Liputan6.com, Jakarta - Jejak seorang ulama besar kerap diiringi kisah yang menembus nalar awam. Mbah Ma'shum Lasem, seorang ulama kharismatik dari Jawa Tengah, menjadi salah satu figur yang hingga kini dikenang melalui karomah dan pengabdiannya pada ilmu agama.
Kehidupan beliau dihiasi oleh peristiwa-peristiwa yang baru dimengerti setelah terjadi, memperlihatkan kebijaksanaan dan kesucian seorang tokoh besar.
Advertisement
Baca Juga
Diperkirakan Mbah Ma'shum Lasem lahir pada tahun 1868 di Lasem, sebuah daerah yang kaya akan sejarah Islam. Sejak muda, ia dikenal memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu.
Perjalanan mencari ilmu membawanya melintasi berbagai wilayah, mulai dari Lasem, Jepara, Kudus, Sarang Rembang, hingga ke kota-kota besar seperti Solo, Termas, Semarang, Jombang, Bangkalan, dan bahkan ke Makkah.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @karomahislam, pengabdian Mbah Ma'shum terhadap ilmu agama tidak hanya terlihat dalam perjalanan fisiknya, tetapi juga melalui pengalaman spiritual yang luar biasa.
Suatu hari, saat berada di Semarang, Mbah Ma'shum mimpi bertemu Rasulullah SAW. Mimpi itu terasa begitu nyata, seolah berada di antara tidur dan terjaga.
Simak Video Pilihan Ini:
Pesan Rasulullah SAW dalam Mimpi Mbah Ma'shum
Tidak hanya sekali, pengalaman serupa kembali terjadi saat ia berada di Bojonegoro. Dalam mimpi tersebut, Rasulullah menyampaikan pesan yang begitu mendalam: tidak ada kebaikan yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu. Pesan ini menjadi pijakan penting dalam perjalanan hidup Mbah Ma'shum sebagai seorang ulama.
Di rumahnya sendiri, pengalaman spiritual itu terjadi lagi. Mbah Ma'shum bermimpi bersalaman dengan Rasulullah yang memberikan nasihat, “Mengajarlah, segala kebutuhanmu akan dipenuhi semuanya oleh Allah.” Pesan ini menegaskan panggilan hidupnya untuk menjadi pendidik bagi umat.
Seiring waktu, Mbah Ma'shum dikenal sebagai ulama besar yang memiliki banyak karomah. Tindakannya sering kali membingungkan orang awam, tetapi selalu mengandung hikmah yang dalam.
Banyak muridnya menyaksikan bagaimana ia dengan sabar dan ikhlas membimbing umat menuju pemahaman agama yang lebih baik.
Selain mengajar, Mbah Ma'shum juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Kehidupannya tidak terpisahkan dari masjid dan komunitas tempat ia tinggal. Masjid Jami' Lasem menjadi salah satu saksi bisu perjuangannya dalam menyebarkan ilmu dan menanamkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat.
Pada 20 Oktober 1972, hari Jumat yang penuh berkah, Mbah Ma'shum menghembuskan napas terakhir. Kepergiannya membawa duka mendalam bagi para murid dan masyarakat yang mencintainya.
Advertisement
Dimakamkan di Dekat Masjid Jami Lasem
Ia dimakamkan di kompleks pemakaman Masjid Jami' Lasem, tempat yang kini menjadi tujuan ziarah bagi banyak orang.
Mbah Ma'shum Lasem meninggalkan warisan tak ternilai, bukan hanya melalui ilmu yang diajarkannya, tetapi juga melalui keteladanan hidup. Kisah-kisah tentang karamahnya tetap hidup dalam ingatan masyarakat, menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.
Kisah hidupnya mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya yang membawa manusia menuju jalan kebenaran. Pesan Rasulullah yang diterimanya dalam mimpi menjadi bukti bahwa ilmu memiliki kedudukan istimewa dalam Islam.
Hingga kini, masyarakat masih mengenang kebijaksanaan dan karamah Mbah Ma'shum. Kompleks pemakamannya kerap dipenuhi peziarah yang berharap mendapatkan keberkahan dan meneladani semangat hidupnya.
Sebagai ulama yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu, Mbah Ma'shum adalah bukti nyata bagaimana pengabdian kepada Allah membawa kemuliaan abadi. Pesan-pesan yang ia terima melalui mimpi menjadi warisan spiritual yang tetap relevan hingga kini.
Dengan mengenang Mbah Ma'shum, kita diingatkan akan pentingnya ilmu dan pengabdian. Sebuah pelajaran berharga bagi setiap generasi, bahwa hidup yang diberkahi adalah hidup yang bermanfaat bagi sesama.
Kisah hidup Mbah Ma'shum menjadi teladan bagi siapa saja yang ingin menapaki jalan ilmu dan kebijaksanaan. Sebuah perjalanan yang tidak hanya dipenuhi oleh ilmu, tetapi juga oleh karomah dan rahmat dari Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul