Sukses

Tetangga Mangkir Bayar Utang, Haruskah Ditagih atau Tidak?

Utang hukumnya wajib untuk dikembalikan. Lantas, bagaimana jika utang tersebut tidak kunjung dibayar? Begini aturannya dalam Islam.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam Islam utang merupakan suatu hal yang diperbolehkan. Utang adalah pinjaman yang hukumnya wajib untuk dibayarkan.

Sebab berutang sama halnya dengan dengan meminjam sesuatu yang merupakan hak dari orang lain. Oleh karena itu, apabila utang tidak dibayar maka ini termasuk dalam mengambil hak orang lain.

Seringkali kita temui fenomena saat ini, dimana banyak orang yang berutang namun menunda-nunda untuk membayarnya. Mungkin karena memang belum mampu untuk melunasi atau faktor lainnya.

Bahkan itu terjadi di antara orang-orang terdekat. Misalnya, tetangga.

Bahkan ada pula yang sengaja tidak membayar dan marah ketika ditagih. Namun, sesuai dengan syariat Islam, utang tetap merupakan kewajiban yang harus dibayarkan.

Lantas, jika kita menghadapi hal demikian sebagai orang yang memberikan utang, wajibkah untuk menagih atau tidak? Berikut penjelasannya merangkum dari cahayaislam.id.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 3 halaman

Dalil Tentang Utang Piutang

Tidak membayar utang tentunya bertentangan dengan hukum Islam yang mewajibkan kita untuk membayar utang. Berapapun nilainya, kita akan dihisab karena utang tersebut. Itu sebabnya, dalam ayat Al Quran pun mengatur bagaimana hutang piutang seharusnya dilakukan agar tidak ada kelalaian dalam membayar hutang.

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya" (QS. Al-Baqarah: 282).

Seperti yang tertulis dalam ayat di atas bahwa Allah bahkan menganjurkan kaum muslimin untuk membuat perjanjian dengan adanya saksi. Ini agar tidak ada kerugian bagi pemberi utang maupun yang menerima utang tersebut. Apalagi lalainya kita dalam membayar utang bisa menjadi salah satu dosa yang mempersulit kita.

Lalu apabila utang tidak kunjung dibayar, lebih baik menagih atau tidak?

3 dari 3 halaman

Hukum Menagih Utang

Utang hukumnya dalam Islam adalah wajib untuk dibayar. Sebagai pemberi utang, tentu saja diperbolehkan untuk menagih utang apalagi jika sudah sesuai dengan jatuh tempo yang disepakati. Namun, dalam menagih utang pun juga harus dengan etika yang baik serta tidak menggunakan cara-cara yang menyimpang dari ajaran Islam. Seperti menggunakan kekerasan, memberikan bunga dan lain sebagainya.

Dalam Islam, pemberi utang dianjurkan untuk menagih utang dikarenakan apabila yang berutang lalai membayar maka ini dapat memberatkan hidup orang tersebut baik di dunia maupun akhirat. Tentu saja dosanya pun tidak akan terhapus karena masih meninggalkan utang yang belum diselesaikan.

Namun, Allah menganjurkan untuk kaum muslimin tidak menagih utang saat yang berutang sedang dalam kesulitan. Itu artinya, kita sebaiknya memberikan waktu bagi yang berutang untuk menyelesaikan kewajibannya saat sudah lapang atau tidak dalam keadaan sulit. Bahkan, apabila seorang pemberi utang mengikhlaskannya ini jauh lebih baik.

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: "Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui" (QS. al-Baqarah: 280).