Sukses

Karomah Dahsyat Mbah Kholil Bangkalan yang Disaksikan KH Abdul Karim Pendiri Ponpes Lirboyo, Ubah Air Laut jadi Susu

Dari air susu tersebut, Mbah Kholil memberi para santrinya kesempatan untuk memanjatkan doa dan permintaan. Dua dari tiga santri memanfaatkan momen tersebut untuk meminta kekayaan. Doa mereka dikabulkan, dan mereka pun menjadi kaya raya. Namun, kekayaan itu bersifat sementara, saat keduanya meninggal, harta itu pun ikut lenyap.

Liputan6.com, Jakarta - Karomah para ulama kerap menyisakan jejak keajaiban yang menginspirasi. Salah satu kisah yang paling dikenal datang dari Mbah Kholil Bangkalan, seorang ulama besar yang karomahnya mencengangkan.

Cerita tentang bagaimana air laut diubah menjadi susu atas kehendak Allah menjadi satu bukti kebesaran-Nya yang tak terbantahkan.

Suatu hari, Mbah Kholil memanggil tiga santrinya. Ia memberikan sebuah perintah yang terdengar mustahil, mencari susu di laut.

Meski diliputi rasa bingung, ketiga santri itu berangkat dengan tekad penuh, mengingat keyakinan mereka terhadap sang guru. Mereka menghabiskan tiga hari penuh di tepi laut, berusaha memenuhi tugas tersebut.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, perjalanan tiga santri ini tak membuahkan hasil. Ketiadaan air susu di laut membuat mereka mulai bimbang.

Mereka pun akhirnya berkumpul dan berdiskusi, mencoba menyusun keberanian untuk pulang dan mengakui ketidakberhasilan mereka kepada Mbah Kholil.

Setibanya di hadapan Mbah Kholil, ketiga santri itu tak menyembunyikan apa pun. Dengan jujur, mereka mengakui kegagalan mereka. Namun, alih-alih menegur atau memarahi, Mbah Kholil justru membawa mereka ke tepi laut. Di sanalah, sebuah keajaiban terjadi, yang kemudian menjadi buah bibir para santri dan masyarakat.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Air Susu Dijadikan Sarana Meminta kepada Allah SWT

Mbah Kholil mengambil air laut dengan kedua tangannya. Ia memohon kepada Allah, dan dengan izin-Nya, air laut itu menjadi air susu. Karomah ini tak hanya memukau ketiga santri tersebut tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang keyakinan dan kekuasaan Allah.

Keajaiban itu menjadi bukti bahwa segala sesuatu mungkin jika Allah berkehendak.

Dari air susu tersebut, Mbah Kholil memberi para santrinya kesempatan untuk memanjatkan doa dan permintaan. Dua dari tiga santri memanfaatkan momen tersebut untuk meminta kekayaan. Doa mereka dikabulkan, dan mereka pun menjadi kaya raya. Namun, kekayaan itu bersifat sementara; saat keduanya meninggal, harta itu pun ikut lenyap.

Berbeda dengan kedua rekannya, santri ketiga, yang kemudian dikenal sebagai Mbah Manap, memiliki permintaan lain. Ia memohon kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat. Doanya terjawab, dan kelak Mbah Manap berhasil mendirikan Pondok Pesantren Lirboyo, sebuah lembaga pendidikan Islam yang berpengaruh besar hingga kini.

Pondok Pesantren Lirboyo yang didirikan Mbah Manap, atau KH Abdul Karim, kini menjadi salah satu pesantren terkemuka di Indonesia. Didirikan pada tahun 1913, pesantren ini terus melahirkan santri-santri yang menyebar ke seluruh Nusantara, mengajarkan ilmu agama dan akhlak mulia, sebagaimana dicontohkan oleh sang pendiri.

Dikutip dari beberapa sumber, KH Abdul Karim, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Manap, lahir di Desa Diyangan, Kawedanan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, pada tahun 1856. Sejak usia 14 tahun, ia telah mempelajari ilmu agama dengan penuh kesungguhan, menjadikannya sosok ulama yang teguh dalam mengemban amanah keilmuan.

3 dari 3 halaman

Kisah Pendiri Pesantren Lirboyo

Perjalanan hidupnya diwarnai dengan perjuangan dakwah yang panjang. Pada tahun 1908, ia menikah dengan Siti Khodijah binti KH Sholeh, yang juga dikenal sebagai Nyai Dlomroh. Pada tahun 1910, KH Abdul Karim hijrah ke Lirboyo, Mojoroto, Kediri, untuk menyebarkan ajaran Islam dengan mendirikan surau kecil.

Surau tersebut kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren Lirboyo, yang didirikan resmi pada tahun 1913. Tak hanya itu, KH Abdul Karim juga membangun Masjid Lawang Songo, yang hingga kini menjadi bagian penting dari wilayah pondok. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan simbol ketekunan sang ulama dalam mendidik umat.

KH Abdul Karim mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendidik para santri. Hingga wafatnya pada tahun 1954, ia terus mewariskan ilmu yang bermanfaat. Beliau dimakamkan di belakang Masjid Lirboyo, dan hingga kini, jasa-jasanya dikenang oleh ribuan santri yang mewarisi semangatnya.

Mbah Kholil dan Mbah Manap, dua sosok besar ini, memberikan pelajaran penting tentang keyakinan, keikhlasan, dan pentingnya ilmu. Karomah Mbah Kholil bukan hanya menjadi kisah yang dikisahkan ulang, melainkan juga mengandung hikmah mendalam tentang kebesaran Allah.

Meski kisah ini penuh dengan keajaiban, intisarinya tetap jelas: bahwa harta duniawi bisa berlalu, namun ilmu yang bermanfaat akan terus hidup. Allah memberikan anugerah kepada mereka yang tulus, dan kisah ini menjadi saksi betapa Maha Kuasa-Nya Allah atas segala sesuatu.

Wallahualam, kisah ini terus hidup di tengah umat Islam, sebagai pengingat akan keagungan Sang Pencipta dan karomah yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya.

 Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul