Sukses

Guyonan Ustadz Das'ad Latif, ketika Pintu Surga Macet Indonesia yang Terakhir Maju

Ustadz Das'ad memulai ceritanya dengan situasi di mana pintu surga mendadak macet. Ketika para calon penghuni surga siap masuk, tiba-tiba kunci pintu macet!

Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah ceramah penuh canda dan tawa, Ustadz Das'ad Latif menghidupkan suasana dengan menyampaikan sebuah kisah jenaka tentang kejadian di depan pintu surga.

Dengan penuh kelakar, Ustadz Das'ad menggambarkan bagaimana para penghuni surga kelak harus menghadapi masalah teknis ketika akan memasuki gerbang surga. Ceramah yang lucu ini dikutip dari  kanal YouTube @Hana_0201.

Ustadz Das'ad memulai ceritanya dengan situasi di mana pintu surga mendadak macet. “Ketika para calon penghuni surga siap masuk, tiba-tiba kunci pintu macet!” ujar Ustadz Das'ad sambil tersenyum.

Dengan gaya khasnya, ia melanjutkan bahwa malaikat yang menjaga pintu kemudian memanggil siapa saja yang bisa memperbaiki masalah tersebut.

Orang pertama yang maju, menurut cerita Ustadz Das'ad, adalah seseorang dari Jepang bernama Ajinomoto. “Orang Jepang ini langsung maju dan berkata, ‘Saya bisa perbaiki, tapi butuh biaya Rp3 juta,’” kata Ustadz Das'ad sambil menirukan gaya bicara yang formal.

Malaikat, yang bertanggung jawab atas gerbang surga, pun bertanya mengapa biayanya sebesar itu.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Kisah Kocak di Depan Pintu Surga

“Ajinomoto menjawab, 'Rp2 juta untuk spare part, dan Rp1 juta untuk biaya kerja,’” lanjut Ustadz Das'ad, membuat para hadirin tertawa dengan cara penyampaiannya yang jenaka.

Kisah itu membuat pendengar membayangkan betapa seriusnya orang Jepang dalam perhitungan biaya.

Setelah Ajinomoto, orang kedua yang maju adalah seorang ahli dari Amerika Serikat bernama George. Dengan percaya diri, George menyatakan bahwa dia bisa memperbaiki pintu surga dengan hasil yang lebih baik.

Namun, biaya yang diminta George lebih tinggi daripada Ajinomoto, yaitu sebesar Rp5 juta.

“Malaikat pun bertanya, ‘Untuk apa 5 juta?’ George menjawab, ‘Rp2 juta untuk riset dan penelitian, supaya kita tahu kenapa pintu ini bisa rusak,’” cerita Ustadz Das'ad, membuat audiens tergelak mendengar betapa telitinya ahli Amerika ini. “Dua juta lagi untuk mengganti spare part, dan satu juta untuk biaya kerja,” lanjutnya sambil tersenyum.

Para hadirin semakin terhibur ketika Ustadz Das'ad melanjutkan kisahnya dengan kedatangan orang ketiga yang datang dari Indonesia. Berbeda dengan dua orang sebelumnya, orang ketiga ini memperkenalkan dirinya sebagai “broker Indonesia” dengan penuh percaya diri.

“Malaikat pun bertanya, ‘Kamu bisa perbaiki pintu ini?’ Orang Indonesia ini dengan santai menjawab, ‘Bisa, malaikat,’” lanjut Ustadz Das'ad dengan gaya khasnya, membuat penonton makin penasaran.

“Namun, orang Indonesia ini tidak menjelaskan apa yang akan dilakukannya, dan justru meminta biaya yang lebih besar lagi,” tambahnya, membuat pendengar tertawa melihat kebiasaan khas dari “broker” Indonesia ini.

Dengan nada jenaka, Ustadz Das'ad melanjutkan bahwa orang Indonesia tersebut menyatakan bisa memperbaiki pintu surga, tetapi menuntut biaya yang lebih tinggi tanpa rincian yang jelas.

3 dari 3 halaman

Sindiran Halus sang Ustadz

Ketika malaikat bertanya, “Apa yang akan kamu lakukan?” broker Indonesia itu menjawab, “Tidak usah terlalu banyak tanya, yang penting beres!”

Ceramah ini disambut dengan gelak tawa, terutama karena Ustadz Das'ad berhasil menyisipkan unsur realitas sosial dalam guyonan tersebut.

Ia menyindir dengan halus bahwa di Indonesia, sering kali pekerjaan diselesaikan dengan cara yang tidak transparan, bahkan di pintu surga sekalipun.

Pesannya begitu mengena namun tetap ringan, sehingga pendengar bisa merenungkan betapa pentingnya kejujuran dalam setiap tindakan.

Guyonan tersebut semakin memperlihatkan kemampuan Ustadz Das'ad dalam merangkai kisah yang bisa menghibur sekaligus menyentil kebiasaan yang kurang baik dalam budaya kerja.

Menurutnya, cerita tersebut adalah gambaran bagaimana budaya “asal selesai” masih sering ditemui, bahkan di situasi paling penting sekalipun.

Pada intinya, Ustadz Das'ad ingin menunjukkan bahwa kejujuran dan transparansi sangatlah penting, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam menjalankan tugas dan amanah.

Meski bercerita dengan gaya jenaka, ia menyisipkan pesan moral bahwa kebiasaan mengabaikan detail dan mengutamakan keuntungan pribadi adalah praktik yang seharusnya dihindari.

Selain menyentuh budaya kerja yang “asal beres”, cerita tersebut juga mengingatkan bahwa setiap tindakan akan ada pertanggungjawabannya.

Ustadz Das'ad secara halus menekankan bahwa bahkan di depan pintu surga, yang konon menjadi tempat tertinggi bagi umat manusia, perilaku kurang jujur dan tidak amanah tetap bisa terjadi, sehingga integritas adalah hal yang tidak boleh dilupakan.

Di akhir ceramahnya, Ustadz Das'ad menegaskan bahwa humor tersebut bukan hanya untuk menghibur, tetapi juga untuk mengajak pendengar agar lebih introspektif. Ia mengingatkan bahwa dunia ini hanyalah tempat sementara, dan sikap kita dalam menjalani pekerjaan adalah cerminan dari nilai yang kita pegang.

Dengan cara penyampaiannya yang santai dan humoris, Ustadz Das'ad berhasil menyampaikan pesan moral yang mendalam kepada pendengarnya.

Cerita sederhana tentang pintu surga yang macet itu mengingatkan bahwa, bahkan di depan pintu surga, hanya mereka yang bertanggung jawab dan amanah yang layak memasuki kehidupan abadi.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul