Liputan6.com, Cilacap - Salah satu fasilitas di dalam rumah dan bisa dipastikan semua orang saat ini telah memilikinya ialah toilet. Toilet ialah tempat khusus untuk buang air kecil dan besar.
Biasanya kamar mandi di rumah juga dilengkapi dengan toilet.
Pun demikian halnya jika seseorang menempati rumah yang minimalis, kontrakan atau yang semisalnya yang tidak memiliki tempat khusus wudhu, maka tentu saja mereka selalu wudhu di toilet.
Advertisement
Persoalannya ialah saat kita wudlu di toilet, berdasarkan pendapat para ulama hukumnya makruh. Sehingga jika kita dalam kondisi sebagaimana digambarkan di atas, maka kita tidak bisa lepas dari hukum makruh tersebut.
Baca Juga
Berkaitan dengan permasalahan di atas, adakah cara untuk menghilangkan kemakruhan meskipun kita wudhu di toilet?
Simak Video Pilihan Ini:
Pendapat Ulama tentang Kemakruhan Wudhu di Toilet
Menukil NU Online, Syekh Amin al-Kurdi, seorang ulama madzab Syafi'i menyatakan bahwa wudhu di dalam toilet termasuk salah satu kemakruhan wudhu.
وأما مكروهته فإثنا عشر, الاسرف في الماء ,وتقديم اليسرى على اليمنى , والزيادة على الثلاث والنقص عنها الى ان قال- والوضوء في بيت الخلاء أهـ
Artinya, “Adapun hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu ada dua belas: boros dalam mengunakan air, mendahulukan anggota kiri daripada kanan, melebihi dari tiga kali basuhan, dan mengurangi jumlah, .... dan berwudhu di dalam toilet.” (Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: t.t] halaman 146).
Sebagaimana mazhab Syafi'i, mazhab Maliki juga berpendapat bahwa wudhu di toilet yang identik dengan tempat najis juga dihukumi makruh.
أي أنه يكره فعل الوضوء في مكان نجس؛ لأنه طهارة، فيتنحى عن المكان النجس أو ما شأنه النجاسة ولئلا يتطاير عليه شيء مما يتقاطر من أعضائه ويتعلق به النجاسة
Artinya, "Yaitu, bahwa melakukan wudhu di tempat yang najis itu dimakruhkan, karena wudhu adalah bersuci (thaharah), sehingga seharusnya wudhu menyingkir dari tempat najis atau tempat yang kondisi (umumnya) najis, agar tidak terkena percikan dari sesuatu yang menetes dari anggota tubuhnya, sehingga najis menempel padanya." (Abul Abbas Ahmad As-Shawi al-Maliki, Hasiyah As-Showi alal Syarhil Shaghir [ Darul Ma'arif: t.t] juz I halaman 126).
Advertisement
Wudhu di Toilet Tidak Makruh Jika Begini
Berkaitan dengan permasalahan ini, Syekh Athiyah Shaqr (w. 2006) ulama kontemporer yang pernah menjabat sebagai Mufti Darul Ifta Mesir dalam kitabnya yang bergenre fatwa, Mausu'ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam menjelaskan, kemakruhan berwudhu di toilet berlaku jika ada kekhawatiran terkena najis atau terdapat pilihan tempat lain untuk berwudhu. Berikut kutipannya:
والوضوء من الصنبور (الحنفية) داخل الحمام مكروه إن خشى الإنسان النجاسة من تساقط المياه على الأرض المتنجسة، ووجد مكانا آخر يتوضأ فيه غير هذا المكان ، فإذا أمن النجاسة أو لم يوجد مكان آخر للوضوء فلا بأس بالوضوء في الحمام
Artinya, “Berwudhu dari keran di dalam kamar mandi hukumnya makruh jika seseorang khawatir air wudhunya jatuh ke lantai yang terkena najis, dan dia menemukan tempat lain untuk berwudhu selain kamar mandi tersebut. Namun, jika aman dari najis atau tidak ada tempat lain untuk berwudhu, maka tidak masalah berwudhu di dalam kamar mandi." (Athiyah Shaqr, Mausu'ah Ahsanil Kalam fil Fatawa wal Ahkam (Kairo, Maktabah Wahbah: 2011), cet. I, juz 3 halaman 60)
Dari penjelasan ini diketahui bahwa berwudhu di kamar mandi atau toilet bisa tidak dihukumi makruh jika tempat tersebut benar-benar bersih dan suci, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran adanya percikan air najis yang mengenai tubuh. Selain itu, kemakruhan ini juga tidak berlaku apabila tidak ada tempat lain yang tersedia untuk berwudhu selain kamar mandi atau toilet tersebut.
Perlu dipahami bahwa ulama dalam menetapkan suatu hukum, prinsipnya adalah kehati-hatian (ihtiyath). Dalam konteks ini, satu tempat yang menggabungkan macam-macam fasilitas, seperti untuk mandi, mencuci, toilet dan tempat wudhu, umumnya mudah terpapar najis jika tidak ada perhatian lebih terhadap kebersihan dan kesucian tempat tersebut. Jadi, sebenarnya hukum makruh ini adalah langkah kehati-hatian apalagi hal ini erat hubunganya dengan ubudiyah. Wallahu a'lam.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul