Liputan6.com, Jakarta - Keseimbangan dalam mengelola harta menjadi salah satu tema penting yang sering diangkat Buya Yahya dalam ceramahnya. Dalam sebuah kesempatan, Buya Yahya menjelaskan bahaya menjadi orang yang pelit maupun boros, dan mengapa keduanya harus dihindari.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial, Buya Yahya memberikan penjelasan mendalam mengenai hal ini.
Menurut Buya Yahya, sifat pelit dapat menghambat kelestarian kehidupan manusia. Orang pelit cenderung menyimpan hartanya tanpa memanfaatkan untuk kemaslahatan, sehingga mematikan siklus ekonomi. "Jika seseorang hanya menimbun hartanya di rumah tanpa menggerakkannya, ekonomi tidak akan berkembang," ujar Buya Yahya.
Advertisement
Untuk diketahui pelit dan boros memiliki arti sebagai berikut, kata yang memiliki arti serupa dengan pelit adalah kikir, yang berarti terlampau hemat memakai harta bendanya. Kata turunan dari kikir adalah kekikiran, yang berarti perihal (sifat) kikir.
Pelit merupakan gaya hidup atau perilaku yang kurang baik, hingga bisa memberikan dampak negatif kepada orang lain. Sedangkan boros memiliki arti berlebih-lebihan dalam pemakaian uang, barang, dan sebagainya.
Di sisi lain, Buya Yahya juga menyoroti dampak negatif dari sifat boros. Orang yang boros sering kali menghabiskan hartanya tanpa aturan, yang pada akhirnya akan mematikan kemajuan dirinya sendiri. "Boros membuat seseorang kehilangan kendali. Setelah hartanya habis, kehidupannya juga ikut terpuruk," tambahnya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Ini yang Terjadi Jika Dunia Bisnis Isinya Orang Pelit dan Boros
Buya Yahya menekankan pentingnya sikap adil dalam mengelola harta. Menurutnya, keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kontribusi kepada masyarakat adalah kunci untuk mencapai kemakmuran yang berkelanjutan. "Hidup harus diatur dengan keadilan, tidak boleh terlalu boros, tapi juga tidak pelit," jelasnya.
Dalam ceramah tersebut, Buya Yahya mengaitkan pesan ini dengan kehidupan sosial dan ekonomi. Ia memberikan contoh bagaimana sikap pelit dan boros dapat berdampak pada tatanan masyarakat. "Dalam dunia bisnis, jika semua orang pelit, ekonomi akan stagnan. Sebaliknya, jika semua orang boros, tidak ada yang tersisa untuk investasi masa depan," paparnya.
Buya Yahya juga mengingatkan bahwa sikap pelit dan boros bertentangan dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana dan bermanfaat bagi orang lain. "Sederhana bukan berarti kekurangan, tetapi hidup dengan pengelolaan yang baik," katanya.
Selain itu, Buya Yahya mengajarkan bahwa sikap adil dalam mengelola harta adalah bentuk ibadah. Dengan berbagi kepada yang membutuhkan, seseorang tidak hanya membantu sesama, tetapi juga mendapatkan keberkahan dari Allah. "Jangan takut hartamu berkurang karena berbagi. Justru, dengan berbagi, Allah akan melipatgandakan rezekimu," ujar Buya Yahya.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya juga menyoroti pentingnya introspeksi diri. Ia mengajak umat Muslim untuk mengevaluasi bagaimana mereka menggunakan harta yang telah Allah titipkan. "Harta adalah amanah. Jika digunakan dengan baik, maka akan membawa keberkahan," tuturnya.
Â
Advertisement
Ini yang Seharusnya Dilakukan
Buya Yahya menutup pesan ini dengan mengingatkan bahwa keseimbangan adalah kunci kehidupan. Dengan menghindari sifat pelit dan boros, seseorang dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri dan orang lain.
"Hidup ini tentang keseimbangan. Jangan terlalu fokus pada menumpuk harta, tetapi juga jangan habiskan semuanya tanpa aturan," tegasnya.
Ceramah ini memberikan panduan praktis bagi umat Muslim dalam mengelola harta. Pesan Buya Yahya tidak hanya relevan dalam konteks agama, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan
Buya Yahya berhasil menyampaikan pesan yang sederhana namun penuh makna, menjadikannya mudah diterapkan oleh semua kalangan.
Pesan Buya Yahya ini tidak hanya mengingatkan tentang pentingnya menghindari sifat pelit dan boros, tetapi juga memberikan inspirasi untuk hidup lebih bermanfaat.
Dengan sikap yang adil dan seimbang, manusia dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk lingkungan sekitarnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul