Liputan6.com, Jakarta - Kematian adalah misteri yang tak pernah bisa diungkap oleh manusia. Ustadz Adi Hidayat (UAH), seorang dai kondang, menjelaskan dengan tegas bahwa ajal tidak bisa diukur berdasarkan kondisi fisik, usia, atau status kesehatan seseorang. Pesannya menyentuh dan menjadi pengingat bagi siapa saja yang mendengarnya.
Penjelasan ini disampaikan UAH dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @aydanrabannichannel. Dalam tayangan tersebut, UAH membahas bagaimana kematian telah ditentukan oleh Allah dan tidak dipengaruhi oleh usaha manusia untuk mengubahnya.
“Jangan sibuk memikirkan wilayah-wilayah qadar yang sudah diatur. Itu tidak bisa berubah sekalipun Anda tingkatkan ibadah,” ujar UAH. Ia menekankan bahwa takdir kematian sepenuhnya berada dalam kehendak Allah, tanpa bisa diubah oleh usaha manusia, termasuk melalui ibadah seperti tahajud atau puasa.
Advertisement
Dalam ceramah tersebut, UAH mencontohkan bahwa seseorang yang sakit belum tentu lebih dekat kepada ajal dibandingkan yang sehat.
Ia menjelaskan, “Betapa banyak orang sehat pulang duluan, sementara orang sakit masih terbaring di rumah sakit.” Penegasan ini menunjukkan bahwa kematian tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi fisik seseorang.
Lebih jauh, UAH menjelaskan bahwa kematian juga tidak mengenal batasan usia. Ia menyebutkan betapa banyak anak-anak yang telah lebih dahulu berpulang kepada Allah. Menurutnya, anggapan bahwa usia tua selalu mendekati ajal adalah sebuah kesalahan.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Meninggal Tak Harus Tua
“Jangan pernah menyimpulkan kalau sudah sepuh pasti cepat pulang, atau yang muda merasa waktunya masih lama,” tambah UAH. Ia memperingatkan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu kapan ajal akan menjemput, baik itu muda maupun tua.
Pesan ini mengingatkan kepada semua orang untuk tidak merasa aman hanya karena usia masih muda atau tubuh dalam keadaan sehat. Sebaliknya, setiap manusia harus selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian kapan saja.
UAH juga menyinggung kebiasaan sebagian orang yang cenderung menilai orang lain berdasarkan usia atau kondisi fisik. Dalam ceramahnya, ia memberikan contoh seseorang yang memandang orang tua sebagai ‘bau tanah’. Menurutnya, sikap seperti itu justru mencerminkan ketidakpahaman terhadap konsep ajal.
Dalam ajaran Islam, ajal adalah rahasia Allah yang tidak bisa diketahui oleh makhluk-Nya. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa setiap jiwa pasti akan merasakan mati pada waktu yang telah ditentukan.
Pesan UAH ini juga mengajak umat Muslim untuk tidak larut dalam penyesalan atas takdir yang sudah terjadi. Ia menekankan pentingnya berfokus pada amal dan persiapan menuju kehidupan setelah mati.
Menurutnya, membandingkan kondisi seseorang dengan ajal adalah perbuatan yang sia-sia. “Kematian tidak pernah bersanding dengan sakit dan sehat,” ujarnya. Dengan kata lain, takdir Allah tidak dapat dihitung atau diprediksi oleh manusia.
Advertisement
Ajal Tak Mengenal Usia
Melalui ceramah ini, UAH mendorong setiap orang untuk meningkatkan kesadaran akan kematian. Ia menekankan bahwa satu-satunya yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan diri dengan memperbanyak amal dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam Islam, hidup adalah perjalanan menuju akhirat. Kematian adalah pintu yang harus dilalui setiap manusia untuk bertemu dengan Sang Pencipta. UAH mengingatkan bahwa persiapan untuk menghadapi momen tersebut harus menjadi prioritas utama.
Ceramah ini diakhiri dengan seruan untuk tidak meremehkan pentingnya mempersiapkan diri. “Berapa banyak anak-anak yang sudah pulang duluan,” kata UAH, menegaskan bahwa ajal tidak mengenal usia.
Semua yang disampaikan UAH adalah pengingat agar manusia senantiasa mempersiapkan diri dengan amal shaleh. Pesan ini menjadi tamparan bagi mereka yang terlalu larut dalam mengejar dunia, lupa bahwa kematian bisa datang kapan saja.
Dengan pemahaman ini, setiap orang diharapkan mampu menjalani hidup dengan lebih bermakna. Fokus pada amal dan menjauhi prasangka terhadap orang lain menjadi bekal utama menuju kehidupan yang abadi.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul