Liputan6.com, Jakarta - Ulama asal Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, dikenal karena ceramahnya yang sering menggunakan logika sederhana namun penuh makna.
Dalam sebuah pengajian, ia mengisahkan pengalaman menarik tentang seorang petani lugu yang menjelaskan pemahaman sederhana namun mendalam tentang keberadaan Tuhan.
Dikutip dari kisah Baha yang salah satunya diunggah di kanal YouTube @Pengaosangusbaha, dengan gayanya yang khas, Gus Baha menjelaskan bagaimana seorang petani memberikan jawaban yang tidak hanya cerdas, tetapi juga menggugah pemikiran.
Advertisement
Pada suatu waktu, seorang petani yang biasa menggembala unta ditanya oleh seseorang. "Kamu yang sehari-harinya hanya mengurus sawah dan ladang, dengan cara apa kamu tahu kalau Tuhan itu ada?" tanya orang itu.
Pertanyaan tersebut membuat petani itu marah besar. Ia pun menjawab dengan tegas, “Yang namanya ada kotoran unta pasti ada untanya. Yang namanya ada jejak kaki pasti ada yang barusan lewat.”
Jawaban sederhana ini menunjukkan logika yang mudah dipahami. Petani tersebut meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti memiliki pencipta, sama seperti jejak yang menunjukkan keberadaan makhluk yang meninggalkannya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kalau Ada Makhluk Pasti Ada Penciptanya
Dari logika tersebut, Gus Baha menjelaskan bahwa kehadiran Tuhan dapat dibuktikan melalui keberadaan makhluk. Segala hal yang terlihat di alam semesta ini, mulai dari bumi hingga matahari, adalah bukti nyata bahwa ada yang menciptakannya.
“Artinya, kalau ada makhluk, pasti ada penciptanya. Kalau ada sesuatu, pasti ada yang membuatnya,” ujar Gus Baha dengan nada ringan namun penuh makna.
Ia melanjutkan, benda-benda seperti bumi dan matahari menunjukkan sifat-sifat kemakhlukan yang nyata. Kedua benda tersebut tidak mungkin memiliki kekuatan atau kehendak sendiri. Keberadaan mereka justru menegaskan adanya sosok Maha Pencipta.
Menurut Gus Baha, logika sederhana seperti ini sangat mudah dipahami oleh orang awam sekalipun. Tidak perlu argumentasi rumit untuk memahami keberadaan Tuhan. Cukup dengan melihat apa yang ada di sekitar kita, sudah menjadi bukti yang cukup.
Bumi, matahari, dan alam semesta adalah contoh konkret yang sering digunakan oleh para ulama untuk menjelaskan ketuhanan. Semua itu tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada yang menciptakan dan mengaturnya.
Dengan gaya yang sederhana, Gus Baha menunjukkan bahwa keimanan tidak harus dibangun dengan konsep-konsep berat. Pemahaman seperti ini, meski sederhana, memiliki dasar yang sangat kuat dan logis.
Advertisement
Kisah Petani Menjadi Pengingat
Cerita petani lugu ini juga menjadi pengingat bagi banyak orang bahwa setiap individu, terlepas dari latar belakangnya, memiliki kemampuan untuk memahami keberadaan Tuhan. Pemikiran yang sederhana sering kali justru lebih jernih dan tulus.
Gus Baha sering mengangkat kisah-kisah seperti ini untuk memberikan pandangan baru tentang konsep keimanan. Tujuannya adalah agar masyarakat bisa lebih dekat dengan agama tanpa merasa terbebani oleh konsep yang rumit.
Selain itu, cerita ini juga mengajarkan bahwa setiap makhluk, sekecil apapun, adalah bukti nyata kebesaran Allah. Bahkan kotoran unta atau jejak kaki bisa menjadi alasan untuk memahami keberadaan-Nya.
Pandangan seperti ini mengajarkan umat Islam untuk selalu melihat kebesaran Tuhan di setiap aspek kehidupan. Tidak ada yang sia-sia dari ciptaan-Nya, semua memiliki tujuan untuk menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan Allah.
Ceramah ini menjadi salah satu bukti bagaimana Gus Baha mampu menjembatani pemahaman teologis dengan logika sederhana yang relevan bagi semua kalangan. Kisah ini terus menginspirasi banyak orang untuk lebih mendalami keimanan dengan cara yang sederhana namun bermakna.
Keberadaan Tuhan, sebagaimana dijelaskan melalui cerita petani ini, tidak memerlukan bukti-bukti rumit. Alam semesta adalah kitab terbuka yang memberikan jawaban atas pertanyaan tentang penciptaan dan keberadaan Sang Maha Kuasa.
Cerita tersebut juga menjadi pengingat bahwa kebijaksanaan tidak selalu datang dari pengetahuan yang kompleks. Justru, kesederhanaan sering kali membawa pemahaman yang lebih mendalam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul