Sukses

Malas Ibadah? Jangan-Jangan Ini yang Terjadi, Ungkap UAH

UAH menyebutkan bahwa indikasi dari rasa malas beribadah bisa saja terkait dengan akumulasi dosa atau perhatian yang berlebihan terhadap urusan dunia. Hal ini, jelasnya, dapat memengaruhi kondisi hati seseorang, sehingga ia menjadi enggan untuk beribadah.

Liputan6.com, Jakarta - Penceramah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH) baru-baru ini menyoroti fenomena kurangnya semangat dalam beribadah yang dirasakan oleh sebagian orang.

Menurutnya, rasa malas untuk melaksanakan ibadah, khususnya salat, seringkali disebabkan oleh hal-hal yang terjadi sebelumnya dalam kehidupan seseorang.

Ia menyebutkan bahwa salah satu penyebabnya adalah dosa atau maksiat yang pernah dilakukan, yang mungkin kini berdampak pada hati dan semangat dalam menjalankan perintah agama.

Dalam sebuah ceramahnya, UAH menyebutkan bahwa indikasi dari rasa malas beribadah bisa saja terkait dengan akumulasi dosa atau perhatian yang berlebihan terhadap urusan dunia.

Hal ini, jelasnya, dapat memengaruhi kondisi hati seseorang, sehingga ia menjadi enggan untuk beribadah. Lebih jauh, UAH menyampaikan bahwa keengganan tersebut jika terus dibiarkan dapat berdampak buruk terhadap hubungan seseorang dengan Allah.

Ceramah UAH ini dapat disaksikan dalam tayangan video di kanal YouTube @Hasanahislam27. Melalui platform ini, UAH menjelaskan secara rinci tentang bahaya akumulasi dosa yang menyebabkan seseorang menjadi fasik dan menjauhi ibadah.

Ia juga menekankan betapa pentingnya melakukan introspeksi diri jika seseorang merasakan kemalasan dalam beribadah.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Penjelasan Tentang Fusuq dan Rafats

Dalam ajaran Islam, fasik adalah keadaan di mana seseorang terus-menerus melakukan dosa, sehingga hatinya menjadi keras dan tidak lagi mudah menerima petunjuk.

Keadaan ini, menurut UAH, membuat seseorang semakin mudah tergoda dengan urusan dunia dan secara perlahan melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu menuju kehidupan akhirat.

Al-Qur’an sendiri memberikan panduan jelas mengenai hal-hal yang seharusnya dihindari oleh orang yang beriman. Menurut sebuah artikel di NU Online, dalam surah al-Baqarah ayat 197 disebutkan tiga larangan utama, yaitu rafats, fusuq, dan jidal, yang sebaiknya dihindari dalam pelaksanaan ibadah haji.

Meskipun konteksnya tentang haji, prinsip-prinsip ini juga relevan dalam menjaga hati dan niat ibadah sehari-hari.

Ayat tersebut menyatakan, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berdebat di dalam masa mengerjakan haji.”

Artinya, dalam beribadah, termasuk dalam haji, seseorang harus menjaga dirinya dari perilaku yang tidak baik agar ibadahnya tetap murni.

Beberapa ulama memberikan interpretasi lebih lanjut mengenai tiga larangan tersebut. Abu Ja’far at-Thahawi, misalnya, menjelaskan bahwa rafats merujuk pada hubungan seksual, yang dapat merusak keutamaan ibadah.

Sementara itu, fusuq diartikan sebagai perbuatan maksiat, yang mengotori hati dan menjauhkan seseorang dari Allah.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Ibnu Abbas, yang menjelaskan bahwa fusuq berarti segala bentuk kemaksiatan, sementara jidal berarti perdebatan yang memicu emosi.

3 dari 3 halaman

Bahaya Malas, Bisa Anti Ibadah

Menurutnya, baik maksiat maupun perdebatan berlebihan dapat menurunkan kualitas ibadah seseorang karena hati menjadi tidak tenang.

UAH menjelaskan bahwa kemalasan dalam beribadah dapat menjadi tanda bahwa seseorang terlalu terikat pada dunia. Hal ini sejalan dengan pendapat para ulama yang mengingatkan bahwa perhatian berlebihan pada urusan duniawi dapat menjauhkan seseorang dari kedekatan dengan Allah.

Dalam konteks ini, UAH mengajak umat Islam untuk lebih waspada terhadap pengaruh dunia yang berlebihan.

“Kalau sudah malas, nanti yang bahaya mengantarkan kesibukan pada dunia hingga lupa akhirat. Lama-lama anti pada ibadah, ini yang berbahaya,” tegasnya.

Peringatan ini, lanjutnya, seharusnya menjadi pemicu bagi setiap Muslim untuk lebih memperhatikan hubungan mereka dengan Allah.

Menurut Syekh Ahmad bin Abu Bakar al-Bushiri, menghindari fusuq dan jidal dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya menjaga kemurnian ibadah. Ini juga mencakup menjaga lisan dari perkataan kasar dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan dosa.

Secara praktis, UAH menyarankan untuk mengevaluasi diri jika merasa malas beribadah. Introspeksi ini, katanya, bisa menjadi langkah awal dalam memperbaiki hubungan dengan Allah dan mengembalikan semangat ibadah yang hilang.

Mengingat pentingnya menjaga kualitas ibadah, UAH juga menegaskan agar umat tidak menganggap remeh dosa kecil yang kerap dilakukan, karena dosa-dosa tersebut dapat menumpuk dan menjadi beban yang memengaruhi hati dan niat dalam ibadah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul