Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan Indonesia mendukung surat perintah penangkapan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap pemimpin Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala otoritas pertahanan Yoav Gallant.
“Penerbitan surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant merupakan langkah signifikan untuk mewujudkan keadilan bagi kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Palestina,” menurut pernyataan akun resmi Kemlu RI di X, @Kemlu_RI pada Sabtu.
Baca Juga
Indonesia juga menegaskan kembali dukungannya terhadap semua inisiatif yang bertujuan untuk memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh Israel, termasuk yang ditempuh melalui ICC.
Advertisement
“Indonesia menekankan bahwa surat perintah penangkapan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional,” lanjut pernyataan itu, dikutip Antara.
Indonesia menilai langkah tersebut sangat penting untuk mengakhiri pendudukan ilegal Israel di wilayah Palestina dan memajukan pembentukan Negara Palestina yang merdeka yang sesuai dengan prinsip-prinsip Solusi Dua Negara.
Pada Kamis (21/11), ICC resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan pemimpin Israel Benjamin Netanyahu dan mantan pimpinan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang.
“ICC dengan ini mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua individu, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya dari 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024,” demikian pernyataan ICC.
Tanggal 20 Mei yang disebut dalam pernyataan itu merujuk pada tanggal di mana Jaksa ICC mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap mereka.
Dengan demikian, ICC menolak argumen Israel yang menyatakan bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki yurisdiksi untuk memerintahkan penangkapan Netanyahu dan Gallant.
Simak Video Pilihan Ini:
Respons Negara G7
Italia pada Jumat (22/11) mengumumkan bahwa negara-negara G7 akan membahas surat perintah penangkapan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk pejabat otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant pada pertemuan Menteri Luar Negeri pada 25 November.
"Kami menghormati dan mendukung Mahkamah Pidana Internasional, tetapi kami percaya bahwa perannya harus bersifat hukum daripada politik," kata Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani kepada wartawan di sebuah acara di Turin, Italia utara.
"Kami akan meninjau dokumen-dokumen tersebut untuk memahami alasan keputusan pengadilan," tambahnya, dikutip Antara.
Tajani mengomentari surat perintah penangkapan ICC dan pertemuan Menteri Luar Negeri G7 mendatang, yang akan diselenggarakan oleh Italia pekan depan.
Para menteri luar negeri negara-negara G7, yang meliputi AS, Jerman, Prancis, Kanada, Inggris, Italia dan Jepang akan diadakan di kota Anagni dan Fiuggi pada 25-26 November, tambahnya.
"Para Menteri Luar Negeri G7 akan memulai diskusi di Fiuggi pada Senin (25/11), dan kami akan membuat keputusan dengan sekutu kami. Ini adalah kebijakan yang telah digariskan oleh Perdana Menteri kami (Giorgia Meloni), dan saya ditugaskan untuk melaksanakannya," katanya.
Pada Kamis (21/11), ICC mengumumkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant pada hari sebelumnya "atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan sejak setidaknya 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024," ketika jaksa ICC Karim Khan meminta surat perintah tersebut.
Dengan demikian, pihak mahkamah juga dengan suara bulat menolak tantangan Israel terhadap yurisdiksi berdasarkan pasal 18 dan 19 pada Statuta Roma.
Mahkamah mengatakan "menemukan alasan yang masuk akal" untuk percaya bahwa Netanyahu dan Gallant "memikul tanggung jawab pidana" atas "kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan; dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya."
Surat perintah itu dikeluarkan saat serangan genosida Israel di Jalur Gaza baru-baru ini memasuki tahun kedua, yang telah menewaskan 44 ribu warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Serangan Israel telah mengungsikan hampir seluruh penduduk wilayah tersebut di tengah blokade yang sedang berlangsung dan disengaja yang telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan yang parah, yang mendorong penduduk ke ambang kelaparan.
Advertisement