Sukses

Body Shaming dalam Perspektif Islam, Simak Penjelasan Menohok Buya Yahya

Menurut Buya Yahya, ucapan semacam itu tidak hanya menyakitkan tetapi juga menunjukkan karakter buruk dari si pelaku. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga perasaan orang lain, termasuk dalam bertutur kata.

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena body shaming kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa disadari, ucapan-ucapan yang terkesan ringan dapat melukai perasaan orang lain. KH Yahya Zainul Ma'arif, atau Buya Yahya, menyoroti perilaku ini dalam ceramahnya.

Untuk diketahui, body shaming adalah tindakan atau ucapan negatif yang ditujukan kepada penampilan fisik seseorang. Body shaming bisa berupa komentar, ejekan, sindiran, atau pertanyaan.

Dalam tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial, Buya Yahya menyampaikan bahwa body shaming adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Dia menegaskan bahwa menjaga lisan adalah kewajiban setiap Muslim.

“Ada orang bilang, 'Ya Allah, kok hitam banget? Kenapa kurus banget kamu? Atau, kok kamu kelihatan tua?'” ujar Buya Yahya, menggambarkan contoh-contoh body shaming yang sering ditemukan dalam pergaulan sehari-hari.

Menurutnya, ucapan semacam itu tidak hanya menyakitkan tetapi juga menunjukkan karakter buruk dari si pelaku. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga perasaan orang lain, termasuk dalam bertutur kata.

“Mulut-mulut kotor seperti itu ada, bahkan kalau ketemu orang tuh, enggak bisa kecuali menyebut kekurangan orang lain,” tambahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Omongan Negatif Bisa Harga Diri

Buya Yahya mengingatkan bahwa ucapan yang menyakitkan dapat mengurangi harga diri seseorang. Oleh karena itu, menjaga lisan menjadi sangat penting agar tidak merendahkan orang lain dan mendatangkan murka Allah.

“Orang yang menjaga perasaan itu penting. Mungkin kita disakiti, tapi kita bertahan untuk tidak membalasnya. Itu sangat bernilai,” ungkapnya lebih lanjut.

Ceramah ini menekankan bahwa lisan adalah cerminan hati seseorang. Jika hati bersih, maka tutur kata yang keluar akan menyejukkan, bukan menyakitkan.

Buya Yahya juga mengingatkan umat Muslim untuk senantiasa bermuhasabah atau introspeksi diri. Ia menekankan pentingnya memeriksa kembali ucapan-ucapan yang pernah disampaikan, apakah membawa manfaat atau justru melukai orang lain.

“Kalau Anda merasa semacam itu, berubah. Karena itu menyakitkan orang dan Anda akan direndahkan oleh Allah,” tegasnya.

Pesan ini relevan di tengah era modern, di mana media sosial kerap menjadi medium untuk melakukan body shaming. Komentar-komentar negatif sering kali dilontarkan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap korban.

Menurut Buya Yahya, menjaga lisan bukan hanya soal menghindari ucapan buruk, tetapi juga bagaimana seseorang dapat menyampaikan kebaikan melalui perkataan. Hal ini sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW yang mengajarkan umatnya untuk berkata baik atau diam.

 

3 dari 3 halaman

Islam Ajarkan Kasih Sayang

Ceramah ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan kata-kata. Tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di ruang digital, di mana dampak dari perkataan bisa lebih luas dan mendalam.

Buya Yahya menekankan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang. Setiap Muslim diwajibkan untuk saling menjaga dan menghormati satu sama lain, termasuk melalui lisan.

Selain itu, ia mengajak umat untuk lebih peka terhadap kondisi orang lain. Rasa empati dan simpati dapat membantu seseorang untuk lebih berhati-hati dalam berucap.

“Jangan gengsi dengan baju murah, tapi malu jika membuka aurat. Jangan gengsi tidak ikut tren, tapi malu jika melukai perasaan orang lain dengan ucapan kita,” pesannya.

Body shaming tidak hanya berdampak pada hubungan sosial, tetapi juga pada kesehatan mental korban. Oleh karena itu, Buya Yahya mengajak umat Muslim untuk menjauhi perilaku ini demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan harmonis.

Pesan ini sekaligus menjadi refleksi bahwa menjaga lisan adalah bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Islam. Dengan menjaga lisan, seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan diri dari dosa.

Mari bersama-sama mengubah kebiasaan buruk ini dan menggantinya dengan perkataan yang baik. Sebab, ucapan adalah doa, dan doa yang baik akan membawa keberkahan bagi diri sendiri maupun orang lain.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul