Sukses

6 Kondisi Disunnahkan Berhenti Melafalkan Dzikir

Disunnahkan bagi seseorang untuk memutus bacaan dzikirnya pada beberapa kondisi berikut. Sebab, barangkali ada hal lain yang nilai kebaikannya membandingi atau bahkan melebihi dari dzikir yang dilafalkan.

Liputan6.com, Jakarta - Dzikir merupakan ibadah untuk mengingat Allah. Dzikir berisi kalimat pujian terhadap Sang Maha Pencipta yang dilafalkan secara berulang-ulang.

Perintah dzikir salah satunya disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-Insan ayat 25:

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلا

Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.”

Pada dasarnya berdzikir dapat dilakukan kapan dan dimana pun. Namun, Imam Nawawi dalam kitabnya menyebutkan ada beberapa kondisi yang dianjurkan untuk memutus lafal dzikir dan kemudian mengulanginya.

Mengutip dari laman NU Online, berikut adalah 6 kondisi seseorang disunnahkan untuk berhenti melafalkan dzikir.

 

Saksikan Video Pilihan ini

2 dari 4 halaman

1. Menjawab Salam

Imama Nawawi dalam kitab Al-Adzkar pada bab hukmi assalam menghukumi wajibnya menjawab salam.

يَجِبُ عَلَى الْمَكْتُوْبِ إِلَيِهِ رَدُّ السَّلَامِ إِذَا بَلَغَهُ السَّلَامُ

“Wajib menjawab salam atas ucapan salam yang tertulis.”

Hal ini menunjukkan adanya kewajiban menjawab salam. Penjelasan senada, jika ada seseorang yang mengirimkan salam lewat seseorang, maka wajib dijawab secepatnya. Annahu Yajibu ‘alaihi an yarudda ‘alal fauri (Imam Nawawi, Al-Adzkar, hlm. 221).

2. Mendoakan Orang Bersin

Mendoakan orang bersin adalah bagian dari perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Barra bin ‘Azib berkata:

اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِسَبْعٍ بِعِيَادَةِ الْمَرِيْضِ وَاِتْبَاعِ الْجَنَائِزِ وَتَشْمِيَتِ الْعَاطِسِ وَنَصْرِ الضَّعِيْفِ وَعَوْنِ الْمَظْلُوْمِ وَإِفْشَاءِ السَلَامِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ هذا لفظ احدى روايات البخارى

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami dengan tujuh hal: menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, mendoakan orang yang bersin, menolong orang yang lemah, menolong orang yang teraniaya, menebar salam, dan memperbagus sumpah” (Demikian ini adalah lafal dari salah satu riwayat Bukhari).

3 dari 4 halaman

3. Mendengarkan Khutbah

Hukum mendengarkan khutbah adalah sunnah (lihat: Kifayatul Akhyar, juz I, hlm. 151). Hal ini didasarkan ayat

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ 

“Dan apabila dibacakan Al-Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat".(QS. Al-A’raf: 204).

Dan berdasarkan hadis idza qulta lishahibika yaumal jumati wal imamu yakhtubu anshit (bila engkau berbicara dengan sahabatmu saat imam khutbah, diamlah!). Hadis ini biasanya dibaca oleh muadzin sebelum khutbah dimulai.

4. Ketika Mendengar Adzan

Rasulullah memerintahkan menjawab adzan dan iqamah sebagaimana lafal adzan kecuali hayya ‘alashshalah dan hayya ‘alalfalah.

اِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ رواه البخارى و مسلم

"Ketika kalian semua mendengar panggilan (sholat) maka ucapkanlah kalimat yang serupa sebagaimana diucapkan oleh orang yang adzan" (HR. Imam Baukhari dan Muslim).

Artinya bahwa menjawab adzan juga merupakan kesunnahan, bahkan Nabi sendiri memerintahkannya. Oleh karenanya ketika sedang berdzikir disunnahkan berhenti sejenak dan menjaawab adzan baru kemudian kembali berdzikir.

4 dari 4 halaman

5. Mencegah Kemungkaran

Pada poin ini terkait dengan hubungan sesama makhluk. Islam mengajarkan agar memiliki akhlak yang baik secara vertikal begitupun secara hrisontal. Dengan demikian segala kemungkaran, yang bisa membahayakan harus sesegera mungkin dicegah atau bahkan dihilangkan.

Begitupun menebar kebaikan, sebaiknya secepatnya ditunaikan, apalagi benar-benar dibutuhkan oleh orang banyak. Sehingga, tak masalah berhenti berdzikir sejenak demi mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan, baru kemudian kembali berdzikir. Karena pada hakikatnya mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan adalah bagian dari dzikir.

6. Kondisi Sangat Mengantuk

Kitab At-Tibyan (hlm. 94) menjelaskan tentang kemakruhan membaca Al-Qur’an dalam keadaan sangat mengantuk. Hal ini dapat tarik pemahaman dari ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan...” (QS. An-Nisa: 43).

Jika seseorang membaca Al-Qur’an ataupun dzikir lain dalam kondisi sangat mengantuk dikhawatirkan apa yang diucapkan tidak sesuai dengan lafal yang benar dikarenakan kesadarannya tidak sempurna.