Liputan6.com, Jakarta - Suatu ketika, dua tokoh besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Hamim Thohari Djazuli (Gus Miek) bertemu.
Kisah ini berawal di sebuah langgar di area makam auliya Tambak Nadi, Kediri. Saat itu, Gus Dur duduk berdampingan dengan Gus Miek. Suasana yang tenang seketika berubah ketika Gus Miek melontarkan sebuah pernyataan yang mengusik pikiran Gus Dur.
"Gus, sampean itu paku buminya NU kelak. Sepeninggal sampean, NU bakal kena fitnah," kata Gus Miek, seperti diceritakan di kanal YouTube @SPORTS_30626.
Advertisement
Mendengar pernyataan itu, Gus Dur terkejut dan dengan penuh rasa ingin tahu, ia bertanya, "Kenapa bisa begitu, Gus? Apakah sudah tidak ada lagi para masyaikh yang menjaga NU?"
Sebuah pertanyaan yang melambangkan keresahan Gus Dur tentang masa depan organisasi yang telah menjadi rumah bagi jutaan umat Islam di Indonesia. Gus Dur pun ingin tahu lebih lanjut mengenai apa yang membuat Gus Miek begitu resah.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Banyak Orang Bodoh Mencabik NU
Namun, Gus Miek menjelaskan dengan lebih jelas, "Bukan karena itu, Gus. Tapi itu disebabkan dunia sudah ada di atas kepala warga NU, dan banyak orang bodoh yang mencabik NU,".
Kata-kata ini seakan menjadi cerminan dari fenomena yang mulai muncul, di mana pengaruh duniawi dan kehadiran orang-orang yang tidak memahami esensi NU, menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan NU ke depan.
Kekhawatiran yang dirasakan Gus Miek jelas bukan tanpa alasan. Menurutnya, NU yang dulu sangat dijaga dan dihormati oleh para masyaikh, kini mulai tergerus oleh kepentingan-kepentingan yang lebih duniawi.
Dalam keadaan seperti itu, Gus Miek merasa bahwa fitnah terhadap NU akan semakin marak, merusak citra dan tujuan awal didirikannya organisasi tersebut.
Mendengar penjelasan tersebut, Gus Dur pun tak tinggal diam. Dalam keheningan, keduanya kemudian berdoa dengan khusyuk, mendoakan agar NU tetap teguh di jalan yang benar, meski banyak rintangan yang datang.
Doa mereka tak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk masa depan NU yang mereka cintai. Sesekali, keduanya terlihat menahan tangis, menunjukkan betapa beratnya beban yang mereka rasakan.
Setelah selesai berdoa, suasana seakan sedikit lebih tenang. Gus Miek, dengan wajah yang mulai sumringah, mengungkapkan sebuah keyakinan yang membuat Gus Dur tersenyum. "Fitnah itu hanya seumur jagung," kata Gus Miek.
Ungkapan ini memberikan harapan bahwa meskipun ada kekhawatiran, segala masalah yang muncul tidak akan berlangsung lama dan akan ada solusi yang datang di waktu yang tepat.
Mendengar perkataan Gus Miek, Gus Dur pun tertawa lepas, seolah melepaskan segala beban yang ada. Tawa itu menunjukkan sikap optimisme Gus Dur terhadap masa depan NU, meskipun dalam kenyataannya banyak tantangan yang harus dihadapi. Sebuah percakapan yang penuh makna, yang menggambarkan hubungan keduanya yang sangat erat, serta kecintaan yang mendalam terhadap NU.
Tayangan video ini memberikan gambaran yang sangat menarik tentang dinamika internal NU. Bukan hanya mengenai masa depan organisasi, tetapi juga tentang bagaimana dua tokoh besar ini saling berbagi pemikiran dan kekhawatiran tentang perubahan zaman. Walaupun begitu, Gus Dur dan Gus Miek tetap memegang teguh keyakinan mereka bahwa NU akan tetap eksis dan bisa melewati masa-masa sulit.
Masa depan NU memang menjadi perhatian banyak pihak, terlebih dengan tantangan zaman yang semakin kompleks. Namun, menurut Gus Miek dan Gus Dur, dengan niat yang tulus dan doa yang khusyuk, organisasi ini masih memiliki harapan untuk terus bertumbuh dan berkembang. Keyakinan ini mengingatkan kita bahwa setiap masalah, sekecil apapun, pasti ada jalan keluar yang bisa ditemukan.
Advertisement
Fitnah yang Seumur Jagung
Pernyataan Gus Miek mengenai "fitnah yang hanya seumur jagung" seakan memberikan pesan penting bagi setiap warga NU, bahwa mereka harus tetap bersabar dan berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang telah ditanamkan oleh para pendiri NU. Meskipun banyak pihak yang berusaha merusak dan mencabik citra NU, namun dengan keyakinan dan doa, semuanya akan berlalu.
Dengan keteguhan hati Gus Dur dan Gus Miek, kita dapat belajar untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan. Keduanya menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap masa depan tidak seharusnya menghalangi kita untuk tetap berjuang demi kebaikan. Sebagaimana yang mereka lakukan, doa dan keyakinan menjadi kunci untuk menghadapi segala rintangan.
Setelah percakapan itu, Gus Dur dan Gus Miek seolah kembali menemukan kekuatan dalam diri mereka untuk terus berjuang. Meskipun mereka menyadari adanya tantangan besar yang harus dihadapi NU, keduanya yakin bahwa dengan kerja keras, kebersamaan, dan doa, NU akan tetap kuat dan terus memberikan manfaat bagi umat Islam di Indonesia.
Bagi warga NU, kisah ini menjadi pengingat untuk selalu menjaga keberlanjutan organisasi ini dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Dengan menjaga prinsip-prinsip yang telah ditanamkan oleh para masyaikh, NU dapat tetap menjadi rumah bagi umat Islam Indonesia yang mencari kesejahteraan dunia dan akhirat.
Kisah ini pun memberikan pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa di tengah gejolak zaman, kepercayaan kepada Tuhan dan keyakinan akan kebaikan akan selalu menjadi landasan untuk bertahan. Seperti yang dikatakan Gus Miek, fitnah itu memang hanya sementara, namun keteguhan hati dan doa adalah hal yang abadi.
Dengan adanya hal ini, masyarakat dapat lebih memahami dinamika internal NU dan bagaimana para tokoh besar seperti Gus Dur dan Gus Miek terus berjuang untuk menjaga kemurnian ajaran NU. Percakapan mereka adalah bukti nyata betapa besar perhatian yang mereka berikan untuk masa depan organisasi ini.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Â