Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan berumah tangga, sering kali ada perdebatan mengenai status istri apakah termasuk mahram atau tidak. Banyak orang salah memahami konsep ini, termasuk dari kalangan tertentu yang mungkin belum memahami secara mendalam.
Konsep dasar ini sebenarnya telah dijelaskan dengan jelas dalam ajaran Islam, terutama terkait siapa yang termasuk mahram dan siapa yang tidak.
Dikutip dari kanal YouTube @NgajiBarengUlamaID, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, menceritakan pengalaman menarik ketika ia didebat oleh salah satu kelompok ormas terkait hal ini.
Advertisement
"Saya pernah didebat oleh seorang dari ormas tertentu yang bertanya, 'Pak Baha, kenapa orang NU kalau memegang istrinya batal wudhunya? Kan istrinya digauli saja boleh, masa memegang batal?'," tutur Gus Baha mengawali cerita.
Pertanyaan tersebut, menurut Gus Baha, menunjukkan adanya kesalahpahaman yang mendasar mengenai konsep mahram dan ajnabiah dalam Islam.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Jawaban Gus Baha
"Saya jawab, 'Kamu tahu definisi mahram?' Orang itu tidak tahu. Maka saya jelaskan, mahram itu adalah orang yang haram dinikahi, seperti ibu, anak, bibi, dan ponakan. Mereka adalah mahram yang haram dinikahi selamanya," jelas Gus Baha.
Selanjutnya, Gus Baha menjelaskan bahwa istri sebenarnya tidak termasuk mahram. Istri disebut sebagai ajnabiah, yang artinya adalah orang asing yang bisa dinikahi.
"Justru istri itu namanya ajnabiah, bukan mahram. Karena istri adalah orang yang sah dinikahi," kata Gus Baha. Dengan penjelasan ini, banyak orang yang sering salah paham menjadi mengerti bahwa memegang istri tidak membatalkan wudhu.
Gus Baha juga menegaskan bahwa dalam madzhab Syafi’i, status istri sebagai ajnabiah sudah sangat jelas. Istri boleh dinikahi dan bukan termasuk mahram yang haram dinikahi.
"Karena itu, pernikahan dengan istri sah secara syar'i, dan interaksi dengan istri tidak membatalkan wudhu, kecuali dalam kondisi tertentu seperti hubungan seksual," tambahnya.
Orang yang semula berdebat dengan Gus Baha akhirnya menyadari kesalahpahamannya setelah mendengar penjelasan tersebut.
Advertisement
Pentingnya Pemahaman yang Benar
"Akhirnya mereka sadar, 'Oh ternyata selama ini kami keliru memahami istilah mahram.' Mereka pun akhirnya setuju dan menjadi 'Syafi’i dadakan' setelah mendengar penjelasan ini," cerita Gus Baha dengan nada bercanda.
Selain itu, Gus Baha menekankan pentingnya belajar agama dengan baik dan mendalam, agar tidak mudah terjebak dalam pemahaman yang keliru.
Menurutnya, pemahaman yang benar tentang konsep-konsep dasar seperti mahram dan ajnabiah sangat penting, terutama dalam hal fiqh ibadah dan interaksi sosial.
"Salah satu kekeliruan yang sering terjadi adalah menganggap istri sebagai mahram. Padahal, dalam pandangan Islam, mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi, sedangkan istri jelas bukan mahram karena boleh dinikahi dan sah secara syar'i," ujar Gus Baha.
Ia juga menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sangat jelas dalam mengatur hubungan antar manusia, termasuk dalam hal pernikahan dan interaksi dengan mahram.
"Pemahaman yang benar tentang mahram dan ajnabiah akan membantu seseorang menjalani kehidupan berumah tangga dengan lebih baik dan sesuai dengan tuntunan agama," tuturnya.
Lebih lanjut, Gus Baha mengajak umat Islam untuk terus belajar dan memperdalam ilmu agama agar tidak mudah terjebak dalam pemahaman yang keliru.
"Islam adalah agama yang ilmiah, setiap konsep dan ajaran memiliki dasar yang kuat. Oleh karena itu, penting untuk selalu belajar dari ulama dan sumber yang terpercaya," katanya.
Dalam penutup penjelasannya, Gus Baha mengingatkan bahwa setiap Muslim harus berhati-hati dalam memahami konsep-konsep agama.
"Jangan sampai kita salah memahami sesuatu yang mendasar seperti konsep mahram, karena kesalahan dalam pemahaman bisa berakibat pada kesalahan dalam praktik ibadah," pungkasnya.
Cerita Gus Baha ini menjadi pengingat bagi banyak orang tentang pentingnya ilmu dan pemahaman yang benar dalam menjalankan ajaran agama, terutama terkait dengan interaksi dalam keluarga dan hubungan dengan pasangan.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul