia mampu menyentuh hati banyak pendengarnya dan mendorong mereka untuk lebih serius dalam memaknai keimanan mereka.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul