Liputan6.com, Cilacap - Ibadah atau beramal baik hingga mencapai puncak kenikmatan dalam beribadah ini memang teramat sulit. Saat ibadah kebanyakan orang merasa malas dan terpaksa melakukannya.
Padahal kualitas ibadah seseoran yang malas-malasan itu merupakan kualitas ibadah yang kelas rendah. Tak hanya malas dan terpaksa, rupanya banyak juga seorang muslim yang lalai akan kewajibannya sebagai muslim.
Ulama kondang asal Rembang, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menerangkan perihal orang yang ibadahnya atau ketaatannya kepada Allah SWT telah mencapai derajat yang tinggi.
Advertisement
Baca Juga
Mereka itu melaksanakan perintah Allah SWT bukan atas dasar keterpaksaan atau menganggap hal itu suatu kewajiban, namun mereka melaksanakan perintah Allah SWT ini atas dasar sebuah kenikmatan.
Bagi golongan ini, maka ibadah akan terasa nikmat.
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Manusia yang Merasa Nikmat Beribadah
Dalam mengulas hal ini, Gus Baha merujuk kitab karya ulama kenamaan yakni Izzuddin Abdissalam perihal sholat yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
“Saya pernah membaca kitab karangannya Izzuddin Abdissalam, kenapa sholat bisa mencegah perbuatan munkar,” terangnya diukutip dari tayangan YouTube Short @pengaosangusbaha, Jumat (08/11/2024).
Sebelum ke inti persoalan, Gus Baha terlebih dahulu mengawali pembahasan bahwa saat orang melakukan kemungkaran ini sebab menginginkan kenikmatan.
“Bagaimanapun juga orang melakukan kemungkaran itu karena cari kenikmatan,” tandasnya.
“Orang sampai dugem kan karena cari kenikmatan,” sambungnya.
Namun ada manusia yang dia tidak lagi menyukai maksiat sebab dirinya telah mencapai kenikmatan di luar maksiat, yakni telah merasakan nikmatnya beribadah. Mereka itu ialah orang-orang yang sholeh.
“Sementara orang sholeh itu sudah menikmati ketaatan,” paparnya.
“Latih terus sampai taat itu menjadi kenikmatan,” tandasnya.
Advertisement
5 Kunci Agar Nikmat Beribadah
Menukil Republika, pada dasarnya beribadah itu nikmat karena hamba dapat “bercengkerama” dengan Sang Kekasih. Namun, merasakan nikmatnya ibadah itu tidak instan, tetapi perlu perjuangan, latihan, dan pendakian spiritual (mujahadah wa riyadhah ruhiyyah) yang berpangkal pada penyucian hati. Sebab, nikmat itu soal rasa, bukan rasio, meskipun rasa nikmat beribadah itu bisa dikembangkan dengan olah rasio. Niat, keikhlasan, cinta, kesungguhan, ketenangan, dan kekhusyukan untuk merasakan nikmatnya ibadah berporos di hati yang bersih.
Setidaknya ada lima kunci merasakan beribadah itu nikmat. Pertama, menomorsatukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Selama hati lebih terpatri dengan cinta dunia, nikmatnya ibadah itu sulit dirasakan.
Nabi SAW bersabda: “Ada tiga sifat yang apabila ada dalam diri seseorang, ia akan merasakan manis atau nikmatnya iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai selain keduanya. Ia mencintai seseorang tidaklah mencintainya, melainkan karena Allah. Ia membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci apabila dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim).
Kedua, beribadah dengan ikhlas semata-mata karena mendamba ridha Allah SWT. “Abu Umamah RA meriwayatkan bahwa ada seseorang datang menemui Nabi SAW, lalu bertanya: Tahukah engkau ada seseorang yang berperang untuk memperoleh pahala dan sebutan tertentu baginya? Rasulullah SAW lalu menegaskan: “Dia tidak mendapat apa-apa”. Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali dan Rasulullah Muhammad SAW menegaskan hal yang sama: “Dia tidak mendapat apa-apa”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali dilakukan dengan ikhlas, semata-mata mencari ridha-Nya.” (HR an-Nasa’i).
Ketiga, bersungguh-sungguh dan konsisten (mujahadah wa istiqamah) dalam beribadah, dengan meneladani tata cara ibadah Rasulullah SAW, dimulai dengan meluruskan dan memurnikan niat karena Allah (lillah), memenuhi syarat, rukun, dan kaifiyat-nya secara tertib dan khusyuk. Dengan konsistensi dan kekhusyukan, pelaksanaan ibadah bisa dirasakan nikmat dan lezat.
Keempat, menjadikan ibadah sebagai kesenangan hati, bukan beban yang memberatkan, sehingga ibadah dijalani dengan penuh antusiasme, optimisme, dan asketisme. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat.” (HR Ahmad, at-Thabarani, al-Baihaqi, dan al-Hakim).
Kelima, menjauhkan diri dari maksiat dan perbuatan dosa, melalui habituasi akhlak mulia. Nikmatnya beribadah makin bertambah seiring dengan aktualisasi akhlak mulia dalam kehidupan nyata karena akhlak mulia merupakan buah dari ibadah bermakna: ibadah yang dirasakan sebagai kebutuhan dan kenikmatan.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul