Liputan6.com, Jakarta - Suci dari hadas dan najis merupakan salah satu syarat sah sholat. Berwudhu merupakan cara untuk membersihkan diri dan menghilangkan hadas kecil.
Mengenai hal yang membatalkan wudhu, bersentuhan kulit antara suami dan istri termasuk salah satunya menurut mazhab Syafi'i. Pendapat ini disimpulkan merujuk pada Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 6 :
Advertisement
Baca Juga
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا
Artinya: Atau kamu telah menyentuh wanita kemudian kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). (QS. An-Nisa: 43)
Lantas, apakah ketentuan ini juga berlaku jika suami membelai rambut istrinya? Apakah menyentuh rambut istri dapat membatalkan wudhu?
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Menyentuh Rambut Istri setelah Wudhu
Melansir dari bincangmuslimah.com, para ulama berpendapat bahwa menyentuh rambut istri tidaklah membatalkan wudhu sebagaimana tidak membatalkannya ketika menyentuh gigi dan kuku. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam kitab at-Taqrirah as-Sadidah Fi Masa’il al-Mufidah:
أن يكون بالبشرة خرج به السن والظفر والشعر
Artinya: (Syarat batalnya wudhu) adalah bersentuhannya dengan kulit. Dikecualikan dnegan kalimat kulit yaitu gigi, kuku, dan rambut (maka ketiganya tidak membatalkan wudhu).
Hal ini juga diterangkan dalam kitab Minhaj al-Qawim bi Syarh Masa’il at-Ta’lim karya Ibn Hajar al-Haitami:
ﻭﻻ ﻳﻨﻘﺾ ﺷﻌﺮ ﻭﺳﻦ ﻭﻇﻔﺮ ﺇﺫ ﻻ ﻳﻠﺘﺬ ﺑﻠﻤﺴﻬﺎ
Artinya: Dan tidak membatalkan wudhu menyentuh rambut, gigi, kuku (juga tulang) karena tidak menimbulkan kelezatan saat menyentuhnya.
Pendapat di atas menyebutkan alasan tidak membatalkannya wudhu bagi suami yang menyentuh rambut, gigi maupun kuku istrinya (maupun sebaliknya) adalah karena tidak adanya syahwat ketika menyentuhnya. Sebab, salah satu illat dari batalnya wudhu seseorang adalah adanya syahwat.
Advertisement
Tidak Batal Asal Tidak Menimbulkan Syahwat
Oleh sebab itu, jika dengan menyentuh rambut, gigi maupun kuku dapat menimbulkan syahwat bagi laki-laki kepada istrinya (ataupun sebaliknya), maka hal tersebut juga dapat membatalkan wudhu. Pendapat ini dijelaskan Syaikh Khalil Masyhur yang dinukil oleh Syamsuddin al-Jazari dalam kitabnya Tuhfah al-Mukhlashin:
وَلَمْسٌ يَلْتَذُّ صَاحِبُهُ بِهِ عَادَة وَلَوْ كَظُفْرٍ أَوْ شَعْرٍ
Artinya: Dan menyentuh jika yang menyentuh menikmati dengan syahwat, maka akan membatalkan wudhu, sekalipun (menyentuh) kuku dan rambut.
Meskipun pendapat diatas marjuh, Imam Sya’rani memberi komentar dengan mengatakan bahwa, “Tidak selayaknya mengambil pendapat yang marjuh dalam madzhab Syafi’iyyah, kecuali jika dimaksudkan untuk al-Ahwath (berjaga-jaga)”.
Wallahu A'lam Bishawab.