Sukses

Pesan Mendalam Buya Yahya kepada Presiden Terpilih

Buya Yahya menekankan bahwa tahta yang diberikan bukanlah sekadar penghargaan, tetapi sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi dengan kesadaran akan asal usul kehidupan.

Liputan6.com, Jakarta - KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya, dalam sebuah ceramah memberikan pesan mendalam kepada presiden terpilih dan semua pemimpin di Indonesia.

Dalam ceramahnya, Buya Yahya mengingatkan pentingnya untuk tidak melupakan Allah SWT ketika diberikan kekuasaan.

Ia menekankan bahwa tahta yang diberikan bukanlah sekadar penghargaan, tetapi sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi dengan kesadaran akan asal usul kehidupan.

“Tahta yang Allah berikan kepadamu jangan menjadikan engkau lupa kepada Allah,” ungkap Buya Yahya, dikutip dari kanal YouTube @HijrahCommunityOfficial.

Dalam konteks ini, ia mengingatkan bahwa setiap pemimpin, dari tingkat presiden hingga RT, memiliki tanggung jawab untuk tetap mengingat tujuan utama mereka: kembali kepada Allah. Kesadaran ini diharapkan menjadi pendorong bagi mereka untuk memimpin dengan baik dan adil.

Buya Yahya melanjutkan dengan menyampaikan bahwa hidup ini bersifat sementara. “Engkau punya tujuan, innalillah wa inna ilaihi rojiun. Kita dari Allah dan akan kembali kepada Allah,” tuturnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hakikat Tahta

Pesan ini menjadi pengingat bahwa setiap pemimpin harus selalu menyadari bahwa kekuasaan tidak akan bertahan selamanya dan bahwa akhir dari kehidupan ini adalah kematian.

Ia menegaskan bahwa setiap pemimpin harus memahami bahwa tahta yang mereka miliki adalah pemberian dari Allah. “Anda akan mati, wahai orang yang punya tahta tertinggi,” tegas Buya Yahya.

Dengan kata lain, pemimpin harus menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk kebaikan umat dan tidak terjebak dalam kebanggaan diri.

“Ketahuilah tahta yang Anda dapat adalah sesungguhnya adalah itu pemberian dari Allah untuk Anda menuju Allah,” ujarnya.

Buya Yahya berharap agar para pemimpin dapat menyadari bahwa kekuasaan yang mereka emban harus digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mendekatkan diri kepada Allah.

Lebih lanjut, Buya Yahya menyoroti pentingnya taufik atau bimbingan Allah dalam menjalankan amanah kepemimpinan. “Kalau Anda paham, itu namanya orang cerdas,” katanya.

Dalam konteks ini, cerdas tidak hanya diukur dari tingkat pendidikan, tetapi juga dari kemampuan untuk memahami hakikat kehidupan.

Ia menambahkan bahwa pemimpin yang bijaksana adalah mereka yang dapat menjadikan apa yang Allah berikan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

 

3 dari 3 halaman

Bahaya Jika Pemimpin Terlena

“Apa yang Allah berikan kepadanya tidak menjadi penghalang baginya untuk sampai kepada Allah,” jelasnya. Ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat dalam menjalani kehidupan sebagai pemimpin.

Buya Yahya mengingatkan bahwa ada bahaya besar bagi pemimpin yang terlena oleh kekuasaan. “Tapi yang terlena lihat diberi tahta lupa,” ungkapnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa kekuasaan dapat menjadi jebakan jika tidak diimbangi dengan kesadaran spiritual yang kuat.

Sebagai penutup, Buya Yahya berharap agar semua pemimpin, terutama presiden terpilih, dapat menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran.

“Jadikan tahta sebagai sarana untuk membawa umat kepada kebaikan,” ujarnya. Pesan ini adalah harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.

Melalui ceramah ini, Buya Yahya ingin mengingatkan bahwa kekuasaan adalah ujian dari Allah. “Apakah Anda dapat menjaga diri dan tidak terjerumus dalam kesombongan?” tanyanya. Ini adalah pertanyaan reflektif bagi setiap pemimpin untuk senantiasa introspeksi diri.

Buya Yahya juga menyampaikan pentingnya keberanian untuk mengambil keputusan yang adil dan bijaksana. “Keputusan yang baik akan membawa berkah bagi masyarakat,” tuturnya.

Hal ini menjadi dorongan bagi para pemimpin untuk selalu mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Akhirnya, Buya Yahya menekankan bahwa keberhasilan dalam kepemimpinan tidak hanya diukur dari prestasi duniawi. “Ukuran keberhasilan yang sejati adalah sejauh mana Anda dapat mendekatkan masyarakat kepada Allah,” ungkapnya.

Dengan pesan ini, diharapkan para pemimpin dapat melaksanakan amanah dengan baik dan mendapatkan ridha dari Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul