Liputan6.com, Jakarta - Hukum mengerjakan sholat Jumat adalah wajib bagi setiap Muslim laki-laki, sebagaimana hal ini juga telah disepakati oleh para ulama.
Dalil yang menjadi dasar kewajiban sholat Jumat tercantum dalam QS. Al-Jumu'ah ayat 9
يَا َيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسَعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman. Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah".
Advertisement
Baca Juga
Dalam pelaksanaan sholat Jumat, sangat penting untuk memahami bagaimana rukun dan ketentuannya agar ibadah yang dilakukan tidak sia-sia apalagi dapat menyebabkan dosa.
Namun penting untuk diketahui bahwa ada beberapa perkara khusus yang dapat membatalkan sholat jumat. Apa saja itu?
Saksikan Video Pilihan ini:
Perkara yang dapat Membatalkan Sholat Jumat
Dikutip dari laduni.id, tindakan yang bisa merusak sholat disebut mufsidat musytarakah dan mufsidat khashshah. Mufsidat musytarakah adalah hal-hal yang membatalkan sholat secara umum.
Di antaranya terbukanya aurat, terkena najis, bergerak tiga kali berturut-turut, tentunya ini berlaku juga untuk sholat Jumat. Sedangkan mufsidat khashshah, inilah hal yang merusak khusus untuk sholat jumat. Ulama menjelaskan tentang 2 hal ini:
Pertama, habisnya waktu sholat, sebelum pelaksanaan sholat jumat. Sebab, pelaksanaan sholat jumat harus dilaksanakan pada waktu sholat Dzuhur.
Dan tidak ada qadha dalam sholat jumat. Makanya jika waktu sholatnya habis, atau sholatnya tertinggal, tidak bisa diqadha, tetapi menggantinya dengan sholat dzuhur. Inilah pendapat semua imam.
Kedua, sholat jumat menjadi batal, jika jumlah syarat jemaah sholat jumat tidak terpenuhi atau berkurang.
Perlu dipahami bahwa syarat terpenuhi jumlah minimal jemaah berlaku dari mulai khutbah pertama hingga sholat dilaksanakan. Oleh karenanya, jika kemudian di tengah sholat, ternyata ada beberapa makmum membatalkan sholatnya, sehingga jumlah jemaah berkurang dari 40 orang, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, maka sholat jumatnya secara otomatis menjadi batal. Pilihannya adalah menggantinya menjadi sholat dzuhur.
Meski demikian, dirinci lagi oleh ulama, bahwa madzhab Syafi’i sendiri memiliki tiga pendapat. Pertama, jika berkurang dari 40 orang, maka diganti dengan dzuhur. Kedua, jika tersisa dua orang, maka diselesaikan sholat jumatnya. Ketiga, jika tersisa satu orang, maka masih boleh menyelesaikan Jumatnya.
Tetapi dari tiga pendapat di atas, yang paling kuat adalah pendapat pertama, sehingga pilihan mengganti dengan sholat dzuhur adalah yang terbaik.
Advertisement
Dosa Meninggalkan Sholat Jumat
Hukum sholat jumat wajib bagi setiap mukallaf, baligh, aqil, laki-laki, merdeka yang tidak memiliki uzur. Kewajiban sholat didasarkan pada surah Al-Jumu‘ah ayat 9 yang menuntut umat Islam untuk menghadiri panggilan jumat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: Wahai orang yang beriman, bila diseru sholat pada hari Jumat, maka bersegeralah menuju zikrullah (sholat jumat) dan tinggalkan aktivitas jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.
Banyak hadis yang menerangkan bahwa meninggalkan sholat jumat bagi mereka yang terkena kewajiban jumat tanpa uzur syar’i sebagai kemaksiatan besar.
من ترك ثلاث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين
Artinya: Siapa saja yang meninggalkan tiga kali ibadah sholat jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir nifaq/munafiq. (HR At-Thabarani)
Hadis lain dalam kitab Nihayatul Muhtaj, juz VI dijelaskan bahwa tindakan meninggalkan jumat adalah maksiat. Secara zahir kemutalakannya bahwa tidak ada perbedaan antara meninggalkan berturut-turut atau tidak. Tetapi bisa jadi bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud adalah ‘berturut-turut’ (niscaya Allah menutup hatinya) Allah menyegel hatinya dengan sesuatu seperti cincin yang dapat menghalanginya dari nasihat dan kebenaran.
(Siapa meninggalkan tiga kali sholat Jumat karena meremehkan) dalam arti tidak ada uzur. Pengakuan atas kewajiban Jumat tidak menghalanginya dari konsekuensi tindakannya. Tindakan meninggalkan Jumat adalah maksiat. Secara zahir kemutalakannya bahwa tidak ada perbedaan antara meninggalkan berturut-turut atau tidak. Tetapi bisa jadi bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud adalah ‘berturut-turut’ (niscaya Allah menutup hatinya) Allah menyegel hatinya dengan sesuatu seperti cincin yang dapat menghalanginya dari nasihat dan kebenaran. (Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, juz VI, halaman: 450).