Sukses

Ketika Mbah Ma'ruf Berjalan di Atas Air saat Banjir Besar Sungai Brantas, Kisah Karomah Wali

Kisah ini menjadi salah satu bukti keistimewaan Mbah Ma'ruf sebagai seorang wali Allah yang memiliki karomah luar biasa. Suatu hari, Kiai Ridwan menemani Mbah Ma'ruf dalam perjalanan menuju Doho. Saat itu, Sungai Brantas sedang banjir besar, dan tidak ada rakit yang bisa digunakan untuk menyeberang.

Liputan6.com, Jakarta - Berbicara mengenai karomah Mbah Ma'ruf Kedunglo, Kediri, sepertinya tidak ada habisnya. Orang-orang yang pernah berhubungan dengannya pasti pernah menyaksikan dan merasakan langsung karomahnya.

Salah satu kisah karomah Mbah Ma'ruf diriwayatkan oleh Kiai Ridwan, seorang santri Mbah Ma'ruf yang berasal dari Kediri.

Dalam sebuah tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, Kiai Ridwan menceritakan sebuah pengalaman yang luar biasa bersama Mbah Ma'ruf. Kisah ini menjadi salah satu bukti keistimewaan Mbah Ma'ruf sebagai seorang wali Allah yang memiliki karomah luar biasa.

Suatu hari, Kiai Ridwan menemani Mbah Ma'ruf dalam perjalanan menuju Doho. Saat itu, Sungai Brantas sedang banjir besar, dan tidak ada rakit yang bisa digunakan untuk menyeberang.

Pilihan untuk berjalan memutar melalui jalur utara pun terlalu jauh, sehingga mereka harus mencari cara lain.

Mbah Ma'ruf kemudian berkata, "Terpaksa kita menyeberangi sungai. Ridwan, berdirilah di belakangku dan pegangi jubahku."

Dengan keyakinan penuh, Mbah Ma'ruf mulai melangkahkan kaki ke permukaan sungai yang deras.

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Ketika Keduanya Jalan di Atas Air, dan Kirim Surat Melalui Aliran Sungai

Ajaibnya, keduanya berjalan di atas permukaan air sungai hingga tiba di tepi sebelah timur. Meski kaki Mbah Ma'ruf menyentuh air, pakaian yang dikenakan tetap kering. Sementara itu, Kiai Ridwan yang berada di belakangnya hanya basah hingga mata kaki.

Kejadian ini tidak hanya membuat Kiai Ridwan terkagum-kagum, tetapi juga menjadi bukti nyata tentang karomah yang dimiliki oleh Mbah Ma'ruf. Kemampuan untuk berjalan di atas air adalah hal yang mustahil secara logika, namun nyata terjadi pada sosok Mbah Ma'ruf.

Selain kisah tersebut, ada pula cerita lain yang tak kalah mengagumkan. Suatu hari, seorang tamu datang ke pesantren membawa surat untuk Mbah Ma'ruf.

Setelah tamu itu pergi, Mbah Ma'ruf menulis balasan surat tersebut dan memberikan instruksi yang tidak biasa kepada seorang santri.

Mbah Ma'ruf berkata kepada santri itu, "Hanyutkan surat ini ke sungai." Meski tidak memahami maksudnya, sang santri tetap melaksanakan perintah tersebut dengan penuh kepercayaan.

Anehnya, surat yang dihanyutkan ke sungai tidak tenggelam. Surat itu justru berjalan di atas permukaan air, bahkan melawan arus. Peristiwa ini semakin mengejutkan ketika surat tersebut tiba di alamat yang dituju dalam keadaan utuh, tanpa basah sedikit pun.

Kisah-kisah semacam ini menjadi bukti nyata tentang keistimewaan Mbah Ma'ruf sebagai seorang wali Allah. Karomahnya tidak hanya menjadi cerita, tetapi juga menyimpan hikmah mendalam bagi siapa saja yang mendengar.

3 dari 3 halaman

Karomah Bukti Keikhlasan dan Kedekatan dengan-Nya

Mbah Ma'ruf dikenal sebagai sosok yang penuh kesederhanaan namun memiliki kedekatan luar biasa dengan Sang Pencipta. Karomah yang dimilikinya adalah cerminan dari kekuatan iman dan ketaqwaan yang mendalam.

Banyak santri dan masyarakat yang pernah bersinggungan dengan Mbah Ma'ruf merasakan langsung hikmah dari kehadirannya.

Tidak hanya sebagai guru, Mbah Ma'ruf juga menjadi pelita bagi umat dalam menjalani kehidupan.

Kisah-kisah tentang Mbah Ma'ruf, termasuk perjalanan di atas air dan surat yang melawan arus, menjadi pengingat bahwa keajaiban Allah nyata adanya.

Kehidupan para wali seperti Mbah Ma'ruf adalah bukti bahwa keimanan yang kokoh mampu melampaui batas-batas logika manusia.

Semoga kisah ini menjadi inspirasi untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan sehari-hari.

Karomah yang dimiliki oleh Mbah Ma'ruf adalah pelajaran bahwa dengan keikhlasan dan kedekatan kepada Allah, tidak ada yang mustahil.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul