Liputan6.com, Jakarta - Fenomena perjalanan ibadah yang dilakukan rutin, tetapi berakhir dengan perilaku yang mencerminkan dosa, menjadi sorotan penting dalam ceramah KH Yahya Zainul Ma'arif, atau Buya Yahya. Hal ini menjadi perhatian umat Islam untuk lebih mawas diri terhadap tindakan dan niatnya.
Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al Bahjah, menyoroti kasus perebutan warisan yang sering kali menjadi sumber dosa besar. Dalam ceramahnya yang dikutip dari kanal YouTube @buyayahyaofficial, ia menjelaskan dampak buruk dari perilaku tersebut.
“Waris itu yang gede setannya, bukan warisannya,” ujar Buya Yahya. Ia menambahkan bahwa perebutan warisan tidak hanya melibatkan orang kaya, tetapi juga mereka yang secara ekonomi lemah. Bahkan, hal kecil seperti berebut barang bekas pun bisa menjadi penyebab dosa besar.
Advertisement
Buya Yahya memberikan peringatan keras kepada mereka yang terlibat dalam perebutan warisan. Menurutnya, seseorang yang beribadah seperti umrah setiap bulan, tetapi masih merebut hak saudaranya, justru berpotensi masuk neraka melalui ibadah yang dilakukannya.
“Naudzubillah, itu orang ke neraka lewat Makkah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perebut warisan memiliki tiga dosa besar sekaligus. Pertama, dosa mengambil hak saudara. Kedua, dosa memutus tali persaudaraan. Ketiga, dosa durhaka kepada orang tua. Ketiga dosa tersebut dapat menghantarkan seseorang ke neraka jahanam.
Buya Yahya juga mengingatkan agar umat berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Ia menyarankan untuk tidak menjadikan perebut warisan sebagai menantu atau besan. Hal ini dikarenakan sifat tersebut mencerminkan karakter yang buruk dan merugikan.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pentingnya Hakikat Warisan
Dalam ceramahnya, ia juga menyoroti pentingnya memahami hakikat warisan dalam Islam. Warisan bukanlah sekadar pembagian harta, melainkan amanah yang harus dijalankan sesuai syariat. Kesalahan dalam menyikapinya dapat mengundang murka Allah.
Buya Yahya memberikan contoh nyata dari kehidupan sehari-hari. Ia mengingatkan bahwa sifat rakus dan tidak sabar sering kali menjadi pemicu konflik dalam pembagian warisan. Konflik ini tidak hanya merusak hubungan keluarga, tetapi juga merusak hubungan dengan Allah.
Selain itu, ia menekankan bahwa perebutan warisan sering kali menimbulkan kerugian besar bagi semua pihak. Baik secara duniawi maupun ukhrawi. Menurutnya, tidak ada kebaikan yang bisa diambil dari tindakan tersebut.
“Orang yang merebut warisan tidak akan pernah bahagia, baik di dunia maupun di akhirat,” ujarnya. Buya Yahya mengajak umat untuk lebih mengutamakan ukhuwah Islamiyah dan menjaga hubungan keluarga.
Ia juga mengingatkan umat untuk selalu bersyukur atas rezeki yang diberikan Allah. Ketamakan terhadap harta, termasuk warisan, hanya akan menambah dosa dan mengurangi keberkahan dalam hidup.
Buya Yahya menganjurkan agar setiap perselisihan terkait warisan diselesaikan dengan musyawarah. Menurutnya, jalan damai adalah cara terbaik untuk menjaga hubungan keluarga dan mendapatkan ridha Allah.
Advertisement
Bisa Menjadi Jalan Masuk Neraka
Sebagai solusi, ia menyarankan agar pembagian warisan dilakukan secara terbuka dan melibatkan pihak yang terpercaya. Dengan cara ini, potensi konflik dapat diminimalkan dan keadilan dapat ditegakkan.
Dalam ceramahnya, ia juga menyampaikan bahwa ibadah yang dilakukan dengan niat tidak ikhlas, termasuk umrah, tidak akan membawa keberkahan.
Bahkan, ibadah tersebut bisa menjadi sebab seseorang masuk neraka jika disertai perilaku yang bertentangan dengan syariat.
Buya Yahya mengakhiri ceramahnya dengan ajakan untuk introspeksi diri. Menurutnya, setiap umat Islam harus selalu mengingat tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu mencari ridha Allah dan mempersiapkan bekal untuk akhirat.
Ceramah ini menjadi pengingat penting bagi siapa saja untuk tidak terjebak dalam godaan harta. Karena pada akhirnya, hanya amal yang dilakukan dengan keikhlasan dan ketaatan kepada Allah yang akan menyelamatkan seseorang dari siksa neraka.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul