Liputan6.com, Jakarta - Kematian akibat minuman keras (miras) sering kali mendapat stigma negatif dari masyarakat, terutama dalam lingkungan yang menjunjung tinggi norma agama.
Tokoh agama biasanya menjaga jarak dari peristiwa semacam ini, karena ada anggapan bahwa perilaku tersebut bertentangan dengan nilai-nilai moral dan ajaran spiritual.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Baha, mengungkapkan pandangan menarik terkait pentingnya kehadiran seorang kiai di pemakaman seseorang yang meninggal akibat minuman oplosan.
Advertisement
Menurutnya, kiai memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga pelaksanaan syariat Islam, bahkan dalam situasi yang kontroversial seperti pemakaman jenazah pemabuk, atau seseorang yang meninggal akibat hal yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Gus Baha mengisahkan bahwa ia pernah mendapat pertanyaan dari beberapa kiai mengenai hal ini. “Pernah juga ada orang yang meninggal karena minum oplosan, ya meninggal betul karena oplosan,” ungkapnya.
Pertanyaan dari para kiai ini muncul karena adanya keraguan apakah seorang ulama harus hadir dalam pemakaman orang yang meninggal dengan cara demikian.
Dalam tayangan video di kanal YouTube @Pengaosangusbaha, Gus Baha menjelaskan bahwa salah satu kiai pernah bertanya padanya tentang masalah ini. “Terus banyak kiai tanya saya, ‘Gus, saya hadir nggak di jenazahnya?’” cerita Gus Baha.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kiai Tidak Datang, Ini Bahayanya
Ia mengatakan bahwa kehadiran kiai pada pemakaman orang yang meninggal akibat minuman keras sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Gus Baha menyarankan agar kiai tetap hadir di pemakaman orang tersebut. “Saya bilang, kamu hadir saja,” jawabnya.
Kehadiran ini bukan dimaksudkan untuk menghormati perbuatan orang tersebut, tetapi untuk mengawal pelaksanaan syariat Islam dalam pemakaman seorang Muslim.
Menurut Gus Baha, jenazah orang yang meninggal karena oplosan tetap merupakan jenazah seorang Muslim. “Anda hadir sebagai pengawal syariat Islam, bahwa mayit ini mayit Muslim yang harus dishalatkan, dikafani, disholatkan, kemudian dikebumikan secara terhormat sesuai syariat Islam,” jelasnya.
Bagi Gus Baha, kehadiran seorang kiai menjadi penting untuk memastikan bahwa hak-hak seorang Muslim tetap dihormati hingga akhir hayatnya.
Lebih lanjut, Gus Baha juga mengingatkan bahwa jika para kiai atau tokoh agama tidak hadir dalam pemakaman tersebut, ada risiko terjadinya praktik-praktik pemakaman yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Jika orang-orang baik ini tidak datang di kematian seperti ini, maka bahayanya kalau mereka bikin ritual pemakaman sendiri karena matinya itu karena minum,” ungkapnya. Ia merasa perlu untuk mencegah masyarakat agar tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat dalam mengurus jenazah.
Advertisement
Bukan Menghormati Orangnya, Tapi Syariat Islam
Gus Baha menjelaskan, di beberapa daerah, masyarakat bisa saja melakukan ritual pemakaman yang tidak lazim jika para kiai tidak hadir. Ia menggambarkan bahwa ada kemungkinan jenazah tersebut dimandikan menggunakan arak atau dikuburkan tanpa memperhatikan aturan yang sesuai dengan syariat Islam. “Kalau mereka mengubur dengan caranya sendiri, mungkin dikubur berdiri atau dicemplungkan gitu saja tanpa menghadap kiblat,” ujar Gus Baha.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, sebab dalam praktiknya ada masyarakat yang masih terpengaruh oleh adat atau kebiasaan setempat yang kadang-kadang bertentangan dengan syariat Islam. Menurut Gus Baha, inilah peran penting seorang kiai untuk hadir dan mengingatkan masyarakat agar tetap mematuhi aturan yang benar dalam proses pemakaman.
Setelah mendengar penjelasan Gus Baha, para kiai yang bertanya kepadanya akhirnya memahami alasan di balik pentingnya kehadiran mereka di pemakaman orang yang meninggal karena oplosan. “Akhirnya kiai-kiai sepakat,” ungkapnya. Para kiai menyadari bahwa kehadiran mereka di pemakaman bukanlah bentuk penghormatan terhadap perbuatan buruk, melainkan bentuk penghormatan terhadap syariat Islam.
Kesepakatan para kiai ini kemudian membuat mereka lebih tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawal syariat. Mereka setuju bahwa kehadiran di pemakaman tersebut bukanlah bentuk toleransi terhadap perbuatan yang melanggar agama, tetapi semata-mata untuk menjaga hak-hak jenazah sebagai Muslim.
Bagi Gus Baha, tugas seorang kiai adalah memastikan bahwa setiap Muslim, apa pun latar belakangnya, mendapatkan haknya sesuai dengan ajaran Islam, termasuk dalam hal pemakaman. “Kita datang bukan untuk menghormati orang itu, tapi untuk menghormati syariat Islam,” tambahnya. Ia menekankan bahwa kehadiran seorang ulama dalam situasi seperti ini adalah untuk menjaga kehormatan Islam.
Pandangan Gus Baha ini menggugah kesadaran banyak umat Muslim bahwa syariat Islam harus tetap ditegakkan dalam berbagai situasi, termasuk saat mengurus jenazah yang meninggal dalam keadaan yang tidak ideal. Pesan Gus Baha mengajak umat Islam untuk menjaga prinsip syariat dan tidak menghakimi seseorang hanya dari bagaimana ia meninggal.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul