Sukses

Rajin Sholat Malam tapi Subuh Kesiangan, Hikmah dari Kisah Sahabat Nabi

Apakah sholat malam tetap dianjurkan jika ternyata menyebabkan seseorang terlambat atau lalai dalam melaksanakan sholat subuh? Begini kisah seorang sahabat nabi yang tertidur karena sholat malam.

Liputan6.com, Jakarta - Sholat malam merupakan amalan sunnah yang dilakukan pada malam hari, dimulai dari setelah isya hingga menjelang waktu subuh.

Ada banyak jenis sholat malam yang dapat dilakukan. Di antaranya sholat tahajud, sholat witir dan banyak lainnya.

Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, menyebutkan bahwasanya sholat malam adalah sholat yang paling utama dikerjakan setelah sholat lima waktu.

أفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل

Artinya: “Sholat yang paling afdal setelah sholat fardu (wajib) adalah sholat malam.” (HR Muslim). 

Namun, apakah sholat malam tetap dianjurkan jika dapat mengakibatkan seseorang lalai dari kewajibannya untuk menunaikan sholat subuh? Berikut ulasannya melansir dari laman NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 3 halaman

Kisah Sahabat Nabi yang Tertidur karena Sholat Malam

Kejadian demikian pernah dialami Sulaiman bin Abi Hatsmah, salah satu sahabat Nabi yang istiqamah melaksanakan sholat malam dan sholat subuh berjamaah dengan sahabat Umar bin Khattab. Pernah pada suatu ketika, Umar bin Khattab tidak melihat Sulaiman bin Abi Hatsmah melaksanakan sholat subuh berjamaah seperti biasanya, hingga akhirnya beliau menanyakan perihal ini kepada ibu Sulaiman yang bernama Syifa’.

Ibu Sulaiman menerangkan bahwa Sulaiman tertidur karena semalam suntuk melaksanakan sholat malam. Mendengar hal tersebut Umar bin Khattab menegurnya dan mengatakan bahwa melaksanakan sholat subuh berjamaah lebih utama daripada melaksanakan sholat malam tapi akan berakibat pada tidak melaksanakan sholat subuh.

“Umar bin Khattab tidak melihat Sulaiman bin Abi Hatsmah pada saat sholat subuh, lalu Umar bin Khattab berangkat menuju pasar dan berkunjung ke kediaman Sulaiman yang berada di antara pasar dan masjid Nabawi. Umar bin Khattab bertemu Syifa’ yang tak lain adalah ibu Sulaiman, lalu beliau berkata, ‘Aku tidak melihat Sulaiman saat sholat subuh.’ Ibu Sulaiman berkata, ‘Ia terjaga semalam melakukan shalat, lalu matanya terlelap (hingga tidak shalat subuh)’.”

Umar bin Khattab lalu berkata, ‘Sungguh aku lebih suka terjaga dan melaksanakan sholat subuh dengan berjamaah, daripada aku terjaga untuk sholat di malam hari” (Imam Malik bin Anas, al-Muwattha’, juz 1, hal. 291).

Mengenai makna “matanya terlelap” (ghalabathu ‘ainahu) Imam al-Mubarakfuri menjelaskan dalam kitabnya, Mir’ah al-Mafatih dengan mengutip pendapat dari Imam al-Baji:

“Imam al-Baji berkata, ‘Makna secara lahir, Sulaiman tertidur dan tidak bangun pada saat waktu sholat. Dan terdapat kemungkinan makna matanya terlelap adalah Sulaiman tertidur pada waktu yang tidak mungkin melaksanakan sholat bersama Sahabat Umar bin Khattab, maka ia tertidur meninggalkan sholat jamaah” (Syekh Abi al-Hasan ‘Ubaidillah al-Mubarakfuri, Mir’ah al-Mafatih, juz 3, hal. 1069)

3 dari 3 halaman

Sholat Subuh Lebih Utama daripada Sholat Malam

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa lebih utama bagi seseorang untuk lebih mengutamakan melaksanakan sholat subuh pada waktunya daripada melaksanakan sholat malam tapi akan berakibat pada terbengkalainya sholat subuh. Rasulullah dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud menjelaskan:

“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?’ Rasulullah menjawab: ‘Melaksanakan shalat pada waktunya’” (HR Bukhari Muslim).

Terlebih jika seseorang melaksanakan shalat subuh dilakukan dengan berjamaah maka seolah-olah ia seperti menghidupkan seluruh malam. Hal ini seperti dijelaskan dalam hadis:

“Barangsiapa yang melaksanakan sholat isya’ berjamaah maka ia seperti telah menghidupkan (sholat sunnah) separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan sholat subuh berjamaah maka ia seperti telah menghidupkan seluruh malam” (HR Baihaqi).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melaksanakan sholat subuh pada waktunya merupakan hal yang lebih utama daripada melaksanakan sholat di malam hari tapi akan berakibat pada terbengkalainya sholat subuh, sehingga tidak bisa melaksanakan sholat subuh pada waktu yang telah ditentukan. Hal ini sesuai pula dengan salah satu kaidah fiqih al-fardlu afdlalu min an-nafli (amalan fardhu lebih utama dari amalan sunnah).

Penting bagi kita yang hendak memperbanyak ibadah kepada Allah untuk pandai mengatur waktu. Menunaikan perbuatan sunnah adalah hal yang mulia tapi mesti tetap memperhatikan terlaksananya ibadah fardhu secara sempurna. Jika ibadah sunnah ternyata mengganggu atau mengorbankan ibadah fardhu, seyogianya kita memprioritaskan pelaksanaan ibadah fardhu. Wallahu a’lam.