Liputan6.com, Jakarta - Menangis adalah reaksi manusiawi yang wajar ketika seseorang mengalami kesedihan. Namun, bagaimana Islam memandang tangisan tersebut? Apakah boleh menangis dalam kesedihan menurut ajaran agama?
KH Yahya Zainul Ma'arif, Pengasuh LPD Al Bahjah, memberikan penjelasan terkait hal ini.
Dalam ceramah yang disampaikan oleh Buya Yahya, dijelaskan bahwa menangis diperbolehkan, selama tangisan tersebut tidak disertai kemarahan atau rasa kecewa terhadap takdir Allah. Kesedihan adalah bagian dari kehidupan manusia, tetapi yang tidak diperbolehkan adalah merasa putus asa atau tidak menerima ketentuan Allah.
Advertisement
Penjelasan ini disampaikan olehBuya Yahya dalam sebuah tayangan video di kanal YouTube @MUSLIMINDOTV. Ia mencontohkan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW menangis saat putranya, Sayyidina Ibrahim, wafat. Meskipun beliau menangis, Nabi tetap menjaga sikap dan tidak berbuat kecuali yang diridhai oleh Allah SWT.
KH Yahya Zainul Ma'arif menekankan bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk tetap berserah diri kepada Allah, meskipun dalam keadaan sedih. Nabi berkata bahwa mata boleh berlinang dan hati boleh sedih, tetapi tetap harus menjaga perilaku sesuai dengan apa yang diridhai Allah.
Yang dilarang dalam Islam adalah putus asa dan merasa seolah-olah tidak ada lagi harapan. Misalnya, ketika kehilangan seseorang, tidak boleh ada pikiran seperti "siapa lagi yang akan mencukupi kebutuhanku?" atau "siapa lagi yang akan membantuku?". Sikap seperti ini menunjukkan ketidakpercayaan pada ketentuan Allah.
Buya Yahya mengingatkan bahwa dalam menghadapi kesedihan, kita harus tetap yakin bahwa Allah selalu ada dan memberikan pertolongan. Menangis boleh, tetapi tetap harus berpegang pada keyakinan bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah yang terbaik.
Baca Juga
Momen yang Menggetarkan Hati, Ketika Nabi Muhammad Menangis
Mengutip Nu Online, sama seperti manusia pada umumnya, Nabi Muhammad SAW juga menangis. Namun, tangis beliau bukan hanya ekspresi emosi semata, melainkan cerminan dari hati yang penuh kasih sayang, kepedihan yang mendalam, dan keimanan yang kuat.
Beberapa peristiwa yang menggugah hati membuat air mata Nabi mengalir deras, menandakan kedalaman perasaannya. Berikut beberapa momen yang menyebabkan Nabi Muhammad menangis dengan penuh kesedihan.
1. Kehilangan Orang Tercinta
Salah satu penyebab tangisan Nabi Muhammad SAW adalah ketika orang-orang terdekatnya meninggal dunia. Ketika putranya, Abdullah, wafat, beliau tak kuasa menahan air matanya.
Air mata itu mengalir deras hingga membasahi janggutnya, menandakan betapa sedih hatinya. Namun, di balik kesedihan itu, Nabi tetap menyadari bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah.
Beliau berkata, “Air mata mengalir dan hati bersedih, tetapi kami tidak pernah durhaka kepada Allah.”
Begitu pula saat putranya, Ibrahim, wafat, Nabi Muhammad menangis tersedu-sedu, meskipun sahabatnya, Abdurrahman bin Auf, mengingatkan bahwa Nabi pernah melarang tangisan histeris. Namun, Nabi menjelaskan bahwa tangisan tersebut adalah ungkapan kasih sayang, bukan ungkapan yang berlebihan.
Advertisement
Momen Menggetarkan Lainnya
2. Mendengar Ayat-Ayat Al-Qur’an
Hati Nabi Muhammad SAW begitu lembut, hingga ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang penuh makna, air matanya tak bisa dibendung.
Suatu ketika, Nabi meminta Abdullah bin Mas'ud untuk membaca surat An-Nisa’. Ketika sampai pada ayat 41 yang berbicara tentang bagaimana Nabi akan menjadi saksi atas umatnya, Nabi Muhammad memintanya untuk berhenti.
Air mata beliau jatuh, menandakan betapa dalam kepedulian Nabi terhadap nasib umatnya di akhirat nanti.
3. Rindu Kampung Halaman
Rasa rindu Nabi Muhammad SAW terhadap kampung halamannya, Makkah, juga menjadi alasan tangisannya. Suatu ketika, Nabi mendengar kabar tentang hujan dan tumbuh-tumbuhan yang menghijau di Makkah, air matanya pun tak kuasa tertahan.
Kerinduan yang mendalam terhadap tanah kelahirannya menunjukkan sisi manusiawi beliau, meskipun beliau telah meninggalkan Makkah demi perjuangan dakwah.
4. Kekecewaan Kaum Anshar
Setelah perang Hunain, Nabi Muhammad SAW membagikan harta rampasan perang kepada kaum Muhajirin dan mualaf, sementara kaum Anshar tidak menerima bagian. Hal ini menimbulkan kekecewaan di antara mereka. Nabi kemudian mengumpulkan kaum Anshar dan menjelaskan alasannya.
Setelah mendengar penjelasan Nabi, kaum Anshar menangis tersedu-sedu, merasa terharu akan perhatian dan kepercayaan Nabi kepada mereka. Dalam momen itu, Nabi juga menangis, menunjukkan bahwa kebersamaan dan kekuatan umat lebih berharga dari harta.
Dalam setiap tangisnya, Nabi Muhammad SAW selalu menunjukkan bahwa kesedihan dan kasih sayang merupakan bagian dari fitrah manusia, asalkan tetap dalam batas-batas yang diizinkan oleh Allah. Tangisan beliau adalah cerminan hati yang penuh kasih, empati, dan keimanan yang mendalam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul